Anies, Paloh, Wali Politik, dan So What?
loading...
A
A
A
Profesor Ahmad Humam Hamid
Sosiolog, Guru Besar USK Banda Aceh
WAKTU yang lama ditunggu itu kini datang dengan tiba-tiba. Spekulasi tentang Capres Anies Bawedan yang telah berlangsung cukup lama, dengan sangat mendadak dientaskan oleh Surya Paloh. Tanggal 3 Oktober 2022, Paloh bersama dengan jajaran Nasdemnya dengan resmi mencalonkan Anies Baswedan sebagai Calon Presiden Republik Indonesia 2024-2029.
Seorang pun tidak tahu kenapa Surya Paloh mempercepat pengumuman itu, sekalipun ada berita awal bahwa deklarasi Anies akan dilakukan pada awal bulan November yang akan datang. Bahkan, berita yang tersebar menyebutkan tiga partai politik yakni Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat, juga telah bersepakat untuk deklarasi Anies pada tanggal 10 November 2022.
Ada spekulasi yang beredar, sengaja Surya Paloh mendahului deklarasi ini, karena ada beritaada berita dari salah satu media yang menyebutkan bahwa ketua KPK Firli Bahuri juga sedang berupaya keras untuk 'mendeklarasikan' Anies sebagai tersangka KPK untuk kasus Formula E. Bocoran salah satu media minggu lalu dengan sangat gamblang memgambarkan bagaimana kasus Formula E 'dimasak' oleh Firli Bahuri sebagai pimpinan KPK yang diyakini mengikuti order titipan kilat politik dari pihak tertentu.
Menurut media tersebut, modus operandi yang ditempuh oleh Firli, tak lain tak bukan, kecuali hanya untuk kriminalisasi Anies. Timing yang dipilih pun menunjukkan Firli Bahuri juga mempunyai kecerdasan di atas rata-rata. Jika Anies berhasil dikriminalkan, dengan status koruptor, ditambah dengan berakhirnya masa jabatan Gubernur DKI pada pertengahan Oktober, Anies akan selesai. Popularitas Anies yang sedang menanjak naik, akan hilang, dan bahkan bisa jadi tak berbekas. Salah satu 'tugas suci' yang diemban oleh Firli kepada siapa pun yang pernah menjadi promotornya menjadi ketua KPK tertunai sudah.
Tak dinyana, laporan investigasi media tersebut kemudian membocorkan rencana jahat itu, walaupun sinyalemen mencelakakan Anies sudah diduga banyak pihak, terutama ketika Andi Arief- Ketua Bappilu Partai Demokrat, dan bahkan mantan Presiden SBY mencium ada skenario jahat. Ada sesuatu yang sedang berjalan yang akan melakukan apa saja untuk mengganjal Anies, dan memenangkan 'siapa pun' yang satu paket dengan pekerjaan yang sedang dipelopori oleh Firli Bahuri di KPK.
Laporan media tersebut kemudian membuat publik terkejut, karena datang dari sebuah keluarga besar media yang terkenal integritasnya, dan mempunyai jurnalistik investigasi yang sangat mumpuni. Berita itu tidak hanya tamparan untuk KPK, tetapi menjadi hiburan sekaligus 'olok-olok' tentang praktik Machiaveli murahan yang sedang dilakukan oleh sekelompok orang hebat di negeri ini.
Tak penting alasan Surya Paloh tentang dilema 'didahului' atau 'mendahului' Firli Bahuri KPK untuk kriminalisasi Anies. Yang pasti deklarasi Anies oleh Surya Paloh tidak hanya mempunyai nilai taktis, tetapi juga mempunyai makna dan implikasi stategis yang tiada ternilai harganya.
Yang perlu diingat, calon presiden yang diusung oleh Nasdem ini adalah sosok individu yang perjalanan karier politiknya tidak biasa. Ia adalah sosok pribadi yang mendapat perlakuan khusus untuk dijadikan sebagai 'ikon' kebencian publik, sekaligus makhluk yang paling berbahaya untuk masa depan NKRI. Tak cukup dengan kompetisi politik, ada sebagian oligarki juga yang terlibat jauh yang menginginkan Anies dienyahkan dari gelangang perebutan Indonesia satu pada Pilpres 2024.
