Ustadz Abu dan Tauhid Pancasila

Sabtu, 27 Agustus 2022 - 11:23 WIB
loading...
Ustadz Abu dan Tauhid...
Syaiful Arif. FOTO/DOK KORAN SINDO
A A A
Syaiful Arif
Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila

Mantan pimpinan Jamaah Islamiyah (JI) , Abu Bakar Ba’asyir atau yang terkenal dengan sebutan Ustadz Abu telah menerima Pancasila. Penerimaan ini merupakan revisi atas pandangannya sendiri yang sejak dulu mengafirkan dasar negara ini. Pertaubatan Ustadz Abu ini menarik, dan selaras dengan prinsip dasar Pancasila yang bersifat religius.

Argumentasi Ustadz Abu dalam menerima Pancasila ialah karena sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan cerminan dari tauhid. Kesimpulan ini menurutnya ia dapatkan setelah mempelajari Pancasila lebih mendalam. Bagi Ustadz Abu, mana mungkin para ulama yang terlibat dalam perumusan Pancasila mau menerima dasar negara ini, jika dasar negara tersebut bersifat syirik? Fakta sebaliknya. Para ulama pendiri bangsa menerima Pancasila karena dalam dasar negara ini termuat nilai yang paling fundamental dalam Islam, yakni tauhid.

Bersifat Historis
Pemahaman terbaru Ustadz Abu ini memang tepat secara historis. Dalam kaitan ini, para ulama yang dimaksud Ustadz Abu ialah para tokoh Islam yang terlibat dalam perumusan Pancasila.

Sebagaimana diketahui, para tokoh itu ialah Kiai Wahid Hasyim (Nahdlatul Ulama), Ki Bagus Hadikusumo dan Mr Kasman Singodimedjo (Muhammadiyah), serta Teuku Muhammad Hasan (tokoh Aceh). Keempat tokoh Islam ini diajak melakukan rapat kecil oleh Bung Hatta pada tanggal 18 Agustus 1945 pagi hari, menjelang sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Tujuan lobi Bung Hatta ialah untuk membujuk para tokoh Islam tersebut agar berkenan mengganti sila “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, menjadi sila “Ketuhanan YME”.

Alhamdulillah, para tokoh Islam tersebut sepakat, sehingga “tujuh kata syariah” yang kontroversial yang membuat wilayah Indonesia Timur ingin memisahkan diri dari Indonesia, berhasil dihapus dan diganti dengan Ketuhanan YME. (Hatta, 1982:60). Dalam sidang PPKI, Hatta lalu melaporkan hal ini sehingga melahirkan rumusan final Pancasila sebagaimana kita miliki saat ini.

Dalam kaitan ini, argumentasi dari para tokoh Islam dalam menerima sila Ketuhanan YME, sama dengan argumentasi Ustadz Abu. Yakni, karena sila Ketuhanan YME mencerminkan tauhid. Melalui uraian tentangIslam dan Nasionalisme, Perspektif Maqashid al-Syari’ah,Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Prof. KH Yudian Wahyudi, PhD menafsiri momen penting ini.

Menurut Prof. Yudian, di masa kritis tersebut, para tokoh Islam, terutama Kiai Wahid Hasyim, menggunakan dua kaidah fikih. Pertama,darul mafasid muqaddam ‘ala jalbil mashalih(menghindari kerusakan lebih diutamakan daripada mengejar kebaikan).

Artinya, menghindari pecahnya Indonesia akibat “tujuh kata” Piagam Jakarta, lebih diutamakan oleh Islam, daripada tetap mengusahakan tegaknya syariah dalam dasar negara. Kedua,mala yudraku kulluhu la yutraku kulluhu(apa yang tidak bisa didapatkan semua, jangan ditinggal semuanya). Artinya, ketika syariah gagal diterapkan dalam dasar negara, maka nilai-nilai Islam jangan terhapus semua dari dasar negara. (Wahyudi, 2010: 10).
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1833 seconds (0.1#10.140)