Korupsi Proyek Dermaga Sabang, 2 Korporasi Divonis Hari Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat mengagendakan sidang pembacaan vonis terhadap dua korporasi dalam perkara korupsi pembangunan Dermaga Sabang hari ini. Kedua korporasi tersebut adalah PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati.
"Sesuai penetapan Majelis Hakim, hari ini dijadwalkan pembacaan putusan perkara terdakwa korporasi PT Nindya Karya dkk," kata Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Kamis (15/9/2022).
KPK meyakini majelis hakim bakal memutus bersalah kedua terdakwa korporasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. Diharapkan KPK, putusan yang dijatuhi majelis hakim dapat sesuai dengan tuntutan yang dilayangkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU). Apalagi, kata Ali, seluruh perbuatan terdakwa terbukti di persidangan.
"Sebagai efek jera, maka pemidanaan para pelaku korupsi tidak hanya harus dihukum penjara, akan tetapi penting bila mereka pun juga dapat dihukum dengan denda, kewajiban pembayaran uang pengganti dari hasil korupsi yang dinikmatinya serta perampasan asset yang berasal dari kejahatan korupsi," beber Ali.
Sebelumnya, tim jaksa KPK menuntut PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati agar dijatuhi pidana denda dan kewajiban bayar uang pengganti. PT Nindya Karya dituntut bayar denda Rp900 juta dan uang pengganti Rp44.681.053.100 (Rp44,6 miliar). Sedangkan PT Tuah Sejati, dituntut bayar denda Rp900 juta dan uang pengganti Rp49.908.196.378 (Rp49,9 miliar).
"Menyatakan terdakwa satu PT Nindya Karya Persero dan terdakwa dua PT Tuah Sejati telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa KPK Agus Prasetya Raharja saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis, 4 Agustus 2022.
Jaksa membeberkan, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dituntut wajib bayar denda Rp900 juta paling lambat satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Jika terdapat alasan yang kuat tidak dapat bayar denda dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka akan diperpanjang selama satu bulan.
"Dan jika para terpidana tidak membayar uang denda dimaksud, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar denda tersebut," sambungnya.
Lebih lanjut, Jaksa juga menuntut PT Nindya Karya untuk bayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp44.681.053.100. Dalam hal ini, PT Nindya Karya telah menyerahkan uang senilai Rp44,6 miliar tersebut ke KPK. Dengan demikian, PT Nindya Karya dianggap telah melunasi pembayaran uang pengganti.
Kemudian, terhadap PT Tuah Sejati, dituntut untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp49.908.196.378. Dengan ketentuan, jika tidak membayar uang pengganti paling lama satu bulan dan diperpanjang kembali satu bulan dengan alasan yang kuat setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum, maka harta bendanya akan disita.
PT Tuah Sejati diketahui pernah menyerahkan uang senilai Rp9 miliar ke KPK. Uang tersebut rencananya akan digunakan jaksa untuk mencicil uang pengganti senilai Rp49,9 miliar. Jaksa menuntut agar PT Tuah Sejati melunasi kewajiban uang pengganti.
Dalam perkara ini, PT Nindya Karya didakwa bersama-sama PT Tuah Sejati telah melakukan korupsi terkait pelaksanaan pekerjaan pembangunan Dermaga Sabang pada Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang tahun anggaran 2004-2011. Kedua korporasi itu didakwa telah merugikan keuangan negara Rp313.345.743.535 (Rp313 miliar).
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati didakwa melakukan korupsi bersama-sama dengan sejumlah pihak yakni, Heru Sulaksono selaku Kuasa Nindya Sejati Joint Operation (JO) sebagai penyedia barang dalam proyek pembangunan Dermaga Bongkar Sabang dan Almarhum Ramadhani Ismy selaku PPK pada Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.
Kemudian, mantan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), Almarhum T Syaiful Achmad; Pegawai PT Nindya Karya cabang Sumut dan Aceh yang ditunjuk sebagai Kepala Proyek pembangunan Dermaga, Sabir Said; Kepala BPKS merangkap Kuasa Pengguna Anggaran Tahun 2004, Zubir Rahim; Pj Kepala BPKS merangkap Pengguna Anggaran, Nasruddin Daud.
