Lanjutkan RUU HIP Berpotensi Masuk Kualifikasi Pidana Politik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila ( RUU HIP ) tak perlu dilanjutkan. Sebab pembahasan lebih lanjut justru berisiko melakukan pelanggaran pidana lantaran substansi isi RUU tersebut.
Menurut Fickar, Reformasi 98 salah satunya melahirkan UU No.27 tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP )yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. UU ini menambahkan enam pasal baru dalam KUHP.
Dia mengatakan, UU yang bertujuan melindungi Pancasila sebagai ideologi negara ini mengkualifikasikan bahwa tindakan dan usaha mengubahnya sebagai kejahatan politik dan kejahatan terhadap ideologi negara.
"Karena itu pula meneruskan RUU HIP hanya buying time karena substansi RUU HIP justru bertendensi mengubah Pancasila," ujarnya kepada SINDOnews, Senin (29/6/2020).
(Baca: Jika RUU HIP Dilanjutkan Dinilai Bisa Memicu Gejolak Lebih Besar)
Fickar membeberkan ketentuan-ketentuan enam pasal dalam UU No 27 tahun 1999 yang memuat perlindungan terhadap Pancasila. ”Peraturan ini menambahkan enam ketentuan baru di antara Pasal 107 dan Pasal 108 Bab I Buku 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara, yaitu Pasal 107a sampai 107f,” katanya.
Berikut bunyi enam pasal tambahan dalam KUHP:
Pasal 107a
”Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan perwujudan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.”
(Baca: Tak Cukup Ditunda, RUU HIP Harus Dicabut)
Pasal 107b
”Barang siapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dari atau melalui media apapun, menyatakan keinginan untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara yang berakibat timbulnya kerusuhan dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.”
Pasal 107c
”Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan,tulisan dan atau melalui media apapun,-menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisnie/Marxisme-Leninismce yang berakibat timbulnya kerusuhan-dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.”
(Baca: Soal RUU HIP, Hanya Menunda Justru Potensial Picu Konflik Horizontal)
Pasal 107d
”Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan,tulisan dan atau melalui media apapun-menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau_ mengganti Pancasila sebagai dasar Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.”
Pasal 107e
”Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas tahun):
a. barang siapa yang mendirikan organisasi yang diketahui atau patut diduga menganut ajaran Komunisme/Marxisme Leninisme atas dalam segala bentuk danperwujudannya; atau_
b. barang siapa yang mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada organisasi, baik didalam maupun di luar tiegeri, yang diketahuinya berasaskan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme atau dalam segala, bentuk dan perwujudannya dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan Pemerintah yang sah.”
Lihat Juga: Sidang Praperadilan, Saksi Ahli Hukum Pidana Bela Polda Jabar Soal Status Tersangka Pegi
Menurut Fickar, Reformasi 98 salah satunya melahirkan UU No.27 tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP )yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. UU ini menambahkan enam pasal baru dalam KUHP.
Dia mengatakan, UU yang bertujuan melindungi Pancasila sebagai ideologi negara ini mengkualifikasikan bahwa tindakan dan usaha mengubahnya sebagai kejahatan politik dan kejahatan terhadap ideologi negara.
"Karena itu pula meneruskan RUU HIP hanya buying time karena substansi RUU HIP justru bertendensi mengubah Pancasila," ujarnya kepada SINDOnews, Senin (29/6/2020).
(Baca: Jika RUU HIP Dilanjutkan Dinilai Bisa Memicu Gejolak Lebih Besar)
Fickar membeberkan ketentuan-ketentuan enam pasal dalam UU No 27 tahun 1999 yang memuat perlindungan terhadap Pancasila. ”Peraturan ini menambahkan enam ketentuan baru di antara Pasal 107 dan Pasal 108 Bab I Buku 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara, yaitu Pasal 107a sampai 107f,” katanya.
Berikut bunyi enam pasal tambahan dalam KUHP:
Pasal 107a
”Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan perwujudan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.”
(Baca: Tak Cukup Ditunda, RUU HIP Harus Dicabut)
Pasal 107b
”Barang siapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dari atau melalui media apapun, menyatakan keinginan untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara yang berakibat timbulnya kerusuhan dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.”
Pasal 107c
”Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan,tulisan dan atau melalui media apapun,-menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisnie/Marxisme-Leninismce yang berakibat timbulnya kerusuhan-dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.”
(Baca: Soal RUU HIP, Hanya Menunda Justru Potensial Picu Konflik Horizontal)
Pasal 107d
”Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan,tulisan dan atau melalui media apapun-menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau_ mengganti Pancasila sebagai dasar Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.”
Pasal 107e
”Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas tahun):
a. barang siapa yang mendirikan organisasi yang diketahui atau patut diduga menganut ajaran Komunisme/Marxisme Leninisme atas dalam segala bentuk danperwujudannya; atau_
b. barang siapa yang mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada organisasi, baik didalam maupun di luar tiegeri, yang diketahuinya berasaskan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme atau dalam segala, bentuk dan perwujudannya dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan Pemerintah yang sah.”
Lihat Juga: Sidang Praperadilan, Saksi Ahli Hukum Pidana Bela Polda Jabar Soal Status Tersangka Pegi
(muh)