Surga-Surga Kecil Tersembunyi di Gunungkidul
loading...
A
A
A
Sepintas buku berjudul “Gunungkidul, The Next Bali” ini, sepertinya berat untuk dibaca. Apalagi, buku ini data statistik yang tak ubahnya sebuah riset ilmah. Tentang sumber daya alam terutama wisata, sejarah, kondisi perubahan bentangan alam Gunungkidul di masa ratusan juta tahun lampau, berikut kearifan lokal masyarakatnya sejak masih miskin dulu dan sekarang dikatakan sudah lumayan mapan.
baca juga: Menikmati Sunset Yogya dari Ketinggian Gunungkidul
Cerita soal infrastruktur dan investasi semakin membuat buku setebal 258 halaman ini terlihat serius. Namun setelah dibaca, ternyata isi buku ini sangat asyik, dengan tulisan yang begitu lugas, renyah, dan mengalir apa adanya. Buku ini ibarat tuturan yang menjelma tulisan.
Nyata sekali, para penulis buku ini begitu piawai menuangkan hasrat dan kegelisahannya. Kelenturan menulis dengan cara berkisah ini sudah barang tentu karena mereka begitu kukuh untuk tetap setia menulis, terus menjaga dan merawat bakat menulisnya. Apalagi nama salah satu penulisnya, Cyrillus Harinowo, menjadi jaminan mutu buku ini enak dibaca.
baca juga: Merasakan Sensasi Bali di Pantai Ngobaran Gunungkidul
Sebagai seorang kolumnis di banyak media besar, Cyrillus yang tentu saja melihat dan mengalami langsung kisah perjalanannya di Gunungkidul dan sejumlah tempat wisata lainnya baik di dalam maupun luar negeri, ternyata tidak saja menuliskan perjalanan itu sebagai sebuah cerita. Tapi juga berkisah dengan perenungan yang sangat dalam yang disertai data dan fakta. Ia menjadikan buku “Gunungkidul, The Next Bali”, sebagai jendela bagi pembaca untuk melihat banyak hal, mulai sejarah, ekonomi, sosial, kemanusiaan, alam, hingga mimpi dan pencapaian.
baca juga: Ribuan Wisatawan Mulai Padati Pantai di Gunungkidul
Selain Cyrillus Harinowo, ada sembilan penulis lainnya (hampir semuanya bekerja di BCA ), juga turut menyumbang tulisan di buku “Gunungkidul, The Next Bali”. Alhasil, buku ini menjadi sangat kaya ide dan pemikiran, tak ubahnya guide book, terangkum rapi dan saling melengkapi. Untuk yang senang bepergian dan hobi menulis, terlebih yang rajin menyambangi tempat-tempat yang belum banyak dijamah orang, penting sekali membaca dan mempelajari buku ini. Keindahan alam Gunungkidul yang sangat menarik dan eksotis ibarat “surga-surga kecil” tersembunyi.
Secara umum, buku yang terbagi 24 bab ini merekam seabrek destinasi wisata di Gunungkidul, yang diyakini mampu menjadi daya tarik besar bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Untuk wisata pantainya saja, Gunungkidul ternyata memiliki lebih dari 50 pantai, di mana masing-masing pantai memiliki keunikan tersendiri, karena pembentukan formasi karang yang berbeda-beda. Pantai-pantai itu di antaranya pantai Sadeng, pantai Wedi Ombo, pantai Timang, pantai Indrayanti, pantai Drini, pantai Kukup, pantai Sepanjang, pantai Baron, pantai Ngobaran, dan banyak lagi.
baca juga: Menyicipi Lezatnya Sate Ayam Kampung Khas Gunungkidul
Khusus di pantai Ngobaran, adalah kawasan pantai yang unik karena terdapat Pura Segara Wukir yang menjadi tempat ibadah bagi warga komunitas pemeluk agama Hindu. Itulah sebabnya kawasan pantai ini memiliki kemiripan dengan Bali. Pantai Ngobaran juga memiliki legenda yang berkaitan dengan Kerajaan Majapahit. Dalam legenda tersebut diceritakan bahwa melemahnya Kerajaan Majapahit di bawah raja terakhirnya, Brawijaya V waktu itu, karena berhadapan dengan semakin kuatnya berbagai kerajaan Islam di pantai Jawa, yang akhirnya mulai menyentuh pusat kerajaan Majapahit di Trowulan.
