Omnibus Law dan Ongkos PHK
loading...
A
A
A
Aroma kebermasalan ini sesungguhnya sudah tercium publik, khususnya pekerja dan pemberi kerja. Resistensi buruh dan riak-riak penolakan dunia usaha atas sejumlah ketentuan, memberikan alarm bagi DPR dan Pemerintah untuk tidak tergesa-gesa mengesahkan RUU sapu jagad ini. Jika suara penolakan ini tak digubris, beleid baru itu nanti menjadi jalan terjal bagi penciptaan sumber-sumber kerja di Indonesia.
Catatan Akhir
Pada sisi substansi, perihal “ongkos PHK”, beleid ini mesti mampu mengakomodir situasi perusahaan dan pekerja yang saat ini bekerja. Perlu dipertimbangkan sebuah ketentuan (peralihan) untuk mengindari daya kejut-destruktif RUU CK bagi stakeholder kunci tersebut. Sebab dinamika hidup perusahaan dan pemberi kerja, di dalamnya termasuk perencanaan dan penganggaran keuangan perusahaan, bersandar pada UU dan regulasi yang ada.
Sementara pada dimensi proses, perumusan klausul-klausul omnibus law, khususnya terkait “ongkos PHK” dan “uang penghargaan lainnya”, mesti dijalankan secara tepat berbasis kinerja. Penetapan klausul atau nominal tertentu harus bersandar pada data dan informasi yang valid. Bukti-bukti tersebut menjadi pemecah kebuntuan di tengah tarik ulur kepentingan pemberi kerja dan pekerja.
Regulasi yang baru harus menjadi solusi untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam kancah perekonomian global. Ketetapan yang memberatkan perusahaan dan merugikan pekerja harus dihindari agar tingkat kepatuhannya juga terjamin pada saat pelaksanaan di lapangan. Para pembentuk UU jangan pernah lagi menghadirkan kebijakan baru yang mengundang beban tambahan bagi perusahaan, terutama yang yang saat ini masih beroperasi dan bertahan di tengah badai pandemik Covid-19.
Catatan Akhir
Pada sisi substansi, perihal “ongkos PHK”, beleid ini mesti mampu mengakomodir situasi perusahaan dan pekerja yang saat ini bekerja. Perlu dipertimbangkan sebuah ketentuan (peralihan) untuk mengindari daya kejut-destruktif RUU CK bagi stakeholder kunci tersebut. Sebab dinamika hidup perusahaan dan pemberi kerja, di dalamnya termasuk perencanaan dan penganggaran keuangan perusahaan, bersandar pada UU dan regulasi yang ada.
Sementara pada dimensi proses, perumusan klausul-klausul omnibus law, khususnya terkait “ongkos PHK” dan “uang penghargaan lainnya”, mesti dijalankan secara tepat berbasis kinerja. Penetapan klausul atau nominal tertentu harus bersandar pada data dan informasi yang valid. Bukti-bukti tersebut menjadi pemecah kebuntuan di tengah tarik ulur kepentingan pemberi kerja dan pekerja.
Regulasi yang baru harus menjadi solusi untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam kancah perekonomian global. Ketetapan yang memberatkan perusahaan dan merugikan pekerja harus dihindari agar tingkat kepatuhannya juga terjamin pada saat pelaksanaan di lapangan. Para pembentuk UU jangan pernah lagi menghadirkan kebijakan baru yang mengundang beban tambahan bagi perusahaan, terutama yang yang saat ini masih beroperasi dan bertahan di tengah badai pandemik Covid-19.
(ras)