Imam Nahrawi Divonis 7 Tahun dan Hak Politik Dicabut 4 Tahun
loading...
A
A
A
Empat, Rp400 juta dari Supriyono selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode 2017-2018. Uang yang diberikan Supriyono merupakan uang pinjaman Supriyono dari KONI Pusat. Uang diterima Ulum di dekat masjid yang berada di dalam kompleks Kemenpora.
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Imam Nahrawi dengan pidana penjara selama 7 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp400 juta subsider 3 bulan kurungan. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan," tegas hakim Rosmina saat membacakan amar putusan atas nama Imam Nahrawi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/6/2020) malam.
Dia melanjutkan, dari seluruh uang suap dan gratifikasi yang diterima telah dinikmati dan dipakai Nahrawi untuk kebutuhan dan kepentingannya seperti biaya operasional hingga untuk keluarga. Karenanya terhadap politikus PKB ini majelis sepakat menjatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti. Angka uang pengganti dikurangkan dengan jumlah yang telah dikembalikan oleh seorang saksi ke KPK.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Imam Nahrawi untuk membayar uang pengganti kepada negara sejumlah Rp18.154.203.882 kepada KPK selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terpidana disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal terpidana tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama 2 tahun," ungkapnya.
Dia membeberkan, majelis hakim juga sepakat untuk menjatuhkan pidana tambahan terhadap Nahrawi berupa pencabutan hak politik. Pasalnya perbuatan pidana penerimaan suap dan gratifikasi dilakukan Nahrawi saat menjabat sebagai Menpora. Selain itu sebagai penyelenggara negara atau pejabat publik, Nahrawi telah memanfaatkan jabatan tersebut untuk melakukan perbuatan pidana dan tidak memberikan contoh atau teladan bagi masyarakat.
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun yang setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," tegas hakim Rosmina.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK. Sebelumnya JPU menuntut Imam Nahrawi dengan pidana penjara selama 10 tahun, pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, pidana tambahan uang pengganti Rp19.154.203.882 subsider 3 tahun penjara, dan pencabutan hak politik selama 5 tahun.
Hakim Rosmina menambahkan, perbuatan Nahrawi bersama Ulum menerima suap terbukti melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Perbuatan Nahrawi bersama Ulum menerima gratifikasi terbukti melanggar Pasal 12B jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Seluruh pasal, tutur hakim Rosmina sebagaimana diatur pidana dalam dakwaan kesatu pertama dan dakwaan kedua.
"Menolak permohonan justice collaborator yang diajukan oleh terdakwa," ucap hakim Rosmina.
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Imam Nahrawi dengan pidana penjara selama 7 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp400 juta subsider 3 bulan kurungan. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan," tegas hakim Rosmina saat membacakan amar putusan atas nama Imam Nahrawi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/6/2020) malam.
Dia melanjutkan, dari seluruh uang suap dan gratifikasi yang diterima telah dinikmati dan dipakai Nahrawi untuk kebutuhan dan kepentingannya seperti biaya operasional hingga untuk keluarga. Karenanya terhadap politikus PKB ini majelis sepakat menjatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti. Angka uang pengganti dikurangkan dengan jumlah yang telah dikembalikan oleh seorang saksi ke KPK.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Imam Nahrawi untuk membayar uang pengganti kepada negara sejumlah Rp18.154.203.882 kepada KPK selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terpidana disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal terpidana tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama 2 tahun," ungkapnya.
Dia membeberkan, majelis hakim juga sepakat untuk menjatuhkan pidana tambahan terhadap Nahrawi berupa pencabutan hak politik. Pasalnya perbuatan pidana penerimaan suap dan gratifikasi dilakukan Nahrawi saat menjabat sebagai Menpora. Selain itu sebagai penyelenggara negara atau pejabat publik, Nahrawi telah memanfaatkan jabatan tersebut untuk melakukan perbuatan pidana dan tidak memberikan contoh atau teladan bagi masyarakat.
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun yang setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," tegas hakim Rosmina.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK. Sebelumnya JPU menuntut Imam Nahrawi dengan pidana penjara selama 10 tahun, pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, pidana tambahan uang pengganti Rp19.154.203.882 subsider 3 tahun penjara, dan pencabutan hak politik selama 5 tahun.
Hakim Rosmina menambahkan, perbuatan Nahrawi bersama Ulum menerima suap terbukti melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Perbuatan Nahrawi bersama Ulum menerima gratifikasi terbukti melanggar Pasal 12B jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Seluruh pasal, tutur hakim Rosmina sebagaimana diatur pidana dalam dakwaan kesatu pertama dan dakwaan kedua.
"Menolak permohonan justice collaborator yang diajukan oleh terdakwa," ucap hakim Rosmina.