“Situasi ini menyebabkan Raja Brawijaya V melarikan diri ke barat bersama putranya, Bondan Kejawan. Di pantai Ngobaran, perjalanan sang raja terhenti karena menemui jalan buntu. Di titik inilah akhirnya Raja Brawijaya V meninggal dengan membakar diri. Api yang berkobar ini yang menjadi asal mula nama Pantai Ngobaran”. (hal: 96).
baca juga: Potensi Wisata Kawasan Utara Gunungkidul Perlu Didongkrak
Selain pantai yang sudah bisa diakses oleh publik, Gunungkidul juga masih memiliki pantai yang belum banyak dijamah, dan bisa dikembangkan sebagai pantai pribadi (private beach). Belum lagi, Gunungkidul sebagai kawasan karts memiliki banyak gua, sungai bawah tanah, perbukitan dan air terjun yang termasuk dalam jaringan geopark atau taman bumi, yang terakreditasi UNESCO dan menjadi bagian dari jaringan Geopark Global. Beberapa geopark itu antara lain, Gunung Purba Nglanggeran, Gua Jomblang, Air Terjun Sri Gethuk, Gua Pindul, Bengawan Solo Purba, dan lainnya.
Sekadar diketahui, saat ini di seluruh dunia terdapat 165 geopark yang termasuk jaringan UNESCO. Dari semua itu, sebanyak 13 geopark berlokasi di Gunungkidul, atau hampir 10% geopark di dunia ada di Gunungkidul. Dan semua sudah sangat mahfum, agar suatu kawasan geopark bisa diakui sebagai jaringan dari UNESCO, itu tentu tidaklah mudah. Kawasan tersebut mesti diperiksa dengan teliti oleh para ahli dari UNESCO (PBB) dari berbagai sisi, mulai geologi, ekonomi dan berbagai aspek lainnya.
Kontribusi BCA dan Bali Baru
Satu hal menarik yang terungkap dalam buku ini, ternyata kebangkitan pariwisata di Gunungkidul dimulai dari destinasi wisata Gua Pindul. Tempat tersebut sekaligus juga menjadi desa wisata pertama yang dikembangkan Bank Central Asia (BCA), dan menjadi referensi dalam mengembangkan desa wisata lainnya di seluruh Indonesia.
baca juga: Jelang New Normal, Gunungkidul Buka 4 Destinasi Wisata
Disebutkan bahwa desa-desa wisata sebagai desa binaan BCA merupakan implementasi dari komitmen BCA dalam mengembangkan bisnis di lingkungan komunitas, desa, maupun daerah. Hal ini dilakukan demi mendorong terciptanya pusat ekonomi baru, meningkatkan pendapatan daerah, memperluas lapangan pekerjaan, dan memberikan nilai tambah untuk ekonomi masyarakat lokal.
Patut disadari, pariwisata merupakan salah satu sektor penting dan strategis dalam peningkatan devisa negara. Membangun Indonesia salah satunya adalah dengan memberikan dukungan terhadap pengembangan pariwisata lokal menjadi destinasi kelas dunia. Desa dengan berbagai kekayaan alam, kearifan lokal, dan keragaman budayanya seperti halnya di Gunungkidul, diyakini mampu berperan sentral dalam rangka memperkuat jati diri bangsa, membangun ketahanan pangan, konservasi lingkungan, sekaligus menancapkan pondasi kesejahteraan dan pemerataan pembangunan yang berkelanjutan.
baca juga: Warga Gunungkidul Simpan Alquran Tulisan Tangan Berusia Dua Abad
Dalam pengantarnya di buku “Gunungkidul, The Next Bali”, Cyrillus yang kini menjabat Komisaris Independen di BCA, secara khusus menyinggung sebuah artikelnya yang ditulis di Koran Seputar Indonesia (sekarang KORAN SINDO), pada 2010. Artikel berjudul “Monterrey di Gunung Kidul” ini menceritakan kisah perjalanan Cyrillus di bagian barat Gunung Kidul, dari Imogiri ke Panggang.
Sepanjang jalan yang cukup berliku di antara bukit dan lembah tersebut, ia menemukan kemiripan dengan perjalanannya dari Monterrey ke Pebble Beach Golf Course melalui jalan berbayar "Seventeen Mile Drive" di Negara Bagian California, Amerika Serikat . “Dalam tulisan tersebut, saya berkeyakinan bahwa Gunung Kidul berpotensi untuk dikembangkan menjadi seperti Monterrey di California atau Nusa Dua di Bali ,” ujar Cyrillus. (hal: xiv).