Logika Paloh ketika mulai melirik Anies justru berbanding terbalik dengan kawan-kawannya, mungkin sebagian anggota dari koalisi pendukung Jokowi. Ketika ia menyebut alasan utamanya memilih Anies dalam deklarasi Nasdem dua hari yang lalu dengan tiga kata dalam kalimat kunci, ungkapan itu memberi banyak nuansa bagi mereka yang rajin mengikuti arus besar politik nasional yang tengah berlangsung.
Paloh menyebutkan alasan utamanya memilih Anies sebagai capres dengan slogan “why not the best”, menggambarkan arti yang sangat dalam dan bahkan hampir sampai kepada sebuah 'keniscayaan' untuk masa depan bangsa. Ia seolah melihat Anies sebagai spesies yang sangat krusial eksistensinya, tidak hanya perlu diselamatkan, akan tetapi juga harus berbiak banyak. Pilihan ini dalam kacamata Paloh, lebih kepada untuk membawa masa depan Indonesia ke arah yang lebih baik daripada apa yang sedang terjadi hari ini.
Apa yang dilakukan oleh Paloh pada tanggal 3 Oktober 2022, walaupun di permukaan formalitasnya disebut sebagai Deklarasi Capres Anies Baswedan, yang sesungguhnya ia lakukan adalah sebuah pilihan posisi yang tidak biasa. Ia mengumumkan kepada publik tentang posisinya yang sesungguhnya, lebih dari sekadar menjadikan Nasdem sebagai kendaraan politik Anies.
Yang hendak ia katakan kepada semua pihak, termasuk kepada Presiden Jokowi adalah,"Mulai hari ini, saya adalah Wali Politik Anies Baswedan". Ada kalimat yang tidak disebutkan yang seharusnya dibaca dengan bijak oleh mereka yang hendak menjerumuskan dan bahkan mencelakakan Anes. Kalimat lanjutan itu adalah "so what"-kenapa rupanya?- bahasa Kota Medan, tempat Paloh remaja tumbuh. Ada lagi kalimat tambahan yang tak kurang kalah pentingnya,"I know you, you know me"- saya tahu kalian, kalian juga tahu siapa saya.
Hanya dengan menghayati kalimat-kalimat itulah kita dapat menghayati kenapa kelahiran Anies Baswedan sebagai capres yang direncanakan 'genap bulan' pada tanggal 10 November, melalui kelahiran alami dan sempurna, diputuskan untuk diselamatkan dengan 'operasi cesar' dua hari yang lalu.
Paloh sepertinya tahu benar kenapa ia harus menjadi 'wali politik' Anies. Dalam agama dan kepercayaan apa pun, termasuk dalam tradisi Islam, setelah ayah, maka Wali adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap perjalanan kehidupan seseorang yang menjadi tanggung jawabnya, dalam suka dan duka.
Dalam tradisi Aceh-tempat keluarga Paloh berasal, istilah “tueng bila” adalah sebuah istilah yang sangat terkait dengan peran wali terhap individu yang menjadi tanggong jawabnya. “Tueng bila” seringkali dikaitkan dengan perlakuan yang terjadi terhadap seseorang yang menjadi tanggung jawab sang wali, terutama jika mengalami penghinaan, pemukulan, kekerasan, dan bahkan kematian.
Adalah kewajiban Wali untuk membela, dan bahkan menuntut balas, walau dengan harga nyawa sekalipun untuk menjaga nama keluarga. Itulah esensi “tueng bila” Surya Paloh untuk Anies Baswedan. Itulah arti lain dari Paloh dan Nasdem melakukan tindakan “operasi cesar” untuk Anies.