Selanjutnya, Kepala BPKS merangkap Kuasa Pengguna Anggaran tahun 2011, Ruslan Abdul Gani; tenaga lepas BPKS, Ananta Sofwan; pimpinan proyek tahun 2004, Zulkarnaen Nyak Abbas; Direktur PT Budi Perkasa Alam, Zaldy Noor; Komisaris Utama PT Budi Perkasa Alam, Pratomo Sentosanengtyas; Dirut PT Swarna Baja Pacific, Pandu Lokiswar Salam; serta Komisaris Utama PT Budi Perkasa Alam, Askaris Chioe.
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati bersama dengan sejumlah pihak tersebut telah melakukan perbuatan yang menguntungkan orang lain serta korporasi terkait pekerjaan Pembangunan Dermaga Sabang pada Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang (BPKS) Tahun Anggaran 2004-2011.
Dalam PT Nindya Karya diuntungkan Rp44.681.053.100 (Rp44,6 miliar) dari proyek pekerjaan pembangunan Dermaga Sabang. Sedangkan PT Tuah Sejati didakwa mendapat keuntungan sejumlah Rp49.908.196.378 (Rp49,9 miliar). Kemudian, Heru Sulaksono sejumlah Rp34.055.972.542 (Rp34 miliar).
Lantas, Almarhum T Syaiful Achmad sejumlah Rp7,49 miliar; Almarhum Ramadhani Ismy sejumlah Rp3,2 miliar; Sabir Said sejumlah Rp12,7 miliar; Bayu Ardhianto sejumlah Rp4,3 miliar; Syaiful Ma'ali sejumlah Rp1,2 miliar; Taufik Reza sejumlah Rp1,35 miliar; Zainuddin Hamid Rp7,5 miliar; Ruslan Abdul Gani sejumlah Rp100 juta; Zulkarnaen Nyak Abbas Rp100 juta; Ananta Sofwan Rp977 juta.
Sementara korporasi yang diperkaya terkait proyek ini yaitu, PT Budi Perkasa Alam sejumlah Rp14,3 miliar dan PT Swarna Baja Pacific (SBP) sejumlah Rp1,7 miliar serta pihak-pihak lainnya sejumlah Rp129 miliar. Atas perbuatan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dan sejumlah pihak lainnya, negara dirugikan sejumlah Rp313 miliar.
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dianggap melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
"Sesuai penetapan Majelis Hakim, hari ini dijadwalkan pembacaan putusan perkara terdakwa korporasi PT Nindya Karya dkk," kata Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Kamis (15/9/2022).
KPK meyakini majelis hakim bakal memutus bersalah kedua terdakwa korporasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. Diharapkan KPK, putusan yang dijatuhi majelis hakim dapat sesuai dengan tuntutan yang dilayangkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU). Apalagi, kata Ali, seluruh perbuatan terdakwa terbukti di persidangan.
"Sebagai efek jera, maka pemidanaan para pelaku korupsi tidak hanya harus dihukum penjara, akan tetapi penting bila mereka pun juga dapat dihukum dengan denda, kewajiban pembayaran uang pengganti dari hasil korupsi yang dinikmatinya serta perampasan asset yang berasal dari kejahatan korupsi," beber Ali.
Sebelumnya, tim jaksa KPK menuntut PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati agar dijatuhi pidana denda dan kewajiban bayar uang pengganti. PT Nindya Karya dituntut bayar denda Rp900 juta dan uang pengganti Rp44.681.053.100 (Rp44,6 miliar). Sedangkan PT Tuah Sejati, dituntut bayar denda Rp900 juta dan uang pengganti Rp49.908.196.378 (Rp49,9 miliar).
"Menyatakan terdakwa satu PT Nindya Karya Persero dan terdakwa dua PT Tuah Sejati telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa KPK Agus Prasetya Raharja saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis, 4 Agustus 2022.
Jaksa membeberkan, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dituntut wajib bayar denda Rp900 juta paling lambat satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Jika terdapat alasan yang kuat tidak dapat bayar denda dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka akan diperpanjang selama satu bulan.
"Dan jika para terpidana tidak membayar uang denda dimaksud, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar denda tersebut," sambungnya.
