Firasat Akhir Hayat, Jenderal Paling Dihormati Ini Keliling TMP Kalibata Sebelum Wafat

Sabtu, 17 September 2022 - 08:17 WIB
loading...
A A A
Dari situ, dia melangkah ke makam Umar Wirahadikusumah. Pagi beranjak siang, matahari mulai menyengat. Namun, tulis Atmadji, Jusuf masih enggan beranjak. “Tolong ke tempatnya Panggabean,” tutur dia.

Sjafrie terlihat ragu. Bukan apa-apa, makam mendiang Jenderal TNI Maraden Panggabean berada di sisi lain. Sekadar diketahui, kompleks makam non-muslim berada di bagian kiri pintu gerbang. Menuju tempat itu lumayan jauh. Sjafrie khawatir Jusuf kelelahan mengingat kondisi fisiknya yang tak lagi sekuat dulu. Namun Jusuf bergeming.

“Ya, kita ke sana,” ucapnya. Praktis, selama dua jam Jusuf berkeliling mengunjungi para sahabatnya yang telah dulu menghadap Yang Maha Kuasa. Dia bahkan seolah tak memedulikan kondisinya yang saat itu mulai sakit-sakitan.

Atmadji menggambarkan ziarah itu semacam firasat. “Apakah dia sudah mengetahui hidupnya tak lama lagi? Atau dia memersiapkan diri untuk suatu perjalanan yang kekal baginya?" tanya dia.

Wafat di Makassar
Mendung duka datang menggelayut pada 8 September 2004. Jusuf meninggal dengan tenang di rumahnya, Jalan Sungai Tangka, Makassar. Pemakaman yang dilakukan sehari berikutnya atau 9 September 2004 menjadi lautan belasungkawa. Ribuan orang mulai masyarakat biasa hingga tokoh nasional mendatangi rumah duka. Isak tangis mewarnai hari kelam itu.

Dari Jakarta Panglima TNI Jenderal TNI Endriartono Sutarto datang. Begitu juga tiga kepala staf angkatan. Sebelum upacara pemakaman, jenazah Jusuf dibaringkan 20 menit di Masjid Raya Al Markaz Al Islami yang didirikannya. Ribuan orang datang untuk ikut menyolati.

Andai saja di hari itu tidak terjadi ledakan bom di depan Kedutaan Besar Australia, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Pusat, niscaya seluruh pemberitaan akan tertuju atas meninggalnya salah satu jenderal paling dihormati prajurit tersebut. Jusuf dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Panekukang. Sosok sederhana itu dikebumikan dengan cara sederhana pula.

Lahir dari keluarga bangsawan Bugis, Jusuf melalui banyak perjalanan sejarah. Mula-mulai dia bergabung dengan Devosi Rakyat Indonesia dari Sulawesi (KRIS) ketika Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Bersama rekan-rekannya mereka kemudian berlayar ke Jawa. Jusuf awalnya masuk Angkatan Laut dan pernah menjadi ajudan Letnan Kolonel Kahar Muzakkar di Yogyakarta.

Pada 1949 dia masuk Angkatan Darat di bagian Polisi Militer. Setahun berikutnya dia menjadi ajudan Kolonel Alex Kawilarang, Pangdam Siliwangi yang juga tokoh di balik pembentukan pasukan elite Kesko III TT. Pasukan ini kelak berubah menjadi RPKAD, Kopassandha dan akhirnya Kopassus hingga kini. Karier Jusuf terus melesat hingga dia dipercaya memegang tongkat komando tertinggi di kampung halamannya, yakni menjadi Pangdam Hasanuddin.

Perjalanan waktu mengantar karier Jusuf ‘berakhir’ di militer. Selepas Pangdam itu, dia ditarik Presiden Soekarno masuk kabinet sebagai menteri. Meski demikian dia masih berstatus tentara aktif. Ketika Soeharto menjadi Presiden, Jusuf masih dipertahankan dalam kabinet. Namun suatu hal tak terduga. Pada 29 Maret 1978 dia dipercaya menjadi Panglima ABRI/Menhankam. Jusuf menggantikan Jenderal Maraden Panggabean.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2215 seconds (0.1#10.140)