Simbol dan Substansi Kemerdekaan
loading...
A
A
A
SIMBOL dan substansi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah fenomena di dunia nyata. Menjelaskan substansi yang rumit, mendalam, dan panjang lebar kepada khalayak sangatlah tidak mudah. Diperlukan keahlian khusus untuk mengomunikasikan ihwal substantif kepada orang banyak yang level pemahaman dan tingkat pendidikannya beragam.
Bagi kalangan yang tingkat pendidikannya rendah, tingkat pemahaman substansinya juga terbatas. Karena itu diperlukan pointer-pointer simbolik yang dikreasi sedemikian rupa sehingga mudah dicerna, dipahami, bahkan dihafalkan oleh masyarakat. Dengan demikian maksud dan pesan substantif itu bisa diterima secara luas meski risikonya akan terjadi bias atau simplifikasi dari substansi aslinya.
Di sinilah pentingnya gaya komunikasi elite kepada rakyatnya. Setiap orang memiliki gaya yang berbeda. Seorang pemimpin tertinggi memiliki gaya tersendiri dalam menyampaikan pesan dan berkomunikasi dengan rakyatnya.
Gaya pemimpin tertinggi ini pun akan selalu menjadi tren dan panutan bagi bawahan dan para pembantunya. Para pembantunya ini akan berlomba mengidentikkan diri dengan gaya tutur kata sang pemimpin. Baik dari cara berbicara, cara berpakaian, cara menghadapi masalah, bahkan cara tersenyum pun akan detail ditirukan oleh para pembantunya dan para pengikutnya.
Dalam merekam peringatan hari ulang tahun kemerdekaan ke-77 Republik Indonesia (RI), koran ini mengangkat isu yang agak berbeda, yakni lebih menyorot konsistensi Presiden Joko Widodo mengenakan pakaian adat Nusantara dalam acara-acara resmi kenegaraan.
Presiden Jokowi bahkan tidak pernah terlewat selalu mengenakan pakaian adat sejak 2017 dalam peringatan HUT kemerdekaan maupun saat pidato kenegaraan di depan sidang tahunan MPR. Pakaian adat yang pernah dikenakan Presiden sejak 2017 di antaranya pakaian adat Tanah Bumbu, Aceh, pakaian adat Timor NTT, pakaian adat Klungkung, pakaian adat Lampung, baju adat Bugis, baju ada Sasak NTB, baju adat Badui Banten. Terakhir baju adat Bangka Belitung dan baju adat Kesultanan Buton.
Apa yang dilakukan Presiden Jokowi menuai banyak respons positif sebagai upaya menampilkan keberagaman suku bangsa Indonesia sebagai suatu local wisdom dan anugerah yang patut disyukuri. Nilai-nilai budaya yang beragam inilah kekuatan yang sulit disamai bangsa lain. Dalam hal ini pendekatan Presiden Jokowi sangat layak diapresiasi. Pesan yang disampaikan cukup mengena dan menyentuh setiap anak bangsa.
Pertanyaan berikutnya, apakah hanya itu makna mengisi 77 tahun kemerdekaan? Apakah sekadar mengenakan baju adat? Tentu saja tidak. Ada substansi dan amanah kemerdekaan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah dalam setiap periode kekuasaannya.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan terang-benderang telah menuliskan tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan abadi dan keadilan sosial.
Keempat tujuan itu harus terus menjadi motivasi bagi setiap pemerintahan dari sejak Proklamasi sampai tujuan itu tercapai. Nah, bagaimana kondisi sekarang? Apakah perlindungan bagi setiap bangsa Indonesia sudah terpenuhi? Apakah kesejahteraan masyarakat memang sudah merata dan menyeluruh?
Bagi kalangan yang tingkat pendidikannya rendah, tingkat pemahaman substansinya juga terbatas. Karena itu diperlukan pointer-pointer simbolik yang dikreasi sedemikian rupa sehingga mudah dicerna, dipahami, bahkan dihafalkan oleh masyarakat. Dengan demikian maksud dan pesan substantif itu bisa diterima secara luas meski risikonya akan terjadi bias atau simplifikasi dari substansi aslinya.
Di sinilah pentingnya gaya komunikasi elite kepada rakyatnya. Setiap orang memiliki gaya yang berbeda. Seorang pemimpin tertinggi memiliki gaya tersendiri dalam menyampaikan pesan dan berkomunikasi dengan rakyatnya.
Gaya pemimpin tertinggi ini pun akan selalu menjadi tren dan panutan bagi bawahan dan para pembantunya. Para pembantunya ini akan berlomba mengidentikkan diri dengan gaya tutur kata sang pemimpin. Baik dari cara berbicara, cara berpakaian, cara menghadapi masalah, bahkan cara tersenyum pun akan detail ditirukan oleh para pembantunya dan para pengikutnya.
Dalam merekam peringatan hari ulang tahun kemerdekaan ke-77 Republik Indonesia (RI), koran ini mengangkat isu yang agak berbeda, yakni lebih menyorot konsistensi Presiden Joko Widodo mengenakan pakaian adat Nusantara dalam acara-acara resmi kenegaraan.
Presiden Jokowi bahkan tidak pernah terlewat selalu mengenakan pakaian adat sejak 2017 dalam peringatan HUT kemerdekaan maupun saat pidato kenegaraan di depan sidang tahunan MPR. Pakaian adat yang pernah dikenakan Presiden sejak 2017 di antaranya pakaian adat Tanah Bumbu, Aceh, pakaian adat Timor NTT, pakaian adat Klungkung, pakaian adat Lampung, baju adat Bugis, baju ada Sasak NTB, baju adat Badui Banten. Terakhir baju adat Bangka Belitung dan baju adat Kesultanan Buton.
Apa yang dilakukan Presiden Jokowi menuai banyak respons positif sebagai upaya menampilkan keberagaman suku bangsa Indonesia sebagai suatu local wisdom dan anugerah yang patut disyukuri. Nilai-nilai budaya yang beragam inilah kekuatan yang sulit disamai bangsa lain. Dalam hal ini pendekatan Presiden Jokowi sangat layak diapresiasi. Pesan yang disampaikan cukup mengena dan menyentuh setiap anak bangsa.
Pertanyaan berikutnya, apakah hanya itu makna mengisi 77 tahun kemerdekaan? Apakah sekadar mengenakan baju adat? Tentu saja tidak. Ada substansi dan amanah kemerdekaan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah dalam setiap periode kekuasaannya.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan terang-benderang telah menuliskan tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan abadi dan keadilan sosial.
Keempat tujuan itu harus terus menjadi motivasi bagi setiap pemerintahan dari sejak Proklamasi sampai tujuan itu tercapai. Nah, bagaimana kondisi sekarang? Apakah perlindungan bagi setiap bangsa Indonesia sudah terpenuhi? Apakah kesejahteraan masyarakat memang sudah merata dan menyeluruh?