Tokoh Nasional, MUI, dan Aktivis Deklarasikan Gerakan Nasional Anti Islamophobia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah tokoh nasional lintas ormas Islam dan ratusan jamaah mendeklarasikan Gerakan Nasional Anti Islamophobia (GNAI). Gerakan ini untuk melawan isu Islamophobia di dunia yang oleh media barat di gambarkan sebagai kaum teroris dan radikalis.
Deklarasi GNAI yang digelar di Aula Buya Hamka Masjid Al Azhar Jakarta ini dihadiri sejumlah tokoh Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, Ketua Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif, Sekretaris Jenderal PP Syarikat Islam Ferry Juliantono, Wakil Ketua Partai Ummat Buni Yani, Ketua Umum Partai Masyumi Reborn Ahmad Yani, Habib Mukhsin, Mustofa Nara, Refly Harun, Alfian Tandjung, Habib Umar Husain dan sejumlah tokoh dan aktivis lainnya.
Termasuk mantan anggota DPR RI Hatta Taliwang, mantan anggota DPR Ariadi Ahmad, Rizal Fadilah, Anton, aktivis era 98 Andrianto. Sementara di jajaran inisiator dan pendiri GNAI ada nama Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Anwar Abbas, Sekretaris Jenderal PP Syarikat Islam Ferry Juliantono, Cucu pendiri Nahdlatul Ulama KH. Wahab Hasbullah yakni Gus Aam, Ahmad Dhani Prasetyo, Habib Mukhsin, Ustadz Umar Husein, Ustaz Alfian Tandjung.
Selain itu, sejumlah tokoh juga memberikan testimoni lewat video yang di tayangkan di lokasi acara antara lain Ustadz Abdul Somad (UAS) dan Ketua Umum PP Syarikat Islam Hamdan Zoelva. Deklarasi dan pernyataan sikap Gerakan Nasional Anti Islamphobia (GNAI) di bacakan oleh Presidium GNAI Ferry Juliantono.
Ferry mengatakan, pascaera perang dingin, dunia Barat mengalihkan sumber ancaman dan bahaya dari komunisme ke Islam yang termanifestasi dalam bentuk radikalisme, fundamentalisme dan terorisme, yang mengakibatkan munculnya stigma terhadap ajaran Islam sebagai ajaran yang berbahaya dan menakutkan atau dikenal sebagai Islamofobia.
Sejarah menunjukkan stigma itu akhirnya menimbulkan kebencian kepada Islam sangat dalam di berbagai belahan dunia. Perbedaan teologis yang diperburuk oleh perbedaan politik, ekonomi, dan budaya seringkali menyebabkan terjadinya ketegangan dan konflik antar negara. Namun setelah puluhan tahun berlangsung tanpa bukti-bukti ilmiah, akhirnya muncul kesadaran baru bahwa sumber ancaman dunia berasal dari ajaran Islam tidaklah benar, tidak produktif, bahkan deskruktif bagi pergaulan internasional.
"Kesadaran baru itu kini telah termanifestasikan dalam bentuk pencanangan Hari Anti Islamophobia se-Dunia pada 15 Maret 2022 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan diikuti oleh berbagai negara khususnya negara-negara Barat. Walaupun kesadaran baru di kalangan para pemimpin itu sudah terbentuk, namun ini tidak serta merta terjadi di dalam masyarakat sehingga diperlukan kebijakan afirmatif agar bisa diikuti oleh seluruh bangsa di dunia", ujar Ferry di Jakarta, Jumat (15/7/2022).
Menurut Ferry, terlebih lagi karena kekuasaan di Indonesia saat ini dirasa masih membiarkan gerakan Islamophobia. ”Maka dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim pada hari ini Jumat 15 Juli 2022 Masehi, yang bertepatan dengan 15 Dzulhijjah 1443 Hijriah, kami mendeklarasikan berdirinya Gerakan Nasional Anti Islamophobia (GNAI) dengan penuh harapan semoga Allah SWT meridhainya,” tegas Ferry.
Selain itu, dengan mengobarkan semangat pembukaan UUD 1945 yang tertanam dalam jiwa, Gerakan Nasional Anti Islamphobia (GNAI) ini dimaksudkan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui pengokohan kembali persatuan Indonesia yang sesungguhnya.
Ferry menegaskan, Islam adalah agama rahmat bagi seluruh alam. Menyikapi dan menindak lanjuti resolusi Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB) 15 Maret 2022 tentang memerangi Islamofobia maka Gerakan Nasional Anti Islamphobia menyatakan hal-hal sebagai berikut.
Pertama, menjadikan 15 Maret sebagai Hari Anti Islamofobia dunia (universal) dan akan di peringati setiap tahun seperti ketetapan PBB. Kedua, mengimbau pemerintah untuk menjadikan bukan Islam sebagai masalah bahkan lawan karena Islam dan ummat Islam sesungguhnya adalah potensi utama bagi kemajuan bangsa dan negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ketiga, hentikan stigmatisasi Islam dan ummat Islam sebagai radikal, intoleran, anti kebinekaan dan sejenisnya.Keempat, mengimbau pada semua pihak untuk tidak mengarahkan narasi moderasi beragama kepada liberalisasi, sekularisasi atau pengambangan keyakinan agama (ptotisma)
Kelima, meminta pemerintah dan DPR RI untuk segera membuat undang - undang dengan substansi anti Islamophobia dan memberi sanksi atau hukuman yang berat atas sikap anti Islam baik yang di lakukan oleh orang bukan Islam maupun orang Islam sendiri.
