Politikus PDIP Soroti Manuver Elite Relawan Jelang Pemilu 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP ), Deddy Yevri Sitorus mengungkapkan bahwa saat ini ada segelintir elite relawan yang sedang resah dengan bergulirnya tahapan-tahapan Pemilu 2024. Mereka berupaya eksis agar tetap bisa mengakses pada kekuasaan nantinya.
Deddy menjelaskan, kelompok relawan sebagai bagian dari volunterisme adalah bagian dari perkembangan demokrasi yang positif sebagaimana ditunjukkan dalam peradaban politik di barat, terutama Amerika. Volunterisme atau kerelawanan adalah semangat partisipasi politik yang muncul ketika adanya kepemimpinan baru yang menawarkan perubahan, adanya kesamaan kepentingan yang kuat atau munculnya musuh bersama yang mengancam.
Hal itu bisa dilihat dari menjamurnya kelompok-kelompok relawan saat perhelatan demokrasi di negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris saat Bill Clinton dan Barrack Obama memenangkan kontestasi di Amerika atau kemenangan spektakuler Partai Buruh saat dipimpin Tony Blair.
Di Indonesia, kata Deddy, fenomena positif hadirnya kelompok-kelompok relawan dapat dilihat saat Joko Widodo memenangkan kontestasi Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2012 silam. Fenomena yang relatif sama terjadi di Amerika, Inggris, dan Pilgub DKI Jakarta saat itu sangat elegan dan berkualitas. Para relawan dan organisasi relawan muncul di mana-mana dan bergerak ke arah yang sama tanpa komando dan mengalir dengan baik dari rumah-rumah, kantor, kampung hingga tingkat nasional.
"Gejalanya sama, volunterisme bangkit, massif tetapi bersifat ad hoc. Begitu pemilu selesai, semua relawan kembali pada kehidupan normal dan hanya sedikit yang kemudian meneruskan naluri politiknya di jalur politik formal atau partisan," ujar Deddy.
"Tetapi di Indonesia, sejak Pemilu 2014 hingga hari ini banyak relawan atau kelompok relawan yang akhirnya justru berubah menjadi aktor politik dan ormas permanen," ujarnya.
Baca juga: Relawan Jokowi Beri Sinyal Dukungan ke Prabowo, Pengamat: Masyarakat Makin Paham Kinerjanya
Menurut Deddy, aktor-aktor politik baru yang lahir sejak 2014, sebagian besar sebelumnya aktif di partai politik dan ormas atau LSM. "Mereka aktif meminta ketemu dengan para pejabat negara dan BUMN agar bisa mendapatkan berbagai akses yang bahkan tidak dimiliki oleh politisi maupun aktivis partai politik," kata Anggota Komisi VI DPR ini.
Sebagai legislator yang bermitra dengan Kementerian BUMN serta terlibat dalam tim inti kampanye Pilpres 2014 dan 2019, Deddy mengaku tahu persis siapa saja dan bagaimana kelakuan para elite relawan tersebut. "Saya tahu siapa yang sebenarnya punya massa, yang benar-benar bergerak saat pemilu dan siapa yang saat ini jadi benalu kekuasaan," ujarnya.
Di tengah ketidakpastian calon presiden atau partai afiliasi, para elite relawan saat ini mencoba melakukan berbagai manuver-manuver politik. "Tidak lebih dan tidak kurang, tujuannya adalah agar punya saham dalam pemerintahan berikutnya dan terus menikmati kue kekuasaan," katanya.
Diakuinya, sebagian aktivis relawan memang punya jiwa volunterisme yang besar dan sangat mengidolakan Presiden Jokowi. Orang-orang dan kelompok tersebut biasanya bekerja kongkret untuk membantu mengagregasikan kepentingan masyarakat atau mengawal program pemerintah. Namun tidak banyak yang mau mengoreksi perilaku koruptif, parasitik, dan avonturisme politik kekuasaan yang dimainkan beberapa tokoh relawan tertentu.
"Oleh karena itu, saya berharap agar para elite relawan sadar dan mengoreksi diri. Sadarlah, tidak ada kekuasaan yang abadi. Semua ada akhirnya, kecuali ideologi," tutup Deddy.
