PUSAKO Kritisi soal Transparansi Penyusunan Sejumlah UU

Selasa, 02 Agustus 2022 - 13:29 WIB
loading...
PUSAKO Kritisi soal...
Diskusi Telaah Kritis UU No 23 Tahun 2019 tentang PSDN dalam Perspektif Politik, Hukum-HAM, dan Keamanan di Padang, Senin (1/8/2022). FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Direktur PUSAKO Universitas Andalas Feri Amsari mengkritisi proses penyusunan sejumlah undang-undang yang dinilai tidak transparan. Padahal semestinya DPR melibatkan masyarakat sipil dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan.

Salah satu yang disorotinya adalah UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN).

"Saya menilai pembentukan UU ini bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya alam untuk pertahanan. Padahal jika kita menjadikan UUD 1945 kita sebagai panduan, khususnya yang mengatur terkait sumber daya alam, maka pemanfaatan sumber daya alam harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana yang diatur dalam pasal 33 UUD 1945," kata Feri Amsari dalam diskusi Telaah Kritis UU No 23 Tahun 2019 tentang PSDN dalam Perspektif Politik, Hukum-HAM, dan Keamanan, dikutip, Selasa (2/8/2022).



Menurutnya, UU PSDN sejatinya bukan memperkuat pertahanan atau komponen utama Republik Indonesia, tapi lebih kepada penguasaan sumber daya alam. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya klausul dalam UU ini yang tidak rigid. "UU PSDN ini sangat terbuka terhadap berbagai potensi penyalahgunaan," katanya.

Sementara Direktur LBH Padang, Indira Suryani, menilai di tengah masih sering terjadinya konflik SDA antara pemerintah, termasuk TNI dengan masyarakat, UU PSDN ini justru memberi ruang atau karpet merah pengambilalihan tanah rakyat atas nama pertahanan negara melalui cara-cara yang tidak demokratis. Hal ini akan membuat situasi konflik agraria di Indonesia semakin kisruh.

Ia mengatakan, UU PSDN dimungkinkan bermaksud ingin membuat masyarakat patuh. Namun kepatuhan publik didorong dengan ketakutan, bukan dengan kesadaran kritis. "Dengan demikian, maka UU ini layak dikatakan cacat secara prosedur dan secara substansi karena pengaturannya yang tidak rigid dan melanggaran sejumlah ketentuan terkait hak asasi manusia," katanya.

Baca juga: Terus Menuai Penolakan, UU PSDN Dinilai Minim Partisipasi Publik

Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Al Araf menilai Komponen Cadangan akan menjadi beban baru terhadap anggaran pertahanan negara yang memang sudah sangat terbatas. Di tengah keterbatasan ini, Indonesia sulit memperbarui alutsista. Implikasinya masih banyak alutsista yang tua, tidak layak pakai, bahkan sangat berpotensi rusak ketika digunakan dan terjadi kecelakaan, salah satunya kasus KRI Nanggala yang tenggelam beberapa waktu lalu.

"Kita seharusnya menata anggaran pertahanan negara kita untuk membangun atau memperkuat komponen utama. Jangan justru anggaran yang terbatas ini diberikan kepada Komcad yang urgensinya masih dipertanyakan. Saat ini dianggarkan Rp1 triliun setiap tahunnya. Anggaran sebesar ini tentu akan menjadi beban baru anggaran pertahanan," kata Ketua Badan Pengurus Centra Initiative ini.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1708 seconds (0.1#10.140)