Lebih lanjut, Jaksa juga menuntut PT Nindya Karya untuk bayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp44.681.053.100. Dalam hal ini, PT Nindya Karya telah menyerahkan uang senilai Rp44,6 miliar tersebut ke KPK. Dengan demikian, PT Nindya Karya dianggap telah melunasi pembayaran uang pengganti.
Kemudian, terhadap PT Tuah Sejati, dituntut untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp49.908.196.378. Dengan ketentuan, jika tidak membayar uang pengganti paling lama satu bulan dan diperpanjang kembali satu bulan dengan alasan yang kuat setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum, maka harta bendanya akan disita.
PT Tuah Sejati diketahui pernah menyerahkan uang senilai Rp9 miliar ke KPK. Uang tersebut rencananya akan digunakan jaksa untuk mencicil uang pengganti senilai Rp49,9 miliar. Jaksa menuntut agar PT Tuah Sejati melunasi kewajiban uang pengganti.
Dalam perkara ini, PT Nindya Karya didakwa bersama-sama PT Tuah Sejati telah melakukan korupsi terkait pelaksanaan pekerjaan pembangunan Dermaga Sabang pada Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang tahun anggaran 2004-2011. Kedua korporasi itu didakwa telah merugikan keuangan negara Rp313.345.743.535 (Rp313 miliar).
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati didakwa melakukan korupsi bersama-sama dengan sejumlah pihak yakni, Heru Sulaksono selaku Kuasa Nindya Sejati Joint Operation (JO) sebagai penyedia barang dalam proyek pembangunan Dermaga Bongkar Sabang dan Almarhum Ramadhani Ismy selaku PPK pada Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.
Kemudian, mantan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), Almarhum T Syaiful Achmad; Pegawai PT Nindya Karya cabang Sumut dan Aceh yang ditunjuk sebagai Kepala Proyek pembangunan Dermaga, Sabir Said; Kepala BPKS merangkap Kuasa Pengguna Anggaran Tahun 2004, Zubir Rahim; Pj Kepala BPKS merangkap Pengguna Anggaran, Nasruddin Daud.
Selanjutnya, Kepala BPKS merangkap Kuasa Pengguna Anggaran tahun 2011, Ruslan Abdul Gani; tenaga lepas BPKS, Ananta Sofwan; pimpinan proyek tahun 2004, Zulkarnaen Nyak Abbas; Direktur PT Budi Perkasa Alam, Zaldy Noor; Komisaris Utama PT Budi Perkasa Alam, Pratomo Sentosanengtyas; Dirut PT Swarna Baja Pacific, Pandu Lokiswar Salam; serta Komisaris Utama PT Budi Perkasa Alam, Askaris Chioe.
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati bersama dengan sejumlah pihak tersebut telah melakukan perbuatan yang menguntungkan orang lain serta korporasi terkait pekerjaan Pembangunan Dermaga Sabang pada Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang (BPKS) Tahun Anggaran 2004-2011.
Dalam PT Nindya Karya diuntungkan Rp44.681.053.100 (Rp44,6 miliar) dari proyek pekerjaan pembangunan Dermaga Sabang. Sedangkan PT Tuah Sejati didakwa mendapat keuntungan sejumlah Rp49.908.196.378 (Rp49,9 miliar). Kemudian, Heru Sulaksono sejumlah Rp34.055.972.542 (Rp34 miliar).
Lantas, Almarhum T Syaiful Achmad sejumlah Rp7,49 miliar; Almarhum Ramadhani Ismy sejumlah Rp3,2 miliar; Sabir Said sejumlah Rp12,7 miliar; Bayu Ardhianto sejumlah Rp4,3 miliar; Syaiful Ma'ali sejumlah Rp1,2 miliar; Taufik Reza sejumlah Rp1,35 miliar; Zainuddin Hamid Rp7,5 miliar; Ruslan Abdul Gani sejumlah Rp100 juta; Zulkarnaen Nyak Abbas Rp100 juta; Ananta Sofwan Rp977 juta.
Sementara korporasi yang diperkaya terkait proyek ini yaitu, PT Budi Perkasa Alam sejumlah Rp14,3 miliar dan PT Swarna Baja Pacific (SBP) sejumlah Rp1,7 miliar serta pihak-pihak lainnya sejumlah Rp129 miliar. Atas perbuatan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dan sejumlah pihak lainnya, negara dirugikan sejumlah Rp313 miliar.
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dianggap melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
(muh)