Menyambut Muktamar Muhammadiyah Ke-48
loading...
A
A
A
Perkebunan sawit yang saat ini menjadi andalan utama Indonesia dalam ekspor dipunyai oleh korporasi lain. Padahal, pemerintah membuka kesempatan luas dengan membagikan hak guna usaha (HGU) kepada para pengusaha untuk ditanami kelapa sawit. Begitu pun dengan usaha kelistrikan. Namun, saudagar Muslim tidak banyak berbicara tentang ini.
Di lain pihak, dana-dana syariah, khususnya dari Timur Tengah, banyak yang tidak masuk ke Indonesia walaupun penduduknya sebagian besar Muslim. Hal ini karena lembaga keuangan syariah di Indonesia dipandang lemah sehingga sulit dipercaya sebagai financial arranger. Dana-dana itu lebih banyak mengalir ke negara-negara non-Muslim yang mempunyai lembaga keuangan syariah yang kredibel.
Jika bank dikelola secara profesional untuk mencapai kredibilitas dan akuntabilitas yang tinggi, maka instrumen bank sangat bisa membantu para pengusaha Muhammadiyah untuk mendapatkan dana investasi syariah dari luar negeri, dengan hanya menyediakan internal equity maksimum 30% dari total dana proyek yang dibutuhkan.
Artinya, pengusaha dalam melakukan transaksi memakai skema project financing, melibatkan bank untuk menerbitkan bank guarantee atau Kafalah atas pemenuhan kewajiban nasabah terhadap lenders dari 70% porsi pembiayaan proyek.
Dari ketiadaan Kafalah inilah yang menyebabkan pengusaha Muslim selalu kalah dalam kompetisi bisnis dengan pihak lain. Sebab itu, BSM diharapkan mampu memediasi antara sumber-sumber dana dan pengguna dana dengan tetap mengedepankan faktor prudent dan accountable.
Melalui pendirian bank, Muhammadiyah juga semakin luwes dalam menata dana sosial. Pengumpulan dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, maupun wakaf bisa dengan mudah dilakukan melalui perbankan karena setiap muzakki bisa mengakses melalui gawainya secara pribadi sehingga di mana pun dan kapan pun bisa mentransfer dananya untuk kepentingan sosial.
Di lain pihak, dana-dana syariah, khususnya dari Timur Tengah, banyak yang tidak masuk ke Indonesia walaupun penduduknya sebagian besar Muslim. Hal ini karena lembaga keuangan syariah di Indonesia dipandang lemah sehingga sulit dipercaya sebagai financial arranger. Dana-dana itu lebih banyak mengalir ke negara-negara non-Muslim yang mempunyai lembaga keuangan syariah yang kredibel.
Jika bank dikelola secara profesional untuk mencapai kredibilitas dan akuntabilitas yang tinggi, maka instrumen bank sangat bisa membantu para pengusaha Muhammadiyah untuk mendapatkan dana investasi syariah dari luar negeri, dengan hanya menyediakan internal equity maksimum 30% dari total dana proyek yang dibutuhkan.
Artinya, pengusaha dalam melakukan transaksi memakai skema project financing, melibatkan bank untuk menerbitkan bank guarantee atau Kafalah atas pemenuhan kewajiban nasabah terhadap lenders dari 70% porsi pembiayaan proyek.
Dari ketiadaan Kafalah inilah yang menyebabkan pengusaha Muslim selalu kalah dalam kompetisi bisnis dengan pihak lain. Sebab itu, BSM diharapkan mampu memediasi antara sumber-sumber dana dan pengguna dana dengan tetap mengedepankan faktor prudent dan accountable.
Melalui pendirian bank, Muhammadiyah juga semakin luwes dalam menata dana sosial. Pengumpulan dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, maupun wakaf bisa dengan mudah dilakukan melalui perbankan karena setiap muzakki bisa mengakses melalui gawainya secara pribadi sehingga di mana pun dan kapan pun bisa mentransfer dananya untuk kepentingan sosial.
(bmm)