Sejarah dan Latar Belakang Terjadinya Perjanjian Renville
loading...
A
A
A
Sedangkan delegasi Belanda berjumlah 13 orang ditambah 2 sekretaris. Salah satu delegasinya adalah orang Indonesia yang Pro Belanda, yakni Abdulkadir Widjojoatmodjo yang menjadi ketuanya.
Dalam perundingan ini diawali dengan pidato pembukaan masing-masing perwakilan
delegasi. Amir Syarifudin sendiri yang berlaku sebagai ketua delegasi Indonesia menyampaikan pidatonya dengan optimis.
Namun berjalannya perundingan ini menjadi semakin alot karena dari pihak Indonesia dan Belanda memiliki pandangan dan keyakinan yang berseberangan tentang konflik yang dialaminya.
Situasi berubah menjadikan Indonesia terjepit. Sembari meminta pandangan tokoh-tokoh nasional Indonesia, Amir pada akhirnya mengambil keputusan untuk menandatangani perundingan tersebut.
Baca juga : Peristiwa Rengasdengklok, Tonggak Sejarah Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Pada 17 Januari 1948, perjanjian Renville resmi disepakati dan ditandatangani. Dalam hasilnya, wilayah kekuasaan Indonesia menjadi lebih sempit dan hanya meliputi Jawa Tengah, ujung barat Jawa, dan Banten.
Selain itu, Perjanjian Renville ini menghasilkan 10 pasal gencatan senjata, 12 prinsip politik, 6 pasal tambahan dari prinsip dari KTN dan secara langsung menuai reaksi keras dari pihak Indonesia.
Secara keseluruhan, hasil dari Perjanjian Renville sangat merugikan pihak Indonesia. Kecaman dan bentuk kekecewaan terlontar kepada Amir Syarifudin yang berlaku sebagai ketua delegasi.
Pada akhirnya, Amir memilih untuk mengundurkan diri dari kursi pemerintahan dan mengembalikan mandat Perdana Menteri Indonesia kepada Presiden Soekarno.
Selain mempersempit wilayah RI, Perjanjian Renville juga menimbulkan perpecahan di tubuh pemerintahan. Masyumi dan PNI yang menjadi pendukung Kabinet Amir mulai menarik diri.
Dalam perundingan ini diawali dengan pidato pembukaan masing-masing perwakilan
delegasi. Amir Syarifudin sendiri yang berlaku sebagai ketua delegasi Indonesia menyampaikan pidatonya dengan optimis.
Namun berjalannya perundingan ini menjadi semakin alot karena dari pihak Indonesia dan Belanda memiliki pandangan dan keyakinan yang berseberangan tentang konflik yang dialaminya.
Situasi berubah menjadikan Indonesia terjepit. Sembari meminta pandangan tokoh-tokoh nasional Indonesia, Amir pada akhirnya mengambil keputusan untuk menandatangani perundingan tersebut.
Baca juga : Peristiwa Rengasdengklok, Tonggak Sejarah Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Pada 17 Januari 1948, perjanjian Renville resmi disepakati dan ditandatangani. Dalam hasilnya, wilayah kekuasaan Indonesia menjadi lebih sempit dan hanya meliputi Jawa Tengah, ujung barat Jawa, dan Banten.
Selain itu, Perjanjian Renville ini menghasilkan 10 pasal gencatan senjata, 12 prinsip politik, 6 pasal tambahan dari prinsip dari KTN dan secara langsung menuai reaksi keras dari pihak Indonesia.
Secara keseluruhan, hasil dari Perjanjian Renville sangat merugikan pihak Indonesia. Kecaman dan bentuk kekecewaan terlontar kepada Amir Syarifudin yang berlaku sebagai ketua delegasi.
Pada akhirnya, Amir memilih untuk mengundurkan diri dari kursi pemerintahan dan mengembalikan mandat Perdana Menteri Indonesia kepada Presiden Soekarno.
Selain mempersempit wilayah RI, Perjanjian Renville juga menimbulkan perpecahan di tubuh pemerintahan. Masyumi dan PNI yang menjadi pendukung Kabinet Amir mulai menarik diri.