Dalam menjalani tugas sebagai Gubernur DKI, Anies selama ini tak lebih sebagai 'yatim politik' yang tak pernah henti dibully tidak hanya oleh berbagai aktor politik DKI, akan tetapi juga bahkan dijadikan target oleh lingkaran politik tingkat tinggi nasonal yang tak pernah berhenti. Hanya karena kerja keras dan 'kelakuan baik' lah yang membuat Anies bertahan.
Apa ukuran kerja keras dan kelakuan baik itu menjadi benteng penahan dari intrusi dan intervensi berbagai kekuatan yang hendak mencelakakannya dalam lima tahun masa jabatannya. Indikator yang paling gampang dicari adalah soliditas partai pendukung Anies-Sandi di DPRD DKI, ditambah dengan sejumlah partai yang berseberangan dengan Anies, ketika Pemilihan Gubernur DKI lima tahun yang lalu. Kecuali PDI Perjuangan dan PSI, semua partai lain non koalisi Anies-Sandi ikut aktif bersama Anies membangun Jakarta. Bukti yang paling nyata adalah kegagalan beberapa kali upaya “gempa tektonik” DPRD DKI yang disponsori PDIP dan PSI tidak dilayani oleh partai-partai lainnya.
Dalam berbagai percobaan mencelakakan Anies selama ia menjabat Gubernur DKI Anies tak pernah mengeluh, menyerang balik, atau menunjukkan sikap permusuhan terhadap siapapun,dalam kondisi yang bagaimanapun. Kerja keras, perilaku, integritas, dan komunikasi politik yang baiklah yang selama ini yang mejadi “wali politik” Anies yang mumpuni.
Kisah perjuangan Anies "selamat" dalam menjalankan tugasnya sebagai Gubernur DKI adalah sebuah prestasi yang menunjukkan sesuatu yang baru dalam perpolitikan nasional. Istilah "yatim politik", yang melerat pada Anies paling kurang pada level Ibu Kota adalah sesuatu yang unik. Anies membuktkan bahwa "yatim politik" bukanlah sesuatu yang menjadi halangan untuk pengabdian publik bila saja ditekuni dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh.Itu telah terjadi dan terbuktikan.
Apa yang diinginkan oleh tubuh dan jiwa Anies segera setelah ia tidak lagi menjadi gubernur DKI adalah keberlanjutan fitnah, hoaks, yang dibangun dengan sempurna oleh kelompok yang tidak menginginkannya menjadi capres, apalagi Presiden. Barangkali Anies akan susah makan dan tidur, jika tidak ada berita buruk yang ditimpakan kepadanya setiap hari. Ibarat virus, karena imunitas awal yang dimilikinya cukup kuat, apa pun perlakuan yang diberikan kemudian, karena ia tak mati, akan membuatnya semakin kuat.
Dalam pandangan Paloh, memasuki gelombang pemilihan presiden, andalan hanya kepada imunitas yang dimiliki Anies tidak cukup. Ketika Anies masuk dalam konvensi Nasdem beberapa bulan yang lalu, untuk capres, Paloh sadar benar tentang kekuatan, kelemahan, dan ancaman yang akan dihadapi Anies.
Mungkin dalam pandangan Paloh, berbagai serangan yang akan datang itu terlalu tinggi risikonya jika hanya dibebankan kepada kesehatan tubuh, dan imunitas yang dimiliki oleh Anies. Suatu saat Anies pasti perlu dikawal, dijaga, apalagi bila ia menjadi capres Nasdem.
Perkiraan Paloh tidak meleset. Tiba-tiba saja ada gangguan besar yang terencana dengan baik yang ingin menyeret Anies, dan membuatnya tersungkur, dan bahkan dapat keluar dari gelanggang Capres 2024. Tak cukup dengan itu, Anies juga diupayakan untuk menjadi ikon terburuk politik Indonesia pasca-Reformasi.
Paloh mengambil sikap. Ia memutuskan untuk menjadi wali dengan cepat. Tidak hanya Paloh, sebentar lagi akan datang lagi para wali lainnya yang akan menyertai Paloh untuk mengusung Anies. Paloh dan para calon wali baru tahu bahwa upaya mencelakakan Anies tidak hanya akan selesai dengan kasus KPK versi salah satu media. More to come, dan mereka akan siap menghadapinya.