Sangat disadari, bahwa potensi pariwisata di Indonesia yang beragam membutuhkan sentuhan perhatian dan kepedulian banyak pihak untuk dapat bangkit sebagai destinasi populer. Berkaca pada kebangkitan Gunungkidul sebagai destinasi baru, pihak swasta dan pemerintah, baik lokal maupun pusat, memiliki andil yang siginifikan pada tahap pengembangan destinasi tersebut.
Kontribusi pemerintah dalam pengembangan pariwisata di Gunungkidul terutama terlihat dari dukungan infrastruktur, dari permasalahan transportasi darat, laut, maupun udara, akses terhadap air bersih, listrik, hingga perizinan-perizinan. Sementara itu, pihak swasta terlibat dalam keseluruhan proses, mulai dari transformasi mindset masyarakat lokal, persiapan dan penataan lokasi, pengembangan sumber daya manusia, pembangunan spot destinasi, hingga operasional dan promosi.
“Kekayaan alam, baik geopark dan pantainya, maupun pengembangan infrastruktur, akomodasi, juga berbagai destinasi wisata baru pada akhirnya membawa Gunungkidul menjadi destinasi wisata yang sangat populer. Bahkan bisa dikatakan popularitas Kabupaten Gunungkidul sebagai destinasi wisata bukan tidak mungkin melampaui berbagai ‘Bali Baru’ yang didorong pemerintah saat ini,” tulis Cyrillus. (hal: XV).
Gunungkidul adalah masterplan yang hidup, yaitu tempat pembelajaran komprehensif bagi siapa saja yang ingin mengembangkan destinasi pariwisata lokal, mulai dari nol hingga dikenal luas oleh wisatawan lokal dan mancanegara. Gunungkidul sangat mungkin akan terus berkembang pesat mengingat masih banyak destinasi pariwisata yang bisa dikembangkan. Dan tentu saja, perlu pendekatan yang lebih strategis untuk menjaga kesinambungan dan keberlanjutan pengembangan pariwisata di kabupaten dalam wilayah Daerah Khusus (DI) Yogyakarta itu.
Judul : Gunungkidul, The Next Bali
Penulis : Cyrillus Harinowo PhD, Inge Setiawati, Ugahary Yovvy Chandra, Sapto Rachmadi, Dwi Narini, Tanti Sutandra, Harry Sugiarto, Fredericus Adi Waskita, Dr FX Sugiyanto, dan Handryx Indra Pradja.
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Terbit : Agustus 2022
Tebal : 258 + XV hal
ISBN : 9786020662640
baca juga: Menikmati Sunset Yogya dari Ketinggian Gunungkidul
Cerita soal infrastruktur dan investasi semakin membuat buku setebal 258 halaman ini terlihat serius. Namun setelah dibaca, ternyata isi buku ini sangat asyik, dengan tulisan yang begitu lugas, renyah, dan mengalir apa adanya. Buku ini ibarat tuturan yang menjelma tulisan.
Nyata sekali, para penulis buku ini begitu piawai menuangkan hasrat dan kegelisahannya. Kelenturan menulis dengan cara berkisah ini sudah barang tentu karena mereka begitu kukuh untuk tetap setia menulis, terus menjaga dan merawat bakat menulisnya. Apalagi nama salah satu penulisnya, Cyrillus Harinowo, menjadi jaminan mutu buku ini enak dibaca.
baca juga: Merasakan Sensasi Bali di Pantai Ngobaran Gunungkidul
Sebagai seorang kolumnis di banyak media besar, Cyrillus yang tentu saja melihat dan mengalami langsung kisah perjalanannya di Gunungkidul dan sejumlah tempat wisata lainnya baik di dalam maupun luar negeri, ternyata tidak saja menuliskan perjalanan itu sebagai sebuah cerita. Tapi juga berkisah dengan perenungan yang sangat dalam yang disertai data dan fakta. Ia menjadikan buku “Gunungkidul, The Next Bali”, sebagai jendela bagi pembaca untuk melihat banyak hal, mulai sejarah, ekonomi, sosial, kemanusiaan, alam, hingga mimpi dan pencapaian.
baca juga: Ribuan Wisatawan Mulai Padati Pantai di Gunungkidul
Selain Cyrillus Harinowo, ada sembilan penulis lainnya (hampir semuanya bekerja di BCA ), juga turut menyumbang tulisan di buku “Gunungkidul, The Next Bali”. Alhasil, buku ini menjadi sangat kaya ide dan pemikiran, tak ubahnya guide book, terangkum rapi dan saling melengkapi. Untuk yang senang bepergian dan hobi menulis, terlebih yang rajin menyambangi tempat-tempat yang belum banyak dijamah orang, penting sekali membaca dan mempelajari buku ini. Keindahan alam Gunungkidul yang sangat menarik dan eksotis ibarat “surga-surga kecil” tersembunyi.
