Mempertanyakan Kebijakan Drone Elang Hitam
loading...
A
A
A
Alasan mengubah orientasi menjadi drone sipil juga terkesan mengada-ada. Bagaimana tidak, disebutkan sendiri oleh BRIN, perbedaan drone kombatan dengan sipil hanya sistem persenjataan saja, bukan masalah flight control atau komposit seperti disampaikan.
Belum lagi spisifikasi drone sipil dengan drone militer juga berbeda dan dengan sertifikasi lebih ribet, dan dari sisi bisnis drone sipil tidak jelas orientasi marketnya. Dan lebih parah lagi, perubahan ini melanggar hukum karena menihilkan Perpres 109/2020.
Bila melihat fakta-fakta di atas, keputusan BRIN menunjukkan tidak jelasnya visi dan misi BRIN. Betapa tidak, mereka menganggap sebelah mata dan tidak menghargai keras dan semangat dan optimisme tim yang sudah bekerja sejak 2017.
BRIN juga mengabaikan UU N0 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan yang didalamnya tidak mengharamkantransfer of technology, mengakusisi teknologi perusahaan internasional, bekerja sama dengan negara telah menguasai teknologi drone dan lainnya demi membangun kemandirian industri pertahanan.
Misalnya, bila kendalnya sistem senjata sebagai poin yang membedakan dengan drone sipil, bukankah konsorsium sudah menjajaki kerja sama dengan Tubitak SAGE dari Turki yang tengah mengembangkan rudalair to groundterbaru dan menawarkan ke Indonesia.
Jika semua kendala sebenarnya bisa dicarikan solusi, lantas di mana masalahnya sehingga BRIN mengambil keputusan kontroversial hingga menabrak hukum tersebut?
Ada baiknya para pejabat yang berada di balik kendali BRIN mengubah pikiran pesimistis menjadi lebih optimistis terhadap kerja keras anak bangsa. Perlu ada upaya serius dalam membangun inovasi dan mengejar ketertinggalan teknologi serta semakin peduli dengan kemandirian industri pertahanan.
Belum lagi spisifikasi drone sipil dengan drone militer juga berbeda dan dengan sertifikasi lebih ribet, dan dari sisi bisnis drone sipil tidak jelas orientasi marketnya. Dan lebih parah lagi, perubahan ini melanggar hukum karena menihilkan Perpres 109/2020.
Bila melihat fakta-fakta di atas, keputusan BRIN menunjukkan tidak jelasnya visi dan misi BRIN. Betapa tidak, mereka menganggap sebelah mata dan tidak menghargai keras dan semangat dan optimisme tim yang sudah bekerja sejak 2017.
BRIN juga mengabaikan UU N0 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan yang didalamnya tidak mengharamkantransfer of technology, mengakusisi teknologi perusahaan internasional, bekerja sama dengan negara telah menguasai teknologi drone dan lainnya demi membangun kemandirian industri pertahanan.
Misalnya, bila kendalnya sistem senjata sebagai poin yang membedakan dengan drone sipil, bukankah konsorsium sudah menjajaki kerja sama dengan Tubitak SAGE dari Turki yang tengah mengembangkan rudalair to groundterbaru dan menawarkan ke Indonesia.
Jika semua kendala sebenarnya bisa dicarikan solusi, lantas di mana masalahnya sehingga BRIN mengambil keputusan kontroversial hingga menabrak hukum tersebut?
Ada baiknya para pejabat yang berada di balik kendali BRIN mengubah pikiran pesimistis menjadi lebih optimistis terhadap kerja keras anak bangsa. Perlu ada upaya serius dalam membangun inovasi dan mengejar ketertinggalan teknologi serta semakin peduli dengan kemandirian industri pertahanan.
(ynt)