Lihat Juga: Desakan Usut Dugaan Korupsi Jokowi, Relawan Gibran: Sekelompok Orang Tak Mengakui Karya Presiden
Deddy menjelaskan, kelompok relawan sebagai bagian dari volunterisme adalah bagian dari perkembangan demokrasi yang positif sebagaimana ditunjukkan dalam peradaban politik di barat, terutama Amerika. Volunterisme atau kerelawanan adalah semangat partisipasi politik yang muncul ketika adanya kepemimpinan baru yang menawarkan perubahan, adanya kesamaan kepentingan yang kuat atau munculnya musuh bersama yang mengancam.
Hal itu bisa dilihat dari menjamurnya kelompok-kelompok relawan saat perhelatan demokrasi di negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris saat Bill Clinton dan Barrack Obama memenangkan kontestasi di Amerika atau kemenangan spektakuler Partai Buruh saat dipimpin Tony Blair.
Di Indonesia, kata Deddy, fenomena positif hadirnya kelompok-kelompok relawan dapat dilihat saat Joko Widodo memenangkan kontestasi Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2012 silam. Fenomena yang relatif sama terjadi di Amerika, Inggris, dan Pilgub DKI Jakarta saat itu sangat elegan dan berkualitas. Para relawan dan organisasi relawan muncul di mana-mana dan bergerak ke arah yang sama tanpa komando dan mengalir dengan baik dari rumah-rumah, kantor, kampung hingga tingkat nasional.
"Gejalanya sama, volunterisme bangkit, massif tetapi bersifat ad hoc. Begitu pemilu selesai, semua relawan kembali pada kehidupan normal dan hanya sedikit yang kemudian meneruskan naluri politiknya di jalur politik formal atau partisan," ujar Deddy.
"Tetapi di Indonesia, sejak Pemilu 2014 hingga hari ini banyak relawan atau kelompok relawan yang akhirnya justru berubah menjadi aktor politik dan ormas permanen," ujarnya.
Baca juga: Relawan Jokowi Beri Sinyal Dukungan ke Prabowo, Pengamat: Masyarakat Makin Paham Kinerjanya
Menurut Deddy, aktor-aktor politik baru yang lahir sejak 2014, sebagian besar sebelumnya aktif di partai politik dan ormas atau LSM. "Mereka aktif meminta ketemu dengan para pejabat negara dan BUMN agar bisa mendapatkan berbagai akses yang bahkan tidak dimiliki oleh politisi maupun aktivis partai politik," kata Anggota Komisi VI DPR ini.
Sebagai legislator yang bermitra dengan Kementerian BUMN serta terlibat dalam tim inti kampanye Pilpres 2014 dan 2019, Deddy mengaku tahu persis siapa saja dan bagaimana kelakuan para elite relawan tersebut. "Saya tahu siapa yang sebenarnya punya massa, yang benar-benar bergerak saat pemilu dan siapa yang saat ini jadi benalu kekuasaan," ujarnya.
Di tengah ketidakpastian calon presiden atau partai afiliasi, para elite relawan saat ini mencoba melakukan berbagai manuver-manuver politik. "Tidak lebih dan tidak kurang, tujuannya adalah agar punya saham dalam pemerintahan berikutnya dan terus menikmati kue kekuasaan," katanya.
Diakuinya, sebagian aktivis relawan memang punya jiwa volunterisme yang besar dan sangat mengidolakan Presiden Jokowi. Orang-orang dan kelompok tersebut biasanya bekerja kongkret untuk membantu mengagregasikan kepentingan masyarakat atau mengawal program pemerintah. Namun tidak banyak yang mau mengoreksi perilaku koruptif, parasitik, dan avonturisme politik kekuasaan yang dimainkan beberapa tokoh relawan tertentu.
"Oleh karena itu, saya berharap agar para elite relawan sadar dan mengoreksi diri. Sadarlah, tidak ada kekuasaan yang abadi. Semua ada akhirnya, kecuali ideologi," tutup Deddy.
Lihat Juga: Desakan Usut Dugaan Korupsi Jokowi, Relawan Gibran: Sekelompok Orang Tak Mengakui Karya Presiden
(abd)