Pilkada 2020 Tanpa APD, Bawaslu Ingatkan Potensi Konflik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketersediaan alat pelindung diri (APD) bagi petugas penyelenggara pemilu di lapangan hal yang mutlak di masa pandemi Covid-19. Terlebih lagi sejak 24 Juni 2020 Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus melaksanakan tahapan verifikasi dukungan calon perseorangan.
Sejauh ini muncul kekhawatiran KPU daerah sulit menjalankan protokol kesehatan sebagaimana mestinya karena anggaran tambahan dari APBN belum dicairkan. Saat ini KPU masih menunggu pemerintah pusat mencairkan anggaran Rp1,02 triliun untuk pengadaan APD.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu ) dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020 menjadikan kondisi pandemi Covid-19 ini sebagai salah satu kerawanan. Bawaslu menilai APD, alat kesehatan (alkes) dan anggaran wajib tersedia agar protokol kesehatan bisa dilakukan. Dengan begitu, tahapan pilkada juga tetap bisa berjalan sesuai jadwal yang ditetapkan dalam Peraturan KPU (PKPU). (Baca: PKS Tolak Rencana Pemerintah Cabut Subsidi Gas Melon)
“Dalam situasi normal, kita tidak punya beban mengawasi petugas yang datang, mau bawa APD atau tidak. Namun, pilkada di saat pandemi berbeda. Semua tahapan harus mematuhi PKPU dan jika tidak, itu jadi pelanggaran administrasi,” kata anggota Bawaslu Muhammad Afiffudin kepada KORAN SINDO kemarin.
Akibat ketiadaan APD, Afif menyebut sudah muncul konflik di daerah. Dia mencontohkan, kasus di Indramayu, Jawa Barat kemarin. Di daerah itu terjadi konflik karena petugas KPU terlambat melakukan rapid test. Verifikasi dukungan calon perseorangan yang sudah dijadwalkan pada 24 Juni nyatanya belum bisa dilakukan karena petugas KPU baru melakukan rapid test pada 24 Juni.
“Karena belum disampaikan dengan baik ke LO ataupun ke pendukung calon yang mau diverifikasi, maka muncul insiden di kantor KPU, mungkin karena tidak puas,” ujar Afif.
Afif melanjutkan, ketersediaan alat yang belum tentu ada di setiap daerah pun bisa memicu kerawanan pilkada. Adapun hal yang dimaksud Bawaslu bahwa pandemi Covid-19 bisa berkontribusi menimbulkan kerawanan, menurut Afif menyangkut semua tahapan pilkada yang harus memenuhi protokol kesehatan. Artinya, ketersediaan APD dan anggaran menjadi mutlak.
“Karena protokol kesehatan menyertakan syarat di luar penyelenggara, yakni berkomunikasi dengan Gugus Tugas dan anggaran yang belum semuanya turun. Ini kalau enggak hati-hati, bisa memicu konflik seperti yang di Indramayu,” imbuh Afif. (Baca juga: Polisi Tembak Mati Pelaku Penikaman di Glasgow)
Dia menjelaskan bahwa memang belum ada data pasti soal daerah mana saja yang terkendala pelaksanaan pilkadanya. Namun, Bawaslu mendapatkan laporan dari masing-masing jajaran bahwa ada daerah yang petugasnya belum melakukan rapid test, tetapi tahapannya sudah berjalan. Diketahui, KPU mewajibkan semua petugas adhoc yang menjalankan tahapan verifikasi melakukan rapid test demi memastikan semua bebas Covid-19.
“Akhirnya Bawaslu memberi surat edaran yang isinya bahwa untuk rapid test disesuaikan ketersediaan anggaran dan alat rapid,”ujarnya.
Kendati demikian, dia menambahkan, KPU RI sudah menegaskan bahwa petugas tidak akan diperbolehkan turun sebelum melakukan rapid test. “Jadi, kalau petugas KPU tidak turun melaksanakan tahapan, maka Bawaslu pun tidak mengawasi,” ucapnya.
Afif berharap ketidaktersediaan APD dan anggaran di sejumlah daerah ini tidak lantas membuat pilkada secara lokal di banyak daerah tertunda. Bawaslu melihat sejauh ini belum sampai pada keputusan penundaan tahapan pilkada secara lokal. “Tapi, kalau tidak segera diantisipasi apa yang menjadi kekhawatiran, itu bisa terjadi,” ujarnya. (Lihat videonya: Tak Lazim, Pencuri Pakain Dalam Wanita Terekam CCTV)
KPU daerah pun masih menunggu pusat mentransfer anggaran dari APBN tersebut. Ketua KPU Tana Toraja Rizal Randa mengatakan, pihaknya mendapat tambahan anggaran dari APBN sebesar Rp2.658.753.000, namun hingga Selasa (23/6) dana tersebut belum cair.
Rizal mengaku juga masih menunggu petunjuk teknis (juknis) terkait penggunaan tambahan anggaran tersebut. “Kami belum tahu soal apa-apa saja yang akan dibelanjakan dana APBN itu. Kami masih tunggu petunjuk teknisnya,” ujar Rizal kemarin.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pun kembali meminta daerah untuk segera mencairkan sisa anggaran hibah pilkada sesuai NPHD. Hal ini disampaikan Tito dalam acara Rapat Koordinasi Persiapan Pilkada Serentak yang digelar lewat video conference yang dihadiri seluruh kepala daerah peserta Pilkada Serentak 2020.
“Saya memohon kepada rekan-rekan kepala daerah, sisa anggaran yang sudah dihibahkan dicairkan kepada KPUD dan Bawaslu daerah sehingga mereka memiliki kepastian adanya dukungan anggaran. Dengan begitu, mereka bisa menggulirkan kegiatannya,” kata Mendagri.
