Anggota DPR Minta Pemerintah Usut Jebolnya Tanggul Limbah Batubara Malinau
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota DPR Deddy Yevri Sitorus meminta pemerintah mengusut jebolnya tanggul kolam limbah batubara milik sebuah perusahaan di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara . Menurutnya, kejadian ini selalu berulang setiap tahun dan mengakibatkan bencana lingkungan yang berbahaya dan sangat merugikan warga sepanjang Sungai Malinau.
"Kalau jebolnya tanggul ini disebut sebagai bencana, maka tak masuk akal. Sebab bencana tidak mungkin terjadi setiap tahun. Maka ini namanya lalai atau tidak peduli terhadap potensi dampak yang ditimbulkannya," kata Wakil Rakyat asal Daerah Pemilihan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) ini, Senin (15/8/2022).
Menurut Deddy, dirinya sudah menyurati berbagai pihak terkait pada 2021, ketika tanggul limbah jebol dan menyebabkan puluhan ribu ikan sungai mati. Saat itu, PDAM tidak berfungsi dan petambak di hilir gagal panen.
Tim Gakum Kementerian LHK dan Kementerian ESDM sudah melakukan investigasi dan meminta perusahaan memperbaiki manajemen pengelolaan limbahnya. Namun menurut pejabat Direktorat Jenderal Minerba, pihak perusahaan kurang koperatif, sehingga diharuskan memberikan laporan bulanan.
"Jadi memang tidak ada keseriusan perusahaan untuk membenahi manajemen pengelolaan limbah hingga hari ini. Bahkan menurut informasi warga, perusahaan tersebut membuang limbah setiap malam dan ketika hujan turun. Saya melihat kejadian ini sudah sampai pada tahap kejahatan korporasi," kata politikus PDIP ini.
Deddy mengaku sudah berkomunikasi dengan Menteri ESDM dan Dirjen Minerba, Kementerian LHK, Menteri Investasi, dan pihak kepolisian. Semua berjanji akan menurunkan tim untuk melakukan pemeriksaan secepat mungkin.
"Saya akan menagih dan mengawasi implementasinya. Saya berharap agar persoalan ini bisa diselesaikan secara hukum dan sesuai regulasi yang ada," ujarnya.
Menurut Deddy, air Sungai Malinau merupakan tumpuan hidup ribuan masyarakat di setidaknya 2 kabupaten. Selain itu, juga merupakan sumber air baku untuk PDAM Kabupaten Malinau dan Kabupaten Tana Tidung.
Belum lagi dampak terhadap para petambak udang dan ikan yang produktivitasnya dilaporkan menurun hingga 30% dan gagal panen ketika terjadi pencemaran berat. Pemerintah perlu mempertimbangkan pembekuan dan pencabutan izin perusahaan karena sudah tidak bisa ditolerir lagi.
"Rakyat butuh keadilan dan lingkungan hidup yang aman serta sehat. Mereka tidak antiinvestasi tetapi sebaiknya investasi itu jangan hanya mau mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dan mengabaikan kepentingan rakyat banyak," kata jelas Anggota Komisi VI DPR itu.
"Kalau jebolnya tanggul ini disebut sebagai bencana, maka tak masuk akal. Sebab bencana tidak mungkin terjadi setiap tahun. Maka ini namanya lalai atau tidak peduli terhadap potensi dampak yang ditimbulkannya," kata Wakil Rakyat asal Daerah Pemilihan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) ini, Senin (15/8/2022).
Menurut Deddy, dirinya sudah menyurati berbagai pihak terkait pada 2021, ketika tanggul limbah jebol dan menyebabkan puluhan ribu ikan sungai mati. Saat itu, PDAM tidak berfungsi dan petambak di hilir gagal panen.
Tim Gakum Kementerian LHK dan Kementerian ESDM sudah melakukan investigasi dan meminta perusahaan memperbaiki manajemen pengelolaan limbahnya. Namun menurut pejabat Direktorat Jenderal Minerba, pihak perusahaan kurang koperatif, sehingga diharuskan memberikan laporan bulanan.
"Jadi memang tidak ada keseriusan perusahaan untuk membenahi manajemen pengelolaan limbah hingga hari ini. Bahkan menurut informasi warga, perusahaan tersebut membuang limbah setiap malam dan ketika hujan turun. Saya melihat kejadian ini sudah sampai pada tahap kejahatan korporasi," kata politikus PDIP ini.
Deddy mengaku sudah berkomunikasi dengan Menteri ESDM dan Dirjen Minerba, Kementerian LHK, Menteri Investasi, dan pihak kepolisian. Semua berjanji akan menurunkan tim untuk melakukan pemeriksaan secepat mungkin.
"Saya akan menagih dan mengawasi implementasinya. Saya berharap agar persoalan ini bisa diselesaikan secara hukum dan sesuai regulasi yang ada," ujarnya.
Menurut Deddy, air Sungai Malinau merupakan tumpuan hidup ribuan masyarakat di setidaknya 2 kabupaten. Selain itu, juga merupakan sumber air baku untuk PDAM Kabupaten Malinau dan Kabupaten Tana Tidung.
Belum lagi dampak terhadap para petambak udang dan ikan yang produktivitasnya dilaporkan menurun hingga 30% dan gagal panen ketika terjadi pencemaran berat. Pemerintah perlu mempertimbangkan pembekuan dan pencabutan izin perusahaan karena sudah tidak bisa ditolerir lagi.
"Rakyat butuh keadilan dan lingkungan hidup yang aman serta sehat. Mereka tidak antiinvestasi tetapi sebaiknya investasi itu jangan hanya mau mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dan mengabaikan kepentingan rakyat banyak," kata jelas Anggota Komisi VI DPR itu.
(rca)