Tragedi Kanjuruhan, Aktivis NU Pertanyakan Penggunaan Gas Air Mata di Stadion

Senin, 03 Oktober 2022 - 17:12 WIB
loading...
Tragedi Kanjuruhan,...
Ulama Muda Jatim, M Habibi mempertanyakan penggunaan gas air mata dalam stadion ketika tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 125 suporter Arema. Foto/ANTARA
A A A
JAKARTA - Meninggalnya 125 penonton sepak bola setelah laga Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan , Malang, Jawa Timur meninggalkan luka mendalam. Tragedi yang menewaskan ratusan orang itu merupakan peristiwa memalukan dunia sepak bola Indonesia.

Ulama Muda Jatim, M Habibi mengatakan korban tewas bukan karena suporter yang turun ke lapangan melainkan karena panik saat aparat menembakkan gas air mata ke arah tribun. Dia menjelaskan gas yang membuat mata sakit dan dada sesak diduga menjadi pemicu para penonton berusaha menyelamatkan diri keluar.



Namun karena pintu terlalu kecil dan tak ada jalur evakuasi, mereka saling berhimpitan hingga kehabisan napas. Padahal, aturan dalam dunia persepakbolaan dengan tegas melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion.

"Sesuai Aturan FIFA penggunaan gas air mata saat pertandingan sepak bola memang dilarang. FIFA menulis aturan dengan Pasal 19 b soal pengaman di pinggir lapangan. Bunyinya, "No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan)," ujar Habibi dalam keterangan tertulis, Senin (3/92022).

Maka itu, dia mempertanyakan penggunaan gas air mata di dalam stadion itu. "Tapi fakta di lapangan, kenapa polisi cara menyelesaikanya dengan menembakkan gas air mata ke beberapa Tribun? Padahal hal tersebut sudah menyalahi aturan FIFA," imbuhnya.

Dia mempertanyakan apakah aparat kepolisian tidak mengetahui aturan itu. "Ataukah polisi tidak tau protap pertandingan sepak bola nasional?" tanya Aktivis NU ini.

Habibi menilai Kapolda Jatim dan Kapolres Malang harus bertanggung jawab dengan adanya tragedi ini. Di sinilah menurutnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus tegas untuk mencopot Kapolda Jatim dan Kapolres Malang karena polisi sebagai penanggung jawab penuh keamanan selama pertandingan.

"Apalagi menurut kabar yang saya dengar, Nico selaku Kapolda Jatim tidak terlihat di lokasi. Ini fatal sekali. Kejadian seperti ini tapi Kapolda tak terlihat," jelas mahasiswa Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen Pascasarjana Universitas Indonesia ini.

Selain Itu, ia juga menilai Ketum PSSI Mochammad Iriawan juga harus mengundurkan diri dari jabatannya.

"Harusnya malu dan sadar diri, pasalnya tragedi Kanjuruhan merupakan sejarah terburuk di persepakbolaan Tanah Air. Kita bisa lihat usia sepak bola negara kita ini sudah tidak muda lagi, harusnya skema pertandingan dan keamanan penonton harus menjadi perhatian khusus," tutupnya.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2038 seconds (0.1#10.140)