Sosiolog, Guru Besar USK Banda Aceh
WAKTU yang lama ditunggu itu kini datang dengan tiba-tiba. Spekulasi tentang Capres Anies Bawedan yang telah berlangsung cukup lama, dengan sangat mendadak dientaskan oleh Surya Paloh. Tanggal 3 Oktober 2022, Paloh bersama dengan jajaran Nasdemnya dengan resmi mencalonkan Anies Baswedan sebagai Calon Presiden Republik Indonesia 2024-2029.
Seorang pun tidak tahu kenapa Surya Paloh mempercepat pengumuman itu, sekalipun ada berita awal bahwa deklarasi Anies akan dilakukan pada awal bulan November yang akan datang. Bahkan, berita yang tersebar menyebutkan tiga partai politik yakni Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat, juga telah bersepakat untuk deklarasi Anies pada tanggal 10 November 2022.
Ada spekulasi yang beredar, sengaja Surya Paloh mendahului deklarasi ini, karena ada beritaada berita dari salah satu media yang menyebutkan bahwa ketua KPK Firli Bahuri juga sedang berupaya keras untuk 'mendeklarasikan' Anies sebagai tersangka KPK untuk kasus Formula E. Bocoran salah satu media minggu lalu dengan sangat gamblang memgambarkan bagaimana kasus Formula E 'dimasak' oleh Firli Bahuri sebagai pimpinan KPK yang diyakini mengikuti order titipan kilat politik dari pihak tertentu.
Menurut media tersebut, modus operandi yang ditempuh oleh Firli, tak lain tak bukan, kecuali hanya untuk kriminalisasi Anies. Timing yang dipilih pun menunjukkan Firli Bahuri juga mempunyai kecerdasan di atas rata-rata. Jika Anies berhasil dikriminalkan, dengan status koruptor, ditambah dengan berakhirnya masa jabatan Gubernur DKI pada pertengahan Oktober, Anies akan selesai. Popularitas Anies yang sedang menanjak naik, akan hilang, dan bahkan bisa jadi tak berbekas. Salah satu 'tugas suci' yang diemban oleh Firli kepada siapa pun yang pernah menjadi promotornya menjadi ketua KPK tertunai sudah.
Tak dinyana, laporan investigasi media tersebut kemudian membocorkan rencana jahat itu, walaupun sinyalemen mencelakakan Anies sudah diduga banyak pihak, terutama ketika Andi Arief- Ketua Bappilu Partai Demokrat, dan bahkan mantan Presiden SBY mencium ada skenario jahat. Ada sesuatu yang sedang berjalan yang akan melakukan apa saja untuk mengganjal Anies, dan memenangkan 'siapa pun' yang satu paket dengan pekerjaan yang sedang dipelopori oleh Firli Bahuri di KPK.
Laporan media tersebut kemudian membuat publik terkejut, karena datang dari sebuah keluarga besar media yang terkenal integritasnya, dan mempunyai jurnalistik investigasi yang sangat mumpuni. Berita itu tidak hanya tamparan untuk KPK, tetapi menjadi hiburan sekaligus 'olok-olok' tentang praktik Machiaveli murahan yang sedang dilakukan oleh sekelompok orang hebat di negeri ini.
Tak penting alasan Surya Paloh tentang dilema 'didahului' atau 'mendahului' Firli Bahuri KPK untuk kriminalisasi Anies. Yang pasti deklarasi Anies oleh Surya Paloh tidak hanya mempunyai nilai taktis, tetapi juga mempunyai makna dan implikasi stategis yang tiada ternilai harganya.
Yang perlu diingat, calon presiden yang diusung oleh Nasdem ini adalah sosok individu yang perjalanan karier politiknya tidak biasa. Ia adalah sosok pribadi yang mendapat perlakuan khusus untuk dijadikan sebagai 'ikon' kebencian publik, sekaligus makhluk yang paling berbahaya untuk masa depan NKRI. Tak cukup dengan kompetisi politik, ada sebagian oligarki juga yang terlibat jauh yang menginginkan Anies dienyahkan dari gelangang perebutan Indonesia satu pada Pilpres 2024.
