Tak Kuat Berjalan 500 Km dari Batujajar ke Cilacap, Jenderal Kopassus Ini Gagal Sandang Brevet Komando

Jum'at, 29 Juli 2022 - 06:01 WIB
loading...
Tak Kuat Berjalan 500...
Pentolan Kopassus Letjen (Purn) Soegito sempat gagal menyandang brevet komando dan baret merah ketika mengikuti pendidikan komando. Keinginan di lengan kanan bajunya tersemat tulisan Komando harus tertunda. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Latihan komando merupakan sebuah tahapan awal yang harus dilalui setiap prajurit yang akan bergabung dengan satuan elite. Secara etimologi, komando bisa didefinisikan sebagai prajurit yang dilatih secara khusus untuk beroperasi dalam satuan infanteri ringan atau unit satuan khusus, yang mampu digerakkan dalam operasi pendaratan amfibi atau dari udara (parachuting).

Pendidikan komando bertujuan untuk mendidik dan mengembangkan kemampuan prajurit sehingga baik secara individu dan kelompok melaksanakan operasi komando. Di lingkungan militer, komando juga dipahami sebagai unit tempur, jalur hirarki, atau bentuk perintah.

Pendidikan komando diakhiri di Nusakambangan, Cilacap. Sebelum upacara pembaretan, selalu diadakan demo penutup dari siswa komando yang disaksikan para undangan dan keluarga siswa. Kopassus menyebut demo saat matahari terbit ini dengan Seruko (Serangan Regu Komando).

Setelah menyelesaikan pendidikan komando dan para dasar serta berhak menyandang brevet komando dan baret merah, mereka disebar di unit-unit operasional Kopassus, yaitu Grup. Di Grup ini, pada tahap awal mereka akan melaksanakan orientasi untuk mendapatkan gambaran tugas, nilai-nilai, dan tradisi satuan barunya.

Walau sudah tahu risikonya, tidak ada yang bisa menghalangi pentolan Kopassus Letjen (Purn) Soegito untuk mengikuti pendidikan komando. Salah satu alasannya cukup sepele, ingin sekali di lengan kanan bajunya ada tulisan Komando. Sehingga apa pun yang akan terjadi selama masa pendidikan, akan dihadapinya tanpa perasaan gentar.

Dikutip dari buku "Letjen (Purn) Soegito, Bakti Seorang Prajurit Stoottroepen", Jumat (29/7/2022), pendidikan komando dimulai di Batujajar pada Februari 1965. Soegito kembali bertemu dengan kelompok yuniornya dari AMN (Akademi Militer Nasional) 63 yang baru pulang dari Operasi Tumpas di Sulawesi Selatan. Sebanyak 15 orang perwira remaja alumni 63 mengikuti pendidikan komando.

Letjen (Pur) Sintong Panjaitan dalam bukunya Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (2009) menyebutkan, bahwa mereka adalah angkatan pertama alumni AMN yang mengikuti pendidikan dasar komando yang sebetulnya adalah kali kedua bagi lulusan AMN.

Tahap demi tahap latihan dilahap Soegito dengan baik, tanpa kesulitan. Memasuki tahap terakhir yaitu longmarch dari Batujajar, Bandung Barat ke Nusakambangan, Cilacap sejauh hampir 500 kilometer selama 10 hari, mendadak Soegito merasakan sakit tak tertahankan di seluruh sendi-sendi kakinya disertai mendadak lemah sehingga tidak kuat dibawa berjalan.

Kali ini Soegito tidak mampu melawan rasa sakitnya, ia menyerah. Pelatihnya Serma Sutari berusaha menguatkan, namun sia sia. Soegito pun akhirnya ditinggal kelompoknya hingga kemudian dievakuasi oleh pelatih. Singkat cerita, ia dikembalikan ke Cijantung.

Soetedjo tahunya saat sudah finish di Nusakambangan. Saat dilakukan penghitungan, jumlahnya sudah tidak lengkap, di antaranya sudah tidak ada Soegito. "Pak Gito itu kan sprinter, pelari cepat. Biasanya pelari cepat tidak tahan jarak jauh. Tapi apakah itu sebabnya, saya tidak tahu," aku Letjen (Pur) Soetedjo saat di wawancara di kantornya di Sinarmas Tower, Jakarta, awal Maret 2015.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1171 seconds (0.1#10.140)