Dilema Penghapusan Tenaga Honorer
loading...
A
A
A
Selain itu, melalui SE B/1511/M.SM.01.00/2022 tanggal 22 Juli 2022 dilakukan pendataan pegawai non-ASN yang dimaksudkan untuk melakukan pemetaan dan mengetahui jumlah pegawai non-ASN di lingkungan Instansi Pemerintah baik Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah.
Kendati demikian, Asisten Deputi Perancangan Jabatan, Perencanaan, dan Pengadaaan Sumber Daya Manusia Aparatur, Aba Subagja menjelaskan bahwa pendataan ini bukan untuk mengangkat pegawai non-ASN menjadi pegawai ASN. Tetapi, untuk memetakan kebutuhan yang nantinya mementukan kebijakan dalam persoalan tenaga honorer.
Seharusnya, ketika Instansi Pemerintah memulai merekrut tenaga honorer maka, Instansi yang bersangkutan harus mengakhirinya.
Birokrasi Profesional
Tidak bisa dimungkiri kita semua memiliki semangat yang sama untuk menciptakan birokrasi yang profesional serta dapat menjawab tantangan zaman. Di lain pihak, tuntutan agar pemerintah selalu meningkatkan kualitas dan kecepatan pelayanannya tidak bisa dibendung lagi. Karena itu, SDM yang profesional dan melek teknologi sangat dibutuhkan di era saat ini.
Dengan begitu, pemerintah benar–benar harus memperhatikan klasifikasi para tenaga honorer, tidak semuanya harus dihapus. Karena ada beberapa tenaga honorer yang selama ini bekerja secara profesional memiliki kompetensi/keahlian spesifik seperti dokter, bidan, perawat, guru, dosen dapat untuk diberdayakan menjadi PNS atau PPPK.
Langkah ini menurut penulis adalahwin-win solutionbagi semua pihak, di satu sisi menyelamatkan keuangan negara dari belanja pegawai, di sisi lain masih mengakomodasi tenaga honorer profesional sesuai standar dan kebutuhan.
Jika pola ini dilakukan, iklim kompetitif akan menaungi birokrasi pemerintah. Setiap orang akan terus memacu kapasitas dirinya agar tidak ketinggalan oleh orang lain di profesinya yang sama (Kurniawan, 2022). Implikasinya, wajah birokrasi akan berubah secara siginifikan, pelayanan publik meningkat, KKN lenyap, birokrasi pemerintah berjalan efektif dan efisien sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Semoga.
Kendati demikian, Asisten Deputi Perancangan Jabatan, Perencanaan, dan Pengadaaan Sumber Daya Manusia Aparatur, Aba Subagja menjelaskan bahwa pendataan ini bukan untuk mengangkat pegawai non-ASN menjadi pegawai ASN. Tetapi, untuk memetakan kebutuhan yang nantinya mementukan kebijakan dalam persoalan tenaga honorer.
Seharusnya, ketika Instansi Pemerintah memulai merekrut tenaga honorer maka, Instansi yang bersangkutan harus mengakhirinya.
Birokrasi Profesional
Tidak bisa dimungkiri kita semua memiliki semangat yang sama untuk menciptakan birokrasi yang profesional serta dapat menjawab tantangan zaman. Di lain pihak, tuntutan agar pemerintah selalu meningkatkan kualitas dan kecepatan pelayanannya tidak bisa dibendung lagi. Karena itu, SDM yang profesional dan melek teknologi sangat dibutuhkan di era saat ini.
Dengan begitu, pemerintah benar–benar harus memperhatikan klasifikasi para tenaga honorer, tidak semuanya harus dihapus. Karena ada beberapa tenaga honorer yang selama ini bekerja secara profesional memiliki kompetensi/keahlian spesifik seperti dokter, bidan, perawat, guru, dosen dapat untuk diberdayakan menjadi PNS atau PPPK.
Langkah ini menurut penulis adalahwin-win solutionbagi semua pihak, di satu sisi menyelamatkan keuangan negara dari belanja pegawai, di sisi lain masih mengakomodasi tenaga honorer profesional sesuai standar dan kebutuhan.
Jika pola ini dilakukan, iklim kompetitif akan menaungi birokrasi pemerintah. Setiap orang akan terus memacu kapasitas dirinya agar tidak ketinggalan oleh orang lain di profesinya yang sama (Kurniawan, 2022). Implikasinya, wajah birokrasi akan berubah secara siginifikan, pelayanan publik meningkat, KKN lenyap, birokrasi pemerintah berjalan efektif dan efisien sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Semoga.
(ynt)