Deklarasi GNAI yang digelar di Aula Buya Hamka Masjid Al Azhar Jakarta ini dihadiri sejumlah tokoh Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, Ketua Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif, Sekretaris Jenderal PP Syarikat Islam Ferry Juliantono, Wakil Ketua Partai Ummat Buni Yani, Ketua Umum Partai Masyumi Reborn Ahmad Yani, Habib Mukhsin, Mustofa Nara, Refly Harun, Alfian Tandjung, Habib Umar Husain dan sejumlah tokoh dan aktivis lainnya.
Termasuk mantan anggota DPR RI Hatta Taliwang, mantan anggota DPR Ariadi Ahmad, Rizal Fadilah, Anton, aktivis era 98 Andrianto. Sementara di jajaran inisiator dan pendiri GNAI ada nama Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Anwar Abbas, Sekretaris Jenderal PP Syarikat Islam Ferry Juliantono, Cucu pendiri Nahdlatul Ulama KH. Wahab Hasbullah yakni Gus Aam, Ahmad Dhani Prasetyo, Habib Mukhsin, Ustadz Umar Husein, Ustaz Alfian Tandjung.
Selain itu, sejumlah tokoh juga memberikan testimoni lewat video yang di tayangkan di lokasi acara antara lain Ustadz Abdul Somad (UAS) dan Ketua Umum PP Syarikat Islam Hamdan Zoelva. Deklarasi dan pernyataan sikap Gerakan Nasional Anti Islamphobia (GNAI) di bacakan oleh Presidium GNAI Ferry Juliantono.
Ferry mengatakan, pascaera perang dingin, dunia Barat mengalihkan sumber ancaman dan bahaya dari komunisme ke Islam yang termanifestasi dalam bentuk radikalisme, fundamentalisme dan terorisme, yang mengakibatkan munculnya stigma terhadap ajaran Islam sebagai ajaran yang berbahaya dan menakutkan atau dikenal sebagai Islamofobia.
Sejarah menunjukkan stigma itu akhirnya menimbulkan kebencian kepada Islam sangat dalam di berbagai belahan dunia. Perbedaan teologis yang diperburuk oleh perbedaan politik, ekonomi, dan budaya seringkali menyebabkan terjadinya ketegangan dan konflik antar negara. Namun setelah puluhan tahun berlangsung tanpa bukti-bukti ilmiah, akhirnya muncul kesadaran baru bahwa sumber ancaman dunia berasal dari ajaran Islam tidaklah benar, tidak produktif, bahkan deskruktif bagi pergaulan internasional.
"Kesadaran baru itu kini telah termanifestasikan dalam bentuk pencanangan Hari Anti Islamophobia se-Dunia pada 15 Maret 2022 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan diikuti oleh berbagai negara khususnya negara-negara Barat. Walaupun kesadaran baru di kalangan para pemimpin itu sudah terbentuk, namun ini tidak serta merta terjadi di dalam masyarakat sehingga diperlukan kebijakan afirmatif agar bisa diikuti oleh seluruh bangsa di dunia", ujar Ferry di Jakarta, Jumat (15/7/2022).
Menurut Ferry, terlebih lagi karena kekuasaan di Indonesia saat ini dirasa masih membiarkan gerakan Islamophobia. ”Maka dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim pada hari ini Jumat 15 Juli 2022 Masehi, yang bertepatan dengan 15 Dzulhijjah 1443 Hijriah, kami mendeklarasikan berdirinya Gerakan Nasional Anti Islamophobia (GNAI) dengan penuh harapan semoga Allah SWT meridhainya,” tegas Ferry.
Selain itu, dengan mengobarkan semangat pembukaan UUD 1945 yang tertanam dalam jiwa, Gerakan Nasional Anti Islamphobia (GNAI) ini dimaksudkan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui pengokohan kembali persatuan Indonesia yang sesungguhnya.
Ferry menegaskan, Islam adalah agama rahmat bagi seluruh alam. Menyikapi dan menindak lanjuti resolusi Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB) 15 Maret 2022 tentang memerangi Islamofobia maka Gerakan Nasional Anti Islamphobia menyatakan hal-hal sebagai berikut.
Pertama, menjadikan 15 Maret sebagai Hari Anti Islamofobia dunia (universal) dan akan di peringati setiap tahun seperti ketetapan PBB. Kedua, mengimbau pemerintah untuk menjadikan bukan Islam sebagai masalah bahkan lawan karena Islam dan ummat Islam sesungguhnya adalah potensi utama bagi kemajuan bangsa dan negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ketiga, hentikan stigmatisasi Islam dan ummat Islam sebagai radikal, intoleran, anti kebinekaan dan sejenisnya.Keempat, mengimbau pada semua pihak untuk tidak mengarahkan narasi moderasi beragama kepada liberalisasi, sekularisasi atau pengambangan keyakinan agama (ptotisma)
Kelima, meminta pemerintah dan DPR RI untuk segera membuat undang - undang dengan substansi anti Islamophobia dan memberi sanksi atau hukuman yang berat atas sikap anti Islam baik yang di lakukan oleh orang bukan Islam maupun orang Islam sendiri.
(cip)