Jimly Asshiddiqie dkk Tunggu Itikad Presiden soal Pemberhentian Hakim MK Aswanto
loading...
A
A
A
JAKARTA - Para mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menunggu itikad Presiden Jokowi untuk menggelar pertemuan dengan Ketua MK dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini sebagai langkah mediasi terkait pemberhentian hakim konstitusi Aswanto oleh DPR RI.
Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie mengatakan permintaan agar presiden memediasi pertemuan MK dengan DPR telah disampaikan melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) yang juga mantan hakim MK, Mahfud MD. Permintaan disampaikan dalam pertemuan bersama delapan mantan hakim konstitusi lainnya di Gedung MK beberapa waktu lalu.
"Saya kira presiden pasti juga sudah tahu soal masalah ini. Tinggal mediasinya saja. Tanyakan ke pemerintah (mediasinya),” ujarnya kepada MPI, Selasa (4/10/2022).
Menurut Jimly, DPR sudah melanggar Undang-undang dasar (UUD) 1945 dan UU MK soal pemberhentian hakim konstitusi Aswanto. DPR juga dinilai tidak memahami maksud dari Putusan MK Nomor 96/PUU-XVIII/2022. "Jadi keputusan DPR itu tidak bisa ditindaklanjuti karena salah," tuturnya.
Menurut Jimly, ini sebenarnya persoalan yang sederhana, hanya karena salah faham. Dia menjelaskan, pemberhentian hakim konstitusi harus berdasarkan keputusan MK untuk ditindaklanjuti lewat keputusan presiden (Keppres). "Kalau pengangkatan baru, keppres ditetapkan oleh presiden atas surat dari lembaga yang memilihnya, menyusulkan," kata Jimly.
Jimly menyatakan, kalau tidak ada pemberhentian, makatak ada kekosongan jabatan. Apabila tidak ada kekosongan jabatan, DPR pun tak bisa mengusulkan hakim konstitusi yang baru. "Jadi 9 hakimnya kan tidak ada pemberhentian, tidak ada kekosongan. Aswanto baru berakhir tahun depan Maret 2024," jelasnya.
Kata dia, jelas keputusan DPR ini tidak bisa dibenarkan dan hakim Aswanto pun tidak bisa diberhentikan. Begitupun keputusan DPR yang menunjuk Sekjen MK Guntur Hamzah menggantikan Aswanto.
"Tidak, berhentinya itu harus dengan pelantikan, dan dasar pelantikan itu dengan Kepres. Kepres baru bisa terbit kalau ada surat usulan dari MK, bukan dari DPR," tegasnya.
Dirinya pun meminta agar Joko Widodo segera memanggil ketua DPR dan MK. "Presiden tidak bisa menerbitkan Kepres dan tahun 2022, sampe 2023 tidak ada kekosongan jabatan sehingga tidak bisa mengambil hakim baru karena tidak ada kekosongan jabatan kalo orang diangkat baru hakimnya nambah nah kekosongan jabatan hanya mungkin kalo ada yang meninggal , berhenti, atau diberhentikan, ini gak ada yang diberhentikan," jelasnya.
Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie mengatakan permintaan agar presiden memediasi pertemuan MK dengan DPR telah disampaikan melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) yang juga mantan hakim MK, Mahfud MD. Permintaan disampaikan dalam pertemuan bersama delapan mantan hakim konstitusi lainnya di Gedung MK beberapa waktu lalu.
"Saya kira presiden pasti juga sudah tahu soal masalah ini. Tinggal mediasinya saja. Tanyakan ke pemerintah (mediasinya),” ujarnya kepada MPI, Selasa (4/10/2022).
Menurut Jimly, DPR sudah melanggar Undang-undang dasar (UUD) 1945 dan UU MK soal pemberhentian hakim konstitusi Aswanto. DPR juga dinilai tidak memahami maksud dari Putusan MK Nomor 96/PUU-XVIII/2022. "Jadi keputusan DPR itu tidak bisa ditindaklanjuti karena salah," tuturnya.
Menurut Jimly, ini sebenarnya persoalan yang sederhana, hanya karena salah faham. Dia menjelaskan, pemberhentian hakim konstitusi harus berdasarkan keputusan MK untuk ditindaklanjuti lewat keputusan presiden (Keppres). "Kalau pengangkatan baru, keppres ditetapkan oleh presiden atas surat dari lembaga yang memilihnya, menyusulkan," kata Jimly.
Jimly menyatakan, kalau tidak ada pemberhentian, makatak ada kekosongan jabatan. Apabila tidak ada kekosongan jabatan, DPR pun tak bisa mengusulkan hakim konstitusi yang baru. "Jadi 9 hakimnya kan tidak ada pemberhentian, tidak ada kekosongan. Aswanto baru berakhir tahun depan Maret 2024," jelasnya.
Kata dia, jelas keputusan DPR ini tidak bisa dibenarkan dan hakim Aswanto pun tidak bisa diberhentikan. Begitupun keputusan DPR yang menunjuk Sekjen MK Guntur Hamzah menggantikan Aswanto.
"Tidak, berhentinya itu harus dengan pelantikan, dan dasar pelantikan itu dengan Kepres. Kepres baru bisa terbit kalau ada surat usulan dari MK, bukan dari DPR," tegasnya.
Dirinya pun meminta agar Joko Widodo segera memanggil ketua DPR dan MK. "Presiden tidak bisa menerbitkan Kepres dan tahun 2022, sampe 2023 tidak ada kekosongan jabatan sehingga tidak bisa mengambil hakim baru karena tidak ada kekosongan jabatan kalo orang diangkat baru hakimnya nambah nah kekosongan jabatan hanya mungkin kalo ada yang meninggal , berhenti, atau diberhentikan, ini gak ada yang diberhentikan," jelasnya.
(muh)