Logika Paloh ketika mulai melirik Anies justru berbanding terbalik dengan kawan-kawannya, mungkin sebagian anggota dari koalisi pendukung Jokowi. Ketika ia menyebut alasan utamanya memilih Anies dalam deklarasi Nasdem dua hari yang lalu dengan tiga kata dalam kalimat kunci, ungkapan itu memberi banyak nuansa bagi mereka yang rajin mengikuti arus besar politik nasional yang tengah berlangsung.
Paloh menyebutkan alasan utamanya memilih Anies sebagai capres dengan slogan “why not the best”, menggambarkan arti yang sangat dalam dan bahkan hampir sampai kepada sebuah 'keniscayaan' untuk masa depan bangsa. Ia seolah melihat Anies sebagai spesies yang sangat krusial eksistensinya, tidak hanya perlu diselamatkan, akan tetapi juga harus berbiak banyak. Pilihan ini dalam kacamata Paloh, lebih kepada untuk membawa masa depan Indonesia ke arah yang lebih baik daripada apa yang sedang terjadi hari ini.
Apa yang dilakukan oleh Paloh pada tanggal 3 Oktober 2022, walaupun di permukaan formalitasnya disebut sebagai Deklarasi Capres Anies Baswedan, yang sesungguhnya ia lakukan adalah sebuah pilihan posisi yang tidak biasa. Ia mengumumkan kepada publik tentang posisinya yang sesungguhnya, lebih dari sekadar menjadikan Nasdem sebagai kendaraan politik Anies.
Yang hendak ia katakan kepada semua pihak, termasuk kepada Presiden Jokowi adalah,"Mulai hari ini, saya adalah Wali Politik Anies Baswedan". Ada kalimat yang tidak disebutkan yang seharusnya dibaca dengan bijak oleh mereka yang hendak menjerumuskan dan bahkan mencelakakan Anes. Kalimat lanjutan itu adalah "so what"-kenapa rupanya?- bahasa Kota Medan, tempat Paloh remaja tumbuh. Ada lagi kalimat tambahan yang tak kurang kalah pentingnya,"I know you, you know me"- saya tahu kalian, kalian juga tahu siapa saya.
Hanya dengan menghayati kalimat-kalimat itulah kita dapat menghayati kenapa kelahiran Anies Baswedan sebagai capres yang direncanakan 'genap bulan' pada tanggal 10 November, melalui kelahiran alami dan sempurna, diputuskan untuk diselamatkan dengan 'operasi cesar' dua hari yang lalu.
Paloh sepertinya tahu benar kenapa ia harus menjadi 'wali politik' Anies. Dalam agama dan kepercayaan apa pun, termasuk dalam tradisi Islam, setelah ayah, maka Wali adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap perjalanan kehidupan seseorang yang menjadi tanggung jawabnya, dalam suka dan duka.
Dalam tradisi Aceh-tempat keluarga Paloh berasal, istilah “tueng bila” adalah sebuah istilah yang sangat terkait dengan peran wali terhap individu yang menjadi tanggong jawabnya. “Tueng bila” seringkali dikaitkan dengan perlakuan yang terjadi terhadap seseorang yang menjadi tanggung jawab sang wali, terutama jika mengalami penghinaan, pemukulan, kekerasan, dan bahkan kematian.
Adalah kewajiban Wali untuk membela, dan bahkan menuntut balas, walau dengan harga nyawa sekalipun untuk menjaga nama keluarga. Itulah esensi “tueng bila” Surya Paloh untuk Anies Baswedan. Itulah arti lain dari Paloh dan Nasdem melakukan tindakan “operasi cesar” untuk Anies.
Dalam menjalani tugas sebagai Gubernur DKI, Anies selama ini tak lebih sebagai 'yatim politik' yang tak pernah henti dibully tidak hanya oleh berbagai aktor politik DKI, akan tetapi juga bahkan dijadikan target oleh lingkaran politik tingkat tinggi nasonal yang tak pernah berhenti. Hanya karena kerja keras dan 'kelakuan baik' lah yang membuat Anies bertahan.
