Lubang Besar di Markas Sarbutri saat G30S PKI

Jum'at, 30 September 2022 - 15:16 WIB
loading...
Lubang Besar di Markas...
Sekretaris Persit di lingkungan Kostrad pada 1965, Tati Sumiyati Darsoyo. FOTO/REPRO BUKU PAK HARTO THE UNTOLD STORIES
A A A
JAKARTA - Tati Sumiyati Darsoyo dipanggil ke kediaman Panglima Kostrad (Pangkostrad) Mayjen TNI Soeharto di Jalan Agus Salim, Menteng, Jakarta Pusat, sehari setelah meletusnya peristiwa G30S PKI . Tati sedang ditinggal suaminya Komandan Batalyon Kostrad Zeni Tempur VII Letkol Darsoyo bertugas di Medan, Sumatera Utara.

"Pak Harto meminta saya tidak keluar rumah dan juga menyiapkan pakaian secukupnya," kata Tati Sumiyati seperti dikutip dari buku Pak Harta The Untold Stories (2012), Jumat (30/9/2022).

Permintaan Soeharto itu menyusul situasi genting setelah adanya gerakan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) menculik dan membunuh sejumlah perwira dan Dewan Jenderal pada 30 September 1965. Gerakan ini kemudian dikenal dengan istilah G30S PKI.

Baca juga: Sejarah G30S PKI: Latar Belakang, Tujuan, dan Kronologinya

Tati diminta bersiap-siap sehingga ketika situasi tidak terkendali, dirinya akan dijemput untuk mengungsi. "Tapi jalau sampai lewat jam 12 malam tidak terjadi apa-apa, berarti keadaan berhasil dikuasai," kata Sekretaris Persit di lingkungan Kostrad itu menirukan ucapan Soeharto.

Paviliun yang ditinggali Tati berada di Jalan Waringin, Menteng, Jakpus berdekatan dengan Kantor Sarbutri (Serikat Buruh dan Tani) yang berafiliasi dengan PKI. Dari tempat tinggalnya, Tati menyaksikan aktivitas di Kantor Sarbutri meningkat tajam menjelang G30S PKI meletus.

"Umbul-umbul organisasi itu berkibar-kibar di sepanjang Jalan Waringin. Para pemuda berseragam Pemuda Rakyat datang silih berganti," tutur Tati.

Aktivitas tinggi di Kantor Sarbutri tidak berhenti setelah peristiwa pembunuhan penculikan dan pembunuhan perwira dan Dewan Jenderal. Setiap hari puluhan orang terlihat berada di kantor itu tanpa terpantau aparat keamanan.

Baca juga: Pangkat Terakhir 7 Pahlawan Revolusi Setelah Mendapatkan Penghargaan Anumerta

Melihat aktivitas itu, Tati memberanikan diri melaporkan ke Garnisun Ibu Kota. Tak berselang lama, aparat keamanan datang memantau langsung situasi di Jalan Waringin.

"Rumah saya dijadikan pos pengintaian. Saya dan anak diungsikan," tutur perempuan kelahiran Semarang, 1938 itu.

Setelah beberapa hari dipantau, akhirnya markas Sarbutri digerebek. Sekitar 40 pemuda beserta senjata tajam dan senjata api berhasil diamankan petugas. Di markas itu juga ditemukan lubang berukuran lebih dari 25 meter persegi .

"Saya ingat suatu hari pengurus Sarbutri pernah minta izin memperbaiki saluran air yang rusak, boleh jadi lubang itu akan digunakan untuk menimbun lawan-lawan politik mereka," kata Tati yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Mendikbud di era Orde Lama ini.

Kemampuan Soeharto dalam mengendalikan situasi pascameletusnya G30S PKI diakui Mayjen (Purn) Soetoyo NK. Saat itu, Soetoyo merupakan taruna Akademi Militer Nasional yang tengah menunggu pelantikan Perwira.

Dia menuturkan, pada 1 Oktober 1965, TNI Angkatan Darat berada dalam tekanan luar biasa karena seluruh pucuk pimpinannya diculik dan dibunuh dalam Gerakan 30 September yang dilakukan oleh PKI. Namun Soeharto yang kemudian ditunjuk menjadi Penjabat Sementara (Pjs) Menteri Panglima Angkatan Darat mampu menguasai keadaan dalam waktu tak lebih dari 12 jam.

"Pak Harto mampu membalikkan keadaan, menguasainya sekaligus menjadikan TNI AD sebagai pihak yang paling menekan," ujar Soetoyo dikutip dari buku Pak Harto The Untold Stories.

Tiga bulan kemudian, tepatnya 21 Desember 1965, saat pelantikan perwira TNI AD, Soeharto yang telah resmi menjadi Menpangad berdiri di atas panggung kehormatan mendampingi Presiden Soeharto.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1016 seconds (0.1#10.140)