Kemarahan Jokowi ke Menteri Dikhawatirkan Sesaat Setelah Itu Kembali Sunyi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti menganggap, bukan sesuatu yang baru Presiden Jokowi marah-marah dalam rapat anggota kabinet, dan bukan juga sesuatu yang baru Presiden mengancam akan melakukan reshuffle.
Menurut Ray, sejak priode pertama kepemimpinan Jokowi, dua hal ini juga pernah terjadi yakni, berkata keras dan menyiratkan akan melakukan reshuffle. "Tapi, biasanya hanya berlaku sesaat dan setelah itu akan kembali sunyi. Kalaupun reshuffle dilakukan, tak selalu seperti yang dimarahkan," kata Ray saat dihubungi SINDOnews, Selasa (30/6/2020).
Mungkin karena itulah, kata Ray, dalam 10 hari setelah Jokowi menyatakan pandangan kerasnya, langkah menteri seperti berlaku biasa saja. Mungkin karena itu pulalah, rekaman pidato tersebut akhirnya diunggah ke media sosial resmi Istana justru setelah 10 hari berlalu. "Kalau ada yang baru, unggahan inilah yang baru. Yang menandakan bahwa kemungkinan belum ada perubahan signifikan dalam kinerja kabinet," tutur dia. (Baca juga: Bela Menkes Terawan, Komisi IX DPR Sebut Jokowi Dapat Masukan yang Salah)
Ray menganggap, lambannya kinerja kabinet ini tidak bisa melulu dilihat sebagai kegagalan para menteri. Dia melihat ada sebab dari Presiden sendiri yang selalu menekankan agar anak buahnya tidak membuat gaduh dan tidak memperlihatkan sikap panic dalam menghadapi Covid-19.
”Kemarahan Presiden dikesankan sebagai sesuatu yang biasa dan akan dapat kita lalui dengan cara biasa yang dimodifikasi. Sejak awal Presiden menyatakan Covid-19 telah masuk ke Indonesia, kesan menghadapinya dengan cara biasalah itu yang umumnya tertanam dibenak banyak orang,” katanya. (Baca juga: Kemarahan Jokowi kepada Anak Buahnya Dinilai Simetris dengan Kekecewaan Rakyat)
Sekalipun begitu, lanjut Ray, adanya peringatan Presiden untuk melakukan reshuffle bukanlah sesuatu yang tergesa-gesa. Di periode pertama mantan Wali Kota Solo itu juga melakukan reshuffle setelah satu tahun masa bakti priode pertamanya. "Jadi ada kemungkinan reshuffle ini akan dilakukan setelah satu tahun masa priode kedua beliau. Oktober 2020 depan adalah masa satu tahun priode itu. Jadi, besar kemungkinan reshufflenya akan dilaksanakan sekitar Desember atau awal Januari," ujarnya.
Ray melihat, jika nantinya Jokowi menunaikan janji atas ancamannya tersebut, faktor reshufflenya bukan saja karena kelambanan kinerja kabinet merespons wabah Covid-19 tapi memang soal kinerja mereka umumnya sejak hari pertama dilantik sebagai menteri. (Baca juga: Ditanya Soal Reshuffle, Moeldoko: Presiden Katakan Akan Ambil Risiko)
Menurut dia, ada tiga pos kementerian yang patut dicermati dalam rencana reshuffle ini. Pertama, pos kementerian ekonomi. Di sini, ada ketidakpuasan cukup dalam yang dirasakan Presiden. ”Kinerja ekonomi kita selama 3 bulan terakhir dan kemampuan mereka menjawab tantangan resesi dunia,” katanya.
Kedua, sambung dia, pos kementerian yang berhubungan langsung dengan penanganan Covid-19. Menkes dan Mensos masuk dalam pos ini. Ketiga, pos kementerian yang berhubungan dengan penegakkan hukum. ”Tiga pos inilah kemungkinan akan jadi bidikan untuk direshuffle oleh presiden. Kita cermati dalam dua atau tiga bulan ke depan. Selalu ada arah angin berbalik," tandasnya.