Apa ukuran kerja keras dan kelakuan baik itu menjadi benteng penahan dari intrusi dan intervensi berbagai kekuatan yang hendak mencelakakannya dalam lima tahun masa jabatannya. Indikator yang paling gampang dicari adalah soliditas partai pendukung Anies-Sandi di DPRD DKI, ditambah dengan sejumlah partai yang berseberangan dengan Anies, ketika Pemilihan Gubernur DKI lima tahun yang lalu. Kecuali PDI Perjuangan dan PSI, semua partai lain non koalisi Anies-Sandi ikut aktif bersama Anies membangun Jakarta. Bukti yang paling nyata adalah kegagalan beberapa kali upaya “gempa tektonik” DPRD DKI yang disponsori PDIP dan PSI tidak dilayani oleh partai-partai lainnya.
Dalam berbagai percobaan mencelakakan Anies selama ia menjabat Gubernur DKI Anies tak pernah mengeluh, menyerang balik, atau menunjukkan sikap permusuhan terhadap siapapun,dalam kondisi yang bagaimanapun. Kerja keras, perilaku, integritas, dan komunikasi politik yang baiklah yang selama ini yang mejadi “wali politik” Anies yang mumpuni.
Kisah perjuangan Anies "selamat" dalam menjalankan tugasnya sebagai Gubernur DKI adalah sebuah prestasi yang menunjukkan sesuatu yang baru dalam perpolitikan nasional. Istilah "yatim politik", yang melerat pada Anies paling kurang pada level Ibu Kota adalah sesuatu yang unik. Anies membuktkan bahwa "yatim politik" bukanlah sesuatu yang menjadi halangan untuk pengabdian publik bila saja ditekuni dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh.Itu telah terjadi dan terbuktikan.
Apa yang diinginkan oleh tubuh dan jiwa Anies segera setelah ia tidak lagi menjadi gubernur DKI adalah keberlanjutan fitnah, hoaks, yang dibangun dengan sempurna oleh kelompok yang tidak menginginkannya menjadi capres, apalagi Presiden. Barangkali Anies akan susah makan dan tidur, jika tidak ada berita buruk yang ditimpakan kepadanya setiap hari. Ibarat virus, karena imunitas awal yang dimilikinya cukup kuat, apa pun perlakuan yang diberikan kemudian, karena ia tak mati, akan membuatnya semakin kuat.
Dalam pandangan Paloh, memasuki gelombang pemilihan presiden, andalan hanya kepada imunitas yang dimiliki Anies tidak cukup. Ketika Anies masuk dalam konvensi Nasdem beberapa bulan yang lalu, untuk capres, Paloh sadar benar tentang kekuatan, kelemahan, dan ancaman yang akan dihadapi Anies.
Mungkin dalam pandangan Paloh, berbagai serangan yang akan datang itu terlalu tinggi risikonya jika hanya dibebankan kepada kesehatan tubuh, dan imunitas yang dimiliki oleh Anies. Suatu saat Anies pasti perlu dikawal, dijaga, apalagi bila ia menjadi capres Nasdem.
Perkiraan Paloh tidak meleset. Tiba-tiba saja ada gangguan besar yang terencana dengan baik yang ingin menyeret Anies, dan membuatnya tersungkur, dan bahkan dapat keluar dari gelanggang Capres 2024. Tak cukup dengan itu, Anies juga diupayakan untuk menjadi ikon terburuk politik Indonesia pasca-Reformasi.
Paloh mengambil sikap. Ia memutuskan untuk menjadi wali dengan cepat. Tidak hanya Paloh, sebentar lagi akan datang lagi para wali lainnya yang akan menyertai Paloh untuk mengusung Anies. Paloh dan para calon wali baru tahu bahwa upaya mencelakakan Anies tidak hanya akan selesai dengan kasus KPK versi salah satu media. More to come, dan mereka akan siap menghadapinya.
(zik)