Firasat Akhir Hayat, Jenderal Paling Dihormati Ini Keliling TMP Kalibata Sebelum Wafat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Suatu hari di bulan September 2003, telepon genggam Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin berdering. Sang ajudan pembawa ponsel itu buru-buru menyerahkan kepada Sjafrie yang kala itu baru saja turun dari pesawat Hercules C-130 milik TNI AU usai mendampingi Panglima TNI Jenderal TNI Endriartono Sutarto kunjungan ke Aceh.
“Pak, ini Jenderal Jusuf mau bicara,” kata ajudan, sebagaimana diceritakan Atmadji Sumarkidjo dalam buku Jenderal M Jusuf: Panglima Para Prajurit dikutip Sabtu (17/9/2022). Seakan tak percaya, Sjafrie segera membalas. “Halo,” kata jenderal Kopassus lulusan Akademi Militer 1974 ini.
Sayangnya, suara di seberang tidak jelas. Sjafrie pun mengembalikan telepon kepada stafnya. Tapi beberapa menit kemudian, staf tersebut kembali menghampiri Sjafrie. Sama seperti pertama, dia memberitahukan Jenderal Jusuf menghubungi. Namun, lagi-lagi suara jawaban di ujung telepon tidak jelas.
Tak lama, telepon genggam itu kembali berbunyi. Staf kembali menyerahkan kepada Sjafrie. Awalnya, jenderal bintang dua itu agak ragu. Dia sempat berpikir apakah ada orang yang bergurai mengaku-aku sebagai Jenderal Jusuf. Namun keraguannya seketika hilang saat suara di seberang sana terdengar jelas. “Halo, Generaal Sjafrie.”
Kali ini, Sjafrie terkejut. Jika ada orang yang menyapanya dengan ucapan generaal atau jenderal dalam Bahasa Belanda, tentu bukan sosok sembarangan. Terlebih Sjafrie juga ingat betul pemilik suara itu. Dia pun buru-buru menjawab. “Siap, Pak,” ucapnya.
Jenderal Jusuf ternyata meminta Sjafrie datang ke rumahnya. Sesungguhnya Sjafrie saat itu juga menjawab siap datang, tetapi Jusuf justru memintanya tidak buru-buru. Pada waktu yang ditentukan, Sjafrie sowan di kediaman mantan Panglima TNI itu di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.
Setelah bicara beberapa hal, Jenderal Jusuf tiba-tiba meminta Sjafrie mengantarkannya ke Kalibata. “Ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, Pak?” tanya Sjafrie, heran. Jusuf mengiyakan. Jadi lah pagi itu kedua tentara asal Sulawesi Selatan tersebut bergerak ke TMP Kalibata. Seperti biasa, Jusuf yang telah purnawirawan itu ditemani oleh seorang sopir.
Tiba di TMP Kalibata, Sjafrie menanyakan lokasi mana yang akan didatangi terlebih dahulu. “Ke kuburan bapakmu dulu,” tutur Jusuf. Untuk diketahui, mendiang ayah Sjafrie Sjamsoeddin merupakan perwira di Kodam Hasanuddin. Dengan kata lain, ayah Sjafrie pernah menjadi anggota Jusuf semasa menjabat Pangdam Hasanuddin. Di nisan itu, jenderal berdarah Bugis berdoa selama beberapa menit.
Setelah rampung, Sjafrie kembali menanyakan ziarah selanjutnya. “Ke tempat Yani,” ucap Jusuf, singkat. Yang dimaksud tentu saja Letjen TNI Ahmad Yani. Menteri/Panglima TNI Angkatan Darat (kini KSAD) itu gugur dalam tragedi penculikan G30/September yang didalangi PKI.
Dari nisan Yani, Jusuf mengarah ke peristirahatan terakhir mantan Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Jawa Tengah Suparjo Roestam. Ketika Suparjo wafat, Jusuf turut menghadiri pemakaman sahabatnya itu.
“Pak, ini Jenderal Jusuf mau bicara,” kata ajudan, sebagaimana diceritakan Atmadji Sumarkidjo dalam buku Jenderal M Jusuf: Panglima Para Prajurit dikutip Sabtu (17/9/2022). Seakan tak percaya, Sjafrie segera membalas. “Halo,” kata jenderal Kopassus lulusan Akademi Militer 1974 ini.
Sayangnya, suara di seberang tidak jelas. Sjafrie pun mengembalikan telepon kepada stafnya. Tapi beberapa menit kemudian, staf tersebut kembali menghampiri Sjafrie. Sama seperti pertama, dia memberitahukan Jenderal Jusuf menghubungi. Namun, lagi-lagi suara jawaban di ujung telepon tidak jelas.
Tak lama, telepon genggam itu kembali berbunyi. Staf kembali menyerahkan kepada Sjafrie. Awalnya, jenderal bintang dua itu agak ragu. Dia sempat berpikir apakah ada orang yang bergurai mengaku-aku sebagai Jenderal Jusuf. Namun keraguannya seketika hilang saat suara di seberang sana terdengar jelas. “Halo, Generaal Sjafrie.”
Kali ini, Sjafrie terkejut. Jika ada orang yang menyapanya dengan ucapan generaal atau jenderal dalam Bahasa Belanda, tentu bukan sosok sembarangan. Terlebih Sjafrie juga ingat betul pemilik suara itu. Dia pun buru-buru menjawab. “Siap, Pak,” ucapnya.
Jenderal Jusuf ternyata meminta Sjafrie datang ke rumahnya. Sesungguhnya Sjafrie saat itu juga menjawab siap datang, tetapi Jusuf justru memintanya tidak buru-buru. Pada waktu yang ditentukan, Sjafrie sowan di kediaman mantan Panglima TNI itu di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.
Setelah bicara beberapa hal, Jenderal Jusuf tiba-tiba meminta Sjafrie mengantarkannya ke Kalibata. “Ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, Pak?” tanya Sjafrie, heran. Jusuf mengiyakan. Jadi lah pagi itu kedua tentara asal Sulawesi Selatan tersebut bergerak ke TMP Kalibata. Seperti biasa, Jusuf yang telah purnawirawan itu ditemani oleh seorang sopir.
Tiba di TMP Kalibata, Sjafrie menanyakan lokasi mana yang akan didatangi terlebih dahulu. “Ke kuburan bapakmu dulu,” tutur Jusuf. Untuk diketahui, mendiang ayah Sjafrie Sjamsoeddin merupakan perwira di Kodam Hasanuddin. Dengan kata lain, ayah Sjafrie pernah menjadi anggota Jusuf semasa menjabat Pangdam Hasanuddin. Di nisan itu, jenderal berdarah Bugis berdoa selama beberapa menit.
Setelah rampung, Sjafrie kembali menanyakan ziarah selanjutnya. “Ke tempat Yani,” ucap Jusuf, singkat. Yang dimaksud tentu saja Letjen TNI Ahmad Yani. Menteri/Panglima TNI Angkatan Darat (kini KSAD) itu gugur dalam tragedi penculikan G30/September yang didalangi PKI.
Dari nisan Yani, Jusuf mengarah ke peristirahatan terakhir mantan Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Jawa Tengah Suparjo Roestam. Ketika Suparjo wafat, Jusuf turut menghadiri pemakaman sahabatnya itu.