Lembaga Kemanusiaan Bahas Nasib Pengungsi Rohingya di Aceh
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah lembaga kemanusiaan menggelar pertemuan membahas tentang nasib puluhan orang pengungsi etnis Rohingya yang telah diselamatkan dan berlabuh di Aceh Utara, belum lama ini.
Salah satu lembaga yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Dilansir dari situs ACT, dalam pertemuan yang digelar Jumat 26 Juni 2020 malam, ACT membahas rencana keterlibatan setiap lembaga serta dukungan untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi dalam beberapa minggu ke depan.
Kepala ACT Lhokseumawe, Thariq Farline menjelaskan, dari setiap lembaga menyampaikan bentuk dukungan masing-masing dalam hal pemenuhan kebutuhan pengungsi selama masa response. "Sebelum adanya keputusan pasti terkait keberlanjutan kepengurusan pengungsi Rohingya,” ujar Thariq dikutip dari ACT News.
Pertemuan malam itu dihadiri pula oleh perwakilan dari Pemerintah Kabupaten Aceh Utara. Suplai makanan dan tempat tinggal menjadi salah satu prioritas yang dibahas dalam pertemuan.
Tahriq menjelaskan saat ini pengungsi berada di bekas Kantor Imigrasi Desa Punteuet, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe. Kemungkinan akan dipindahkan kembali dalam beberapa hari ini ke lokasi lain.
"Suplai makanan bagi pengungsi juga belum ada yang menangani. Pemerintah pun khawatir persoalan ini jika dibiarkan berlarut akan menjadi dampak yang buruk bagi pengungsi,” kata Thariq.( )
ACT sebagai salah satu lembaga yang hadir pada malam itu, mengambil peran untuk menyediakan makanan pokok para pengungsi melalui dapur umum. Rencananya dapur umum ACT akan aktif Sabtu 27 Juni 2020 siang dan akan berjalan selama 30 hari ke depan.
Skema pemberdayaan akan dijalankan dalam program ini. ACT akan membeli bahan-bahan makanan dari masyarakat setempat sehingga tidak hanya kebutuhan para pengungsi yang terpenuhi, tetapi ekonomi masyarakat juga dapat berjalan.
“ACT berinisiatif mengambil peran untuk memenuhi kebutuhan makan para korban konflik kemanusiaan ini selama 30 hari ke depan. Berkaitan dengan produksi makanan, kita memakai skema memberdayakan masyarakat. Rencananya bahan-bahan makanan akan kita order dari masyarakat sekitar. Harapannya dengan skema ini, ekonomi sekitar pengungsian bisa bergulir juga,” tutur Thariq dikutip dari ICT News.
Pada Rabu 24 Juni 2020, sebuah kapal terombang-ambing di perairan Aceh Utara. Kapal itu membawa 94 warga etnis Rohingya di Myanmar dengan rincian 15 laki-laki dewasa, 49 perempuan dewasa, dan 30 anak-anak.
Salah satu lembaga yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Dilansir dari situs ACT, dalam pertemuan yang digelar Jumat 26 Juni 2020 malam, ACT membahas rencana keterlibatan setiap lembaga serta dukungan untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi dalam beberapa minggu ke depan.
Kepala ACT Lhokseumawe, Thariq Farline menjelaskan, dari setiap lembaga menyampaikan bentuk dukungan masing-masing dalam hal pemenuhan kebutuhan pengungsi selama masa response. "Sebelum adanya keputusan pasti terkait keberlanjutan kepengurusan pengungsi Rohingya,” ujar Thariq dikutip dari ACT News.
Pertemuan malam itu dihadiri pula oleh perwakilan dari Pemerintah Kabupaten Aceh Utara. Suplai makanan dan tempat tinggal menjadi salah satu prioritas yang dibahas dalam pertemuan.
Tahriq menjelaskan saat ini pengungsi berada di bekas Kantor Imigrasi Desa Punteuet, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe. Kemungkinan akan dipindahkan kembali dalam beberapa hari ini ke lokasi lain.
"Suplai makanan bagi pengungsi juga belum ada yang menangani. Pemerintah pun khawatir persoalan ini jika dibiarkan berlarut akan menjadi dampak yang buruk bagi pengungsi,” kata Thariq.( )
ACT sebagai salah satu lembaga yang hadir pada malam itu, mengambil peran untuk menyediakan makanan pokok para pengungsi melalui dapur umum. Rencananya dapur umum ACT akan aktif Sabtu 27 Juni 2020 siang dan akan berjalan selama 30 hari ke depan.
Skema pemberdayaan akan dijalankan dalam program ini. ACT akan membeli bahan-bahan makanan dari masyarakat setempat sehingga tidak hanya kebutuhan para pengungsi yang terpenuhi, tetapi ekonomi masyarakat juga dapat berjalan.
“ACT berinisiatif mengambil peran untuk memenuhi kebutuhan makan para korban konflik kemanusiaan ini selama 30 hari ke depan. Berkaitan dengan produksi makanan, kita memakai skema memberdayakan masyarakat. Rencananya bahan-bahan makanan akan kita order dari masyarakat sekitar. Harapannya dengan skema ini, ekonomi sekitar pengungsian bisa bergulir juga,” tutur Thariq dikutip dari ICT News.
Pada Rabu 24 Juni 2020, sebuah kapal terombang-ambing di perairan Aceh Utara. Kapal itu membawa 94 warga etnis Rohingya di Myanmar dengan rincian 15 laki-laki dewasa, 49 perempuan dewasa, dan 30 anak-anak.
(dam)