Ahli Komunikasi Ungkap Penyebab Kisruh Polemik RUU HIP
loading...
A
A
A
JAKARTA - Polemik Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) terus bergulir. Bahkan sudah meluas dan menjadi aksi massa.
Massa dari berbagai ormas pada Rabu 24 Juni 2020 menggelar aksi di depan Gedung DPR menolak pembahasan RUU tersebut. Aksi sempat diwarnai oleh aksi pembakaran bendera.
Menanggapi persoalan ini, ahli komunikasi politik, Emrus Sihombing berpendapat kisruh RUU HIP telah menciptakan jarak semakin jauh dan berseberangan antar dua kutub yang selama ini memang sudah berbeda.
"Begitu muncul RUU HIP yang mengandung narasi memicu polemik, serta merta ruang publik menjadi lebih 'panas;. Bahkan demonstrasi pun tejadi yang diwarnai dengan pembakaran bendera suatu partai," tutur Emrus melalui keterangan tertulisnya, Jumat 26 Juni 2020.(Infografis: Ini Isi RUU HIP yang Memicu Kontroversi dan Ditolak Ramai-Ramai )
Menurut dia, semestinya pembahasan sebuah rancangan UU dilakukan dengan koordinasi dan komunikasi di internal partai dan dengan berbagai organisasi keagamaan yang sangat concern dengan keutuhan NKRI, pendukung dan pembela Pancasila.
"Seharusnya RUU HIP sebagai inisiatif anggota DPR terlebih dahulu melakukan diskusi dan kajian mendalam serta konprehensif di intenal partai dimana pengusung tersebut terdaftar sebagai pemilik KTA (kartu tanda anggota). Jadi, sudah lebih dulu masukan pandangan dan kebersamaan dari semua faksi di internal partai. Dengan demikian, isi RUU HIP ini pasti lebih baik," tuturnya. ( )
Setelah "matang" di internal partai, kata dia, lalu mengundang berbagai organisasi keagamaan yang menurut catatan sejarah memiliki reputasi, perjuangan, komitmen kuat dan loyal terhadap nilai-nilai Pancasila melakukan diskusi intensif dan revisi di sana sini. "Narasi yang dihasilkan pasti lebih berwawasan kebangsaan," tandas Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner ini.
Menurut dia, jika koordinasi dan komunikasi asertif dilakukan di internal partai dan dengan organisasi keagamaan tersebut maka hiruk pikuk RUU HIP tidak perlu terjadi seperti sekarang ini.
Massa dari berbagai ormas pada Rabu 24 Juni 2020 menggelar aksi di depan Gedung DPR menolak pembahasan RUU tersebut. Aksi sempat diwarnai oleh aksi pembakaran bendera.
Menanggapi persoalan ini, ahli komunikasi politik, Emrus Sihombing berpendapat kisruh RUU HIP telah menciptakan jarak semakin jauh dan berseberangan antar dua kutub yang selama ini memang sudah berbeda.
"Begitu muncul RUU HIP yang mengandung narasi memicu polemik, serta merta ruang publik menjadi lebih 'panas;. Bahkan demonstrasi pun tejadi yang diwarnai dengan pembakaran bendera suatu partai," tutur Emrus melalui keterangan tertulisnya, Jumat 26 Juni 2020.(Infografis: Ini Isi RUU HIP yang Memicu Kontroversi dan Ditolak Ramai-Ramai )
Menurut dia, semestinya pembahasan sebuah rancangan UU dilakukan dengan koordinasi dan komunikasi di internal partai dan dengan berbagai organisasi keagamaan yang sangat concern dengan keutuhan NKRI, pendukung dan pembela Pancasila.
"Seharusnya RUU HIP sebagai inisiatif anggota DPR terlebih dahulu melakukan diskusi dan kajian mendalam serta konprehensif di intenal partai dimana pengusung tersebut terdaftar sebagai pemilik KTA (kartu tanda anggota). Jadi, sudah lebih dulu masukan pandangan dan kebersamaan dari semua faksi di internal partai. Dengan demikian, isi RUU HIP ini pasti lebih baik," tuturnya. ( )
Setelah "matang" di internal partai, kata dia, lalu mengundang berbagai organisasi keagamaan yang menurut catatan sejarah memiliki reputasi, perjuangan, komitmen kuat dan loyal terhadap nilai-nilai Pancasila melakukan diskusi intensif dan revisi di sana sini. "Narasi yang dihasilkan pasti lebih berwawasan kebangsaan," tandas Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner ini.
Menurut dia, jika koordinasi dan komunikasi asertif dilakukan di internal partai dan dengan organisasi keagamaan tersebut maka hiruk pikuk RUU HIP tidak perlu terjadi seperti sekarang ini.
(dam)