Secara umum, buku yang terbagi 24 bab ini merekam seabrek destinasi wisata di Gunungkidul, yang diyakini mampu menjadi daya tarik besar bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Untuk wisata pantainya saja, Gunungkidul ternyata memiliki lebih dari 50 pantai, di mana masing-masing pantai memiliki keunikan tersendiri, karena pembentukan formasi karang yang berbeda-beda. Pantai-pantai itu di antaranya pantai Sadeng, pantai Wedi Ombo, pantai Timang, pantai Indrayanti, pantai Drini, pantai Kukup, pantai Sepanjang, pantai Baron, pantai Ngobaran, dan banyak lagi.
baca juga: Menyicipi Lezatnya Sate Ayam Kampung Khas Gunungkidul
Khusus di pantai Ngobaran, adalah kawasan pantai yang unik karena terdapat Pura Segara Wukir yang menjadi tempat ibadah bagi warga komunitas pemeluk agama Hindu. Itulah sebabnya kawasan pantai ini memiliki kemiripan dengan Bali. Pantai Ngobaran juga memiliki legenda yang berkaitan dengan Kerajaan Majapahit. Dalam legenda tersebut diceritakan bahwa melemahnya Kerajaan Majapahit di bawah raja terakhirnya, Brawijaya V waktu itu, karena berhadapan dengan semakin kuatnya berbagai kerajaan Islam di pantai Jawa, yang akhirnya mulai menyentuh pusat kerajaan Majapahit di Trowulan.
“Situasi ini menyebabkan Raja Brawijaya V melarikan diri ke barat bersama putranya, Bondan Kejawan. Di pantai Ngobaran, perjalanan sang raja terhenti karena menemui jalan buntu. Di titik inilah akhirnya Raja Brawijaya V meninggal dengan membakar diri. Api yang berkobar ini yang menjadi asal mula nama Pantai Ngobaran”. (hal: 96).
baca juga: Potensi Wisata Kawasan Utara Gunungkidul Perlu Didongkrak
Selain pantai yang sudah bisa diakses oleh publik, Gunungkidul juga masih memiliki pantai yang belum banyak dijamah, dan bisa dikembangkan sebagai pantai pribadi (private beach). Belum lagi, Gunungkidul sebagai kawasan karts memiliki banyak gua, sungai bawah tanah, perbukitan dan air terjun yang termasuk dalam jaringan geopark atau taman bumi, yang terakreditasi UNESCO dan menjadi bagian dari jaringan Geopark Global. Beberapa geopark itu antara lain, Gunung Purba Nglanggeran, Gua Jomblang, Air Terjun Sri Gethuk, Gua Pindul, Bengawan Solo Purba, dan lainnya.
Sekadar diketahui, saat ini di seluruh dunia terdapat 165 geopark yang termasuk jaringan UNESCO. Dari semua itu, sebanyak 13 geopark berlokasi di Gunungkidul, atau hampir 10% geopark di dunia ada di Gunungkidul. Dan semua sudah sangat mahfum, agar suatu kawasan geopark bisa diakui sebagai jaringan dari UNESCO, itu tentu tidaklah mudah. Kawasan tersebut mesti diperiksa dengan teliti oleh para ahli dari UNESCO (PBB) dari berbagai sisi, mulai geologi, ekonomi dan berbagai aspek lainnya.
Kontribusi BCA dan Bali Baru
Satu hal menarik yang terungkap dalam buku ini, ternyata kebangkitan pariwisata di Gunungkidul dimulai dari destinasi wisata Gua Pindul. Tempat tersebut sekaligus juga menjadi desa wisata pertama yang dikembangkan Bank Central Asia (BCA), dan menjadi referensi dalam mengembangkan desa wisata lainnya di seluruh Indonesia.
baca juga: Jelang New Normal, Gunungkidul Buka 4 Destinasi Wisata
Disebutkan bahwa desa-desa wisata sebagai desa binaan BCA merupakan implementasi dari komitmen BCA dalam mengembangkan bisnis di lingkungan komunitas, desa, maupun daerah. Hal ini dilakukan demi mendorong terciptanya pusat ekonomi baru, meningkatkan pendapatan daerah, memperluas lapangan pekerjaan, dan memberikan nilai tambah untuk ekonomi masyarakat lokal.