Menurut Ray, sejak priode pertama kepemimpinan Jokowi, dua hal ini juga pernah terjadi yakni, berkata keras dan menyiratkan akan melakukan reshuffle. "Tapi, biasanya hanya berlaku sesaat dan setelah itu akan kembali sunyi. Kalaupun reshuffle dilakukan, tak selalu seperti yang dimarahkan," kata Ray saat dihubungi SINDOnews, Selasa (30/6/2020).
Mungkin karena itulah, kata Ray, dalam 10 hari setelah Jokowi menyatakan pandangan kerasnya, langkah menteri seperti berlaku biasa saja. Mungkin karena itu pulalah, rekaman pidato tersebut akhirnya diunggah ke media sosial resmi Istana justru setelah 10 hari berlalu. "Kalau ada yang baru, unggahan inilah yang baru. Yang menandakan bahwa kemungkinan belum ada perubahan signifikan dalam kinerja kabinet," tutur dia. (Baca juga: Bela Menkes Terawan, Komisi IX DPR Sebut Jokowi Dapat Masukan yang Salah)
Ray menganggap, lambannya kinerja kabinet ini tidak bisa melulu dilihat sebagai kegagalan para menteri. Dia melihat ada sebab dari Presiden sendiri yang selalu menekankan agar anak buahnya tidak membuat gaduh dan tidak memperlihatkan sikap panic dalam menghadapi Covid-19.
”Kemarahan Presiden dikesankan sebagai sesuatu yang biasa dan akan dapat kita lalui dengan cara biasa yang dimodifikasi. Sejak awal Presiden menyatakan Covid-19 telah masuk ke Indonesia, kesan menghadapinya dengan cara biasalah itu yang umumnya tertanam dibenak banyak orang,” katanya. (Baca juga: Kemarahan Jokowi kepada Anak Buahnya Dinilai Simetris dengan Kekecewaan Rakyat)
Sekalipun begitu, lanjut Ray, adanya peringatan Presiden untuk melakukan reshuffle bukanlah sesuatu yang tergesa-gesa. Di periode pertama mantan Wali Kota Solo itu juga melakukan reshuffle setelah satu tahun masa bakti priode pertamanya. "Jadi ada kemungkinan reshuffle ini akan dilakukan setelah satu tahun masa priode kedua beliau. Oktober 2020 depan adalah masa satu tahun priode itu. Jadi, besar kemungkinan reshufflenya akan dilaksanakan sekitar Desember atau awal Januari," ujarnya.
Ray melihat, jika nantinya Jokowi menunaikan janji atas ancamannya tersebut, faktor reshufflenya bukan saja karena kelambanan kinerja kabinet merespons wabah Covid-19 tapi memang soal kinerja mereka umumnya sejak hari pertama dilantik sebagai menteri. (Baca juga: Ditanya Soal Reshuffle, Moeldoko: Presiden Katakan Akan Ambil Risiko)
Menurut dia, ada tiga pos kementerian yang patut dicermati dalam rencana reshuffle ini. Pertama, pos kementerian ekonomi. Di sini, ada ketidakpuasan cukup dalam yang dirasakan Presiden. ”Kinerja ekonomi kita selama 3 bulan terakhir dan kemampuan mereka menjawab tantangan resesi dunia,” katanya.
Kedua, sambung dia, pos kementerian yang berhubungan langsung dengan penanganan Covid-19. Menkes dan Mensos masuk dalam pos ini. Ketiga, pos kementerian yang berhubungan dengan penegakkan hukum. ”Tiga pos inilah kemungkinan akan jadi bidikan untuk direshuffle oleh presiden. Kita cermati dalam dua atau tiga bulan ke depan. Selalu ada arah angin berbalik," tandasnya.
(cip)