Dia mengatakan, pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19 ini mengharuskan penyelenggara menerapkan protokol kesehatan. (Kiswondari)
Sejauh ini muncul kekhawatiran KPU daerah sulit menjalankan protokol kesehatan sebagaimana mestinya karena anggaran tambahan dari APBN belum dicairkan. Saat ini KPU masih menunggu pemerintah pusat mencairkan anggaran Rp1,02 triliun untuk pengadaan APD.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu ) dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020 menjadikan kondisi pandemi Covid-19 ini sebagai salah satu kerawanan. Bawaslu menilai APD, alat kesehatan (alkes) dan anggaran wajib tersedia agar protokol kesehatan bisa dilakukan. Dengan begitu, tahapan pilkada juga tetap bisa berjalan sesuai jadwal yang ditetapkan dalam Peraturan KPU (PKPU). (Baca: PKS Tolak Rencana Pemerintah Cabut Subsidi Gas Melon)
“Dalam situasi normal, kita tidak punya beban mengawasi petugas yang datang, mau bawa APD atau tidak. Namun, pilkada di saat pandemi berbeda. Semua tahapan harus mematuhi PKPU dan jika tidak, itu jadi pelanggaran administrasi,” kata anggota Bawaslu Muhammad Afiffudin kepada KORAN SINDO kemarin.
Akibat ketiadaan APD, Afif menyebut sudah muncul konflik di daerah. Dia mencontohkan, kasus di Indramayu, Jawa Barat kemarin. Di daerah itu terjadi konflik karena petugas KPU terlambat melakukan rapid test. Verifikasi dukungan calon perseorangan yang sudah dijadwalkan pada 24 Juni nyatanya belum bisa dilakukan karena petugas KPU baru melakukan rapid test pada 24 Juni.
“Karena belum disampaikan dengan baik ke LO ataupun ke pendukung calon yang mau diverifikasi, maka muncul insiden di kantor KPU, mungkin karena tidak puas,” ujar Afif.
Afif melanjutkan, ketersediaan alat yang belum tentu ada di setiap daerah pun bisa memicu kerawanan pilkada. Adapun hal yang dimaksud Bawaslu bahwa pandemi Covid-19 bisa berkontribusi menimbulkan kerawanan, menurut Afif menyangkut semua tahapan pilkada yang harus memenuhi protokol kesehatan. Artinya, ketersediaan APD dan anggaran menjadi mutlak.
“Karena protokol kesehatan menyertakan syarat di luar penyelenggara, yakni berkomunikasi dengan Gugus Tugas dan anggaran yang belum semuanya turun. Ini kalau enggak hati-hati, bisa memicu konflik seperti yang di Indramayu,” imbuh Afif. (Baca juga: Polisi Tembak Mati Pelaku Penikaman di Glasgow)
Dia menjelaskan bahwa memang belum ada data pasti soal daerah mana saja yang terkendala pelaksanaan pilkadanya. Namun, Bawaslu mendapatkan laporan dari masing-masing jajaran bahwa ada daerah yang petugasnya belum melakukan rapid test, tetapi tahapannya sudah berjalan. Diketahui, KPU mewajibkan semua petugas adhoc yang menjalankan tahapan verifikasi melakukan rapid test demi memastikan semua bebas Covid-19.
“Akhirnya Bawaslu memberi surat edaran yang isinya bahwa untuk rapid test disesuaikan ketersediaan anggaran dan alat rapid,”ujarnya.
Kendati demikian, dia menambahkan, KPU RI sudah menegaskan bahwa petugas tidak akan diperbolehkan turun sebelum melakukan rapid test. “Jadi, kalau petugas KPU tidak turun melaksanakan tahapan, maka Bawaslu pun tidak mengawasi,” ucapnya.
Afif berharap ketidaktersediaan APD dan anggaran di sejumlah daerah ini tidak lantas membuat pilkada secara lokal di banyak daerah tertunda. Bawaslu melihat sejauh ini belum sampai pada keputusan penundaan tahapan pilkada secara lokal. “Tapi, kalau tidak segera diantisipasi apa yang menjadi kekhawatiran, itu bisa terjadi,” ujarnya. (Lihat videonya: Tak Lazim, Pencuri Pakain Dalam Wanita Terekam CCTV)
KPU daerah pun masih menunggu pusat mentransfer anggaran dari APBN tersebut. Ketua KPU Tana Toraja Rizal Randa mengatakan, pihaknya mendapat tambahan anggaran dari APBN sebesar Rp2.658.753.000, namun hingga Selasa (23/6) dana tersebut belum cair.
Rizal mengaku juga masih menunggu petunjuk teknis (juknis) terkait penggunaan tambahan anggaran tersebut. “Kami belum tahu soal apa-apa saja yang akan dibelanjakan dana APBN itu. Kami masih tunggu petunjuk teknisnya,” ujar Rizal kemarin.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pun kembali meminta daerah untuk segera mencairkan sisa anggaran hibah pilkada sesuai NPHD. Hal ini disampaikan Tito dalam acara Rapat Koordinasi Persiapan Pilkada Serentak yang digelar lewat video conference yang dihadiri seluruh kepala daerah peserta Pilkada Serentak 2020.
“Saya memohon kepada rekan-rekan kepala daerah, sisa anggaran yang sudah dihibahkan dicairkan kepada KPUD dan Bawaslu daerah sehingga mereka memiliki kepastian adanya dukungan anggaran. Dengan begitu, mereka bisa menggulirkan kegiatannya,” kata Mendagri.
Dia mengatakan, pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19 ini mengharuskan penyelenggara menerapkan protokol kesehatan. (Kiswondari)
(ysw)