Patut disadari, pariwisata merupakan salah satu sektor penting dan strategis dalam peningkatan devisa negara. Membangun Indonesia salah satunya adalah dengan memberikan dukungan terhadap pengembangan pariwisata lokal menjadi destinasi kelas dunia. Desa dengan berbagai kekayaan alam, kearifan lokal, dan keragaman budayanya seperti halnya di Gunungkidul, diyakini mampu berperan sentral dalam rangka memperkuat jati diri bangsa, membangun ketahanan pangan, konservasi lingkungan, sekaligus menancapkan pondasi kesejahteraan dan pemerataan pembangunan yang berkelanjutan.
baca juga: Warga Gunungkidul Simpan Alquran Tulisan Tangan Berusia Dua Abad
Dalam pengantarnya di buku “Gunungkidul, The Next Bali”, Cyrillus yang kini menjabat Komisaris Independen di BCA, secara khusus menyinggung sebuah artikelnya yang ditulis di Koran Seputar Indonesia (sekarang KORAN SINDO), pada 2010. Artikel berjudul “Monterrey di Gunung Kidul” ini menceritakan kisah perjalanan Cyrillus di bagian barat Gunung Kidul, dari Imogiri ke Panggang.
Sepanjang jalan yang cukup berliku di antara bukit dan lembah tersebut, ia menemukan kemiripan dengan perjalanannya dari Monterrey ke Pebble Beach Golf Course melalui jalan berbayar "Seventeen Mile Drive" di Negara Bagian California, Amerika Serikat . “Dalam tulisan tersebut, saya berkeyakinan bahwa Gunung Kidul berpotensi untuk dikembangkan menjadi seperti Monterrey di California atau Nusa Dua di Bali ,” ujar Cyrillus. (hal: xiv).
Sangat disadari, bahwa potensi pariwisata di Indonesia yang beragam membutuhkan sentuhan perhatian dan kepedulian banyak pihak untuk dapat bangkit sebagai destinasi populer. Berkaca pada kebangkitan Gunungkidul sebagai destinasi baru, pihak swasta dan pemerintah, baik lokal maupun pusat, memiliki andil yang siginifikan pada tahap pengembangan destinasi tersebut.
Kontribusi pemerintah dalam pengembangan pariwisata di Gunungkidul terutama terlihat dari dukungan infrastruktur, dari permasalahan transportasi darat, laut, maupun udara, akses terhadap air bersih, listrik, hingga perizinan-perizinan. Sementara itu, pihak swasta terlibat dalam keseluruhan proses, mulai dari transformasi mindset masyarakat lokal, persiapan dan penataan lokasi, pengembangan sumber daya manusia, pembangunan spot destinasi, hingga operasional dan promosi.
“Kekayaan alam, baik geopark dan pantainya, maupun pengembangan infrastruktur, akomodasi, juga berbagai destinasi wisata baru pada akhirnya membawa Gunungkidul menjadi destinasi wisata yang sangat populer. Bahkan bisa dikatakan popularitas Kabupaten Gunungkidul sebagai destinasi wisata bukan tidak mungkin melampaui berbagai ‘Bali Baru’ yang didorong pemerintah saat ini,” tulis Cyrillus. (hal: XV).
Gunungkidul adalah masterplan yang hidup, yaitu tempat pembelajaran komprehensif bagi siapa saja yang ingin mengembangkan destinasi pariwisata lokal, mulai dari nol hingga dikenal luas oleh wisatawan lokal dan mancanegara. Gunungkidul sangat mungkin akan terus berkembang pesat mengingat masih banyak destinasi pariwisata yang bisa dikembangkan. Dan tentu saja, perlu pendekatan yang lebih strategis untuk menjaga kesinambungan dan keberlanjutan pengembangan pariwisata di kabupaten dalam wilayah Daerah Khusus (DI) Yogyakarta itu.
Judul : Gunungkidul, The Next Bali
Penulis : Cyrillus Harinowo PhD, Inge Setiawati, Ugahary Yovvy Chandra, Sapto Rachmadi, Dwi Narini, Tanti Sutandra, Harry Sugiarto, Fredericus Adi Waskita, Dr FX Sugiyanto, dan Handryx Indra Pradja.
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Terbit : Agustus 2022
Tebal : 258 + XV hal
ISBN : 9786020662640
(hdr)