Kisah Soekarno saat Dibuang Belanda ke Ende karena Aktivitas Politiknya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ir. Soekarno merupakan proklamator kemerdekaan Indonesia. Dalam perjuangannya, Bung Karno telah banyak melewati berbagai penangkapan dan pengasingan yang dilakukan oleh Belanda .
Salah satu diantaranya adalah diasingkan ke Ende, Flores pada tahun 1934. Sama halnya dengan pengasingan lainnya, hal ini dilakukan Belanda karena khawatir dengan aktivitas politik yang dilakukan Soekarno.
Baca juga : Geopolitik Indonesia dan Pesan Soekarno
Dikutip dari laman cagar budaya kemendikbud, pengasingan Ir. Soekarno berawal dari pertemuan politik di rumah Muhammad Husni Thamrin pada 1 Agustus 1933. Ketika keluar dari rumah tersebut, Bung Karno ditangkap seorang Komisaris Polisi dan kemudian dipenjara tanpa proses pengadilan.
Pada 28 Desember 1933, Gubernur Jenderal Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, De Jonge menerbitkan sebuah surat perintah pengasingan Soekarno ke Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dalam perjalanannya menuju tempat pengasingan, Soekarno tidaklah sendiri. Dia bersama keluarganya berangkat dari Surabaya ke Flores dengan KM van Riebeeck. Sesampainya di Ende, mereka dibawa ke rumah pengasingan yang sudah disiapkan.
Rumah tersebut terletak di Kampung Ambugaga, Kelurahan Kotaraja. Di sana, Soekarno ditempatkan bersama Istrinya, Inggit Garnasih, Ibu Amsi yang berstatus mertuanya, serta kedua anak angkatnya, yaitu Kartika dan Ratna Juami.
Selama empat tahun di Ende, tercetus dalam pikiran Soekarno tentang dasar Negara yang nantinya dirumuskan menjadi Pancasila pada 1945.
Dalam pengasingannya tersebut, ada sebuah momen ketika Soekarno sempat menjadi pedagang kain di Ende. Adapun alasan Bung Karno berdagang karena ingin menambah penghasilan.
Seperti yang diketahui, sebagai orang pengasingan dia hanya memperoleh tunjangan dari pemerintah kolonial dengan besaran yang tak seberapa. Saat itu, Bung Karno bekerja sama dengan pengusaha tekstil asal Kota Bandung yang menjadi kenalannya.
Salah satu diantaranya adalah diasingkan ke Ende, Flores pada tahun 1934. Sama halnya dengan pengasingan lainnya, hal ini dilakukan Belanda karena khawatir dengan aktivitas politik yang dilakukan Soekarno.
Baca juga : Geopolitik Indonesia dan Pesan Soekarno
Dikutip dari laman cagar budaya kemendikbud, pengasingan Ir. Soekarno berawal dari pertemuan politik di rumah Muhammad Husni Thamrin pada 1 Agustus 1933. Ketika keluar dari rumah tersebut, Bung Karno ditangkap seorang Komisaris Polisi dan kemudian dipenjara tanpa proses pengadilan.
Pada 28 Desember 1933, Gubernur Jenderal Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, De Jonge menerbitkan sebuah surat perintah pengasingan Soekarno ke Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dalam perjalanannya menuju tempat pengasingan, Soekarno tidaklah sendiri. Dia bersama keluarganya berangkat dari Surabaya ke Flores dengan KM van Riebeeck. Sesampainya di Ende, mereka dibawa ke rumah pengasingan yang sudah disiapkan.
Rumah tersebut terletak di Kampung Ambugaga, Kelurahan Kotaraja. Di sana, Soekarno ditempatkan bersama Istrinya, Inggit Garnasih, Ibu Amsi yang berstatus mertuanya, serta kedua anak angkatnya, yaitu Kartika dan Ratna Juami.
Selama empat tahun di Ende, tercetus dalam pikiran Soekarno tentang dasar Negara yang nantinya dirumuskan menjadi Pancasila pada 1945.
Dalam pengasingannya tersebut, ada sebuah momen ketika Soekarno sempat menjadi pedagang kain di Ende. Adapun alasan Bung Karno berdagang karena ingin menambah penghasilan.
Seperti yang diketahui, sebagai orang pengasingan dia hanya memperoleh tunjangan dari pemerintah kolonial dengan besaran yang tak seberapa. Saat itu, Bung Karno bekerja sama dengan pengusaha tekstil asal Kota Bandung yang menjadi kenalannya.