Soal Reshuffle Kabinet, PKS: Kami Oposisi Sendiri Nggak Apa-Apa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka opsi untuk melakukan perombakan (reshuffle) kabinet , menyusul kinerja sejumlah menteri yang dinilai tidak optimal, terutama dalam penanganan pandemi COVID-19. Presiden bahkan mengungkapkan kegeramannya karena di tengah krisis seperti sekarang, kinerja sejumlah menteri dinilai masih biasa-biasa saja.
Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini mengaku sedang melihat Jokowi mengungkapkan kemarahan kepada para pembantunya. "Pak Jokowi marah-marah, saya senang dengan marahnya Pak Jokowi karena sesungguhnya isi marahnya Pak Jokowi itu sudah kami suarakan sejak beberapa bulan yang lalu, jadi kami merasa terwakili oleh Pak Jokowi," kata Jazuli dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk "Kemarahan Presiden Berujung Reshuffle Kabinet ?" di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/7/2020).
Jazuli melihat dalam video tersebut Jokowi benar-benar marah karena isi ungkapan kemarahannya ditulis. "Itu menunjukkan bahwa itu serius makanya kalau saya menafsirkannya dia serius marahnya karena isi marahnya itu ditulis," katanya.( )
Mengenai isu reshuffle, Jazuli mengatakan bahwa itu menjadi kewenangan mutlak dari Presiden. PKS yang sejak awal memilih sebagai oposisi, kata Jazuli, tidak mau mencampuri urusan reshuffle yang digaungkan Presiden. "PKS tahu diri karena kita oposisi maka begitu ada (wacana) reshuffle, saya secara pribadi dan institusi Fraksi PKS tidak elok, ikut-ikutan tentang mengintervensi reshuffle ini. Itu hak prerogatifnya Pak Jokowi," tuturnya.
PKS pun tidak peduli jika dalam skema kocok ulang kabinet nanti membuat PKS harus berjalan sendirian sebagai parpol oposisi. Diketahui, saat ini selain PKS, masih ada Partai Demokrat dan PAN yang tidak masuk dalam pemerintahan. "Golkar mau ditambah lagi itu haknya bapak Presiden, Bapak Misbakhun (politisi Golkar) masuk menteri apa, umpamanya kan, secara pribadi saya senang kalau jadi menteri karena teman saya baik, umpamanya," ungkapnya.
"Bapak Daulay (politikus PAN Saleh Partaonan Daulay) masuk jadi Menteri Agama umpama, umpama, kita senang-senang aja, meskipun umpamanya PKS harus sendirian, nggak oposisi, yang oposisi ya enggak apa-apa, emang kita udah niat dari awal (oposisi)," katanya.( )
Bagi PKS , kata Jazuli, hal yang lebih penting dari reshuffle, termasuk siapa pun orang yang bakal ditunjuk Jokowi masuk kabinet, yakni bagaimana kabinet baru nanti bisa menjawab tuntutan rakyat. "Ini yang paling penting," ungkapnya.
Dikatakan Jazuli, saat ini masalah COVID-19 menjadi persoalan paling mendasar yang dihadapi bangsa ini sehingga harus menjadi perhatian bersama. "Jadi itu intinya. Bagaimana kabinet kedepan bisa menjawab tuntutan dan harapan rakyat," katanya.
Seperti ketika kampanye, di mana Jokowi memiliki jargon "Kerja, Kerja, Kerja", maka saat ini, kata Jazuli, kinerja Jokowi dan kabinetnya harus bisa dirasakan oleh rakyat. Jazuli berharap Jokowi tidak berhenti hanya dengan mengungkapkan kemarahan tapi harus ada tindak lanjut yang lebih konkret.
"Saya mohon dan berharap, berharap aja ya, saya berharap Bapak Jokowi tidak mentok dan selesai pada kemarin marah-marahnya itu, ga sampai situ. Tetapi marah itu harus ada tindak lanjut implementasinya. Kalau marah-marah doang kemudian gak ada tindak lanjut, bisa jadi orang menyimpulkan yang dibilang tadi, ini hanya gimmick," katanya.
Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini mengaku sedang melihat Jokowi mengungkapkan kemarahan kepada para pembantunya. "Pak Jokowi marah-marah, saya senang dengan marahnya Pak Jokowi karena sesungguhnya isi marahnya Pak Jokowi itu sudah kami suarakan sejak beberapa bulan yang lalu, jadi kami merasa terwakili oleh Pak Jokowi," kata Jazuli dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk "Kemarahan Presiden Berujung Reshuffle Kabinet ?" di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/7/2020).
Jazuli melihat dalam video tersebut Jokowi benar-benar marah karena isi ungkapan kemarahannya ditulis. "Itu menunjukkan bahwa itu serius makanya kalau saya menafsirkannya dia serius marahnya karena isi marahnya itu ditulis," katanya.( )
Mengenai isu reshuffle, Jazuli mengatakan bahwa itu menjadi kewenangan mutlak dari Presiden. PKS yang sejak awal memilih sebagai oposisi, kata Jazuli, tidak mau mencampuri urusan reshuffle yang digaungkan Presiden. "PKS tahu diri karena kita oposisi maka begitu ada (wacana) reshuffle, saya secara pribadi dan institusi Fraksi PKS tidak elok, ikut-ikutan tentang mengintervensi reshuffle ini. Itu hak prerogatifnya Pak Jokowi," tuturnya.
PKS pun tidak peduli jika dalam skema kocok ulang kabinet nanti membuat PKS harus berjalan sendirian sebagai parpol oposisi. Diketahui, saat ini selain PKS, masih ada Partai Demokrat dan PAN yang tidak masuk dalam pemerintahan. "Golkar mau ditambah lagi itu haknya bapak Presiden, Bapak Misbakhun (politisi Golkar) masuk menteri apa, umpamanya kan, secara pribadi saya senang kalau jadi menteri karena teman saya baik, umpamanya," ungkapnya.
"Bapak Daulay (politikus PAN Saleh Partaonan Daulay) masuk jadi Menteri Agama umpama, umpama, kita senang-senang aja, meskipun umpamanya PKS harus sendirian, nggak oposisi, yang oposisi ya enggak apa-apa, emang kita udah niat dari awal (oposisi)," katanya.( )
Bagi PKS , kata Jazuli, hal yang lebih penting dari reshuffle, termasuk siapa pun orang yang bakal ditunjuk Jokowi masuk kabinet, yakni bagaimana kabinet baru nanti bisa menjawab tuntutan rakyat. "Ini yang paling penting," ungkapnya.
Dikatakan Jazuli, saat ini masalah COVID-19 menjadi persoalan paling mendasar yang dihadapi bangsa ini sehingga harus menjadi perhatian bersama. "Jadi itu intinya. Bagaimana kabinet kedepan bisa menjawab tuntutan dan harapan rakyat," katanya.
Seperti ketika kampanye, di mana Jokowi memiliki jargon "Kerja, Kerja, Kerja", maka saat ini, kata Jazuli, kinerja Jokowi dan kabinetnya harus bisa dirasakan oleh rakyat. Jazuli berharap Jokowi tidak berhenti hanya dengan mengungkapkan kemarahan tapi harus ada tindak lanjut yang lebih konkret.
"Saya mohon dan berharap, berharap aja ya, saya berharap Bapak Jokowi tidak mentok dan selesai pada kemarin marah-marahnya itu, ga sampai situ. Tetapi marah itu harus ada tindak lanjut implementasinya. Kalau marah-marah doang kemudian gak ada tindak lanjut, bisa jadi orang menyimpulkan yang dibilang tadi, ini hanya gimmick," katanya.
(abd)