Membangun Sistem Transaksi Perdagangan Aset Kripto

Senin, 03 Oktober 2022 - 16:07 WIB
loading...
Membangun Sistem Transaksi Perdagangan Aset Kripto
Didid Noordiatmoko (Foto: Ist)
A A A
Didid Noordiatmoko
Plt Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi

DI TENGAH kondisi ekonomi dunia pada 2023 yang diprediksi penuh dengan risiko dan ketidakpastian, ada satu kondisi yang memberikan optimisme dan menyejukkan. Pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia diproyeksikan tumbuh hingga delapan kali lipat menjadi Rp4.531 triliun pada 2030, dibandingkan dengan 2020 dengan pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 1,5 kali lipat menjadi Rp24.000 triliun pada 2030, dibandingkan dengan 2020.

Baca Juga: koran-sindo.com

Per Agustus tahun lalu, 50% PDB di Asia Tenggara disumbang oleh Indonesia dengan nilai USD1,05 triliun. Sementara per Agustus tahun lalu nilai ekonomi digital Indonesia tercatat sebesar Rp638 triliun (kurs Rp14.500 per USD) atau setara dengan 42% dari total nilai ekonomi digital di Asia Tenggara.

Ke depan, ekonomi digital yang di dalamnya, termasuk financial technology (Fintech), aset kripto, dan niaga elektronik memiliki potensi yang besar dalam kontribusinya bagi pertumbuhan perekonomian nasional.

Dalam pengembangan aset kripro, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) telah melakukan proses panjang membangun ekosistem perdagangan aset kripto, termasuk kesiapan Bursa Aset Kripto yang terintegrasi dengan ekosistem lainnya seperti Lembaga Kliring, Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto, dan Pedagang Fisik Aset Kripto.

Bappebti memandang bahwa pengaturan perdagangan aset kripto wajib dilakukan terkait perlindungan dana nasabah dan memberikan kepastian hukum berusaha dan memandang dinamika perdagangan aset kripto sebagai sesuatu yang baik.

Kondisi pasar yang berubah-ubah adalah sesuatu yang wajar. Pada 2021, total nilai transaksi mencapai Rp859,5 triliun. Sementara total nilai transaksi Januari hingga Agustus 2022 sebesar Rp249,3 triliun atau turun 56,35 % dibandingkan periode Januari hingga Agustus 2021 sebesar Rp571,1 triliun (yoy).

Fenomena penurunan mayoritas aset kripto ini lebih dikenal dengan istilah crypto winter. Berdasarkan informasi yang dihimpun, penurunan nilai aset kripto belakangan ini disebabkan beberapa hal. Pertama, peningkatan acuan suku bunga oleh Bank Sentral Amerika (The Fed) untuk menekan inflasi di mana per Juli 2022 acuan suku bunga yang ditetapkan berada pada rentang 2,25% sampai dengan 2,5%. Kenaikan suku bunga ini membuat investor mengalihkan dananya untuk disimpan pada bank dibandingkan diinvestasikan pada aset kripto.

Kedua, kejadian yang dialami oleh koin LUNA dan TerraUSD yang secara signifikan anjlok dalam waktu satu hari saja. Hal ini menimbulkan kepanikan kepada para investor sehingga dikhawatirkan merembet kepada jenis aset kripto lain.

Ketiga, dengan adanya kejadian koin LUNA dan TerraUSD membuat kepanikan dan penurunan harga merembet kepada koin ‘induk’, yaitu Bitcoin. Dengan penurunan koin ‘induk’ ini, aset kripto lain juga terpengaruh mengalami penurunan.

Keempat, dengan adanya konflik Rusia dan Ukraina menyebabkan ketidakpastian dan inflasi global. Beberapa analis menyebutkan bahwa harga-harga saham juga mengalami penurunan dan memengaruhi instrumen investasi lainnya seperti aset kripto. Selain itu, analis juga menyebutkan bahwa spekulan lebih tertarik untuk berinvestasi pada komoditi pangan dan energi yang cenderung konservatif dan memiliki kondisi yang relatif berfluktuatif dengan adanya konflik Rusia dan Ukraina.

Kelima, industri aset kripto saat ini sedang mengalami winter season di mana perdagangan kripto telah menemui titik jenuhnya sehingga harga Bitcoin akan masuk pada tahap yang cukup panjang hingga nanti bertemu kembali pada halving selanjutnya. Proses halving adalah momen di mana terjadinya pengurangan reward bagi miners sebanyak 50% dari reward sebelumnya. Hal ini memicu kelangkaan dan akan menggerakkan harga ke atas sesuai dengan hukum pasar supply dan demand.

Jika dilihat dari sisi pelanggan, jumlah pelanggan aset kripto terdaftar sampai dengan Agustus 2022 tercatat sebesar 16,1 juta pelanggan dengan rata-rata kenaikan jumlah pelanggan terdaftar sebesar 725.000 pelanggan per bulan. Hal ini menunjukkan minat masyarakat untuk berinvestasi di perdagangan aset kripto terus meningkat sehingga Bappebti menilai perlu adanya pengawasan yang baik untuk menjaga agar kondisi perdagangan aset kripto di Indonesia tetap kondusif.

Sebagai salah satu alternatif investasi, aset kripto merupakan instrumen investasi yang relatif lebih volatil dibandingkan dengan instrumen investasi lainnya. Volatil dalam artian instrumen ini dapat mengalami kenaikan atau penurunan nilai yang drastis dan dalam waktu cepat. Hal ini yang membuat instrumen ini memiliki risiko yang tinggi. Kendati demikian, dengan volatilitas yang tinggi ini aset kripto juga menawarkan keuntungan dalam waktu yang relatif singkat dan jumlah yang banyak.

Beberapa keuntungan investasi dari aset kripto di antaranya memiliki waktu transaksi yang tidak terbatas seperti instrumen saham, dalam artian transaksi aset kripto dapat dilakukan kapan saja dan tidak terdapat hari libur (24 jam x 7 hari).

Transaksi aset kripto dapat dilakukan lintas negara dan tidak terdapat birokrasi yang rumit sehingga bisa transparan, cepat, dan praktis. Selain itu, keuntungan dalam berinvestasi dengan aset kripto terlindungi dari upaya pencurian identitas serta biaya transaksi yang relatif lebih rendah.

Terakhir, setiap pengguna cryptocurrency bisa melihat semua transaksi yang sudah pernah dilakukan, tetapi pengguna tetap tidak akan bisa mengetahui transaksi tersebut dilakukan oleh pihak lain.

(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2666 seconds (0.1#10.140)