Ustadz Abu dan Tauhid Pancasila

Sabtu, 27 Agustus 2022 - 11:23 WIB
loading...
A A A
Yang terjadi sebaliknya, nilai yang paling fundamental dari Islam, yakni tauhid, telah menggantikan syariah. Sedangkan tauhid (akidah) ialah sumber bagi syariah. Dengan demikian, meskipun redaksi syariah telah dihapus dalam dasar negara, namun substansi syariah masih terjaga, karena ia bersifatinherendi dalam tauhid (Ketuhanan YME).

Dalam hal ini, perlu diketahui bahwa sila Ketuhanan YME sejak awal diusulkan oleh pengusul Pancasila, yakni Soekarno pada pidato 1 Juni 1945. Dalam uraiannya, Soekarno menyatakan, “Prinsip kelima dari Indonesia merdeka adalah bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip ketuhanan… Hatiku akan berpesta raya jikalau Saudara-saudara menyepakati Indonesia merdeka berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.” (Soekarno, 1947: 30).

Menarik di sini, karena Soekarno menggunakan kata “bertaqwa kepada Tuhan YME”. Artinya, sebagai Muslim, ia menggunakan terminologi keislaman dalam menjelaskan konsep iman kepada Tuhan. Meskipun ketaqwaan ini ia letakkan dalam pemahaman keislaman yang toleran pada satu sisi, serta prinsip ketuhanan universal pada saat bersamaan.

Artinya, pada satu sisi Soekarno mengusulkan ketaqwaan secara personal sebagai seorang Muslim. Namun pada saat bersamaan, ia juga mengusulkan sila Ketuhanan YME sebagai prinsip ketuhanan universal yang mewakili semua agama, dimana semua umat beragama leluasa menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing.

Pada awalnya, sila Ketuhanan YME tersebut Soekarno letakkan sebagai sila kelima dalam arti sebagai penyebab final (causa finalis) dari sila-sila lainnya. Lalu dalam rumusan Piagam Jakarta, sila ketuhanan diletakkan sebagai sila pertama, artinya sebagai sebab utama (causa prima) bagi sila-sila lainnya. Setelah sempat mengalami “syariatisasi”, sila ketuhanan tersebut akhirnya kembali pada konsep awal Soekarno, yakni Ketuhanan YME. Hanya saja terdapat pemikiran baru dari kelompok Islam pada 18 Agustus 1945, yakni menafsiri sila Ketuhanan YME tersebut dalam tradisi Islam, yakni tauhid.

Kerahmatan
Pertanyaannya, jika bagi umat Islam, sila Ketuhanan YME adalah cerminan dari tauhid, maka seperti apakah nilai tauhid yang termuat dalam Pancasila? Inilah yang perlu dipahami, agar pemahaman terhadap tauhid tidak eksklusif sehingga justru bertentangan dengan spirit Pancasila dan tauhid itu sendiri.

Dalam ajaran Islam, tauhid memang selaras dengan nilai-nilai Pancasila, yakni nilai ketuhanan yang mengejawantah ke dalam kehidupan manusia, demi kualitas kehidupan manusia yang bermartabat. Dalam tradisi tauhid, hal ini digambarkan melalui tiga fase penauhidan manusia kepada Tuhan.

Pertama,tauhid uluhiyahyang mengacu pada usaha hamba untuk mengesakan Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Kedua,tauhid rububiyahyang mengacu pada usaha hamba untuk menyembah Allah sebagai Penguasa, Pelindung dan Pendidik Semesta. Ketiga,tauhid rahamutiyahyang mengacu pada sifat dasar dari Allah SWT, yakni Dzat Yang Maha Pengasih (al-Rahman) dan Maha Penyayang (al-Rahim).

Tauhid rahamutiyahatau tauhid kerahmatan inilah yang menjadi sifat dasar dari Allah SWT, baik sebagai Tuhan (Ilah) maupun sebagai Pelindung (Rabb). Artinya, dalam memerankan ketuhanan dan perlindungan semesta, Tuhan menebarkan kasih sayang.Tauhid rahamutiyahini didasarkan pada berbagai ayat suci tentang Tuhan yang mewajibkan diri-Nya untuk menjadi Dzat Pengasih, seperti termaktub dalam Surah al-An’am: 54.

Prinsip tauhid kerahmatan ini juga tercermin dalam Pancasila. Hal ini disebabkan oleh keberadaan sila-sila kerahmatan, yakni pemuliaan martabat manusia (kemanusiaan), persatuan (kebangsaan), pemuliaan terhadap rakyat (kerakyatan) dan perintah berbagi kesejahteraan (keadilan sosial) yang merupakan turunan dari sila Ketuhanan YME. Ini berarti, tauhid di dalam Pancasila terejawantah ke dalam sila-sila kerahmatan tersebut.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5120 seconds (0.1#10.140)