Pertaruhan Kepolisian
loading...
A
A
A
KASUS tembak-menembak antaranggota polisi yang terjadi di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo sangat menarik perhatian masyarakat. Menarik karena sejumlah hal, di antaranya waktu kejadian, lokasi kejadian, kronologis kejadian, dan para pihak yang terlibat dalam insiden berdarah yang menewaskan Brigadir J itu. Beredar banyak komentar, analisis di ruang publik yang mengkritisi kronologis kejadian versi kepolisian karena dinilai memiliki banyak kejanggalan.
Tulisan ini tidak akan membahas kejanggalan demi kejanggalan yang menyeruak tak terbendung di ruang publik. Tapi, lebih mengungkap bagaimana jajaran kepolisian merespons dan menyikapi tingginya perhatian dan keingintahuan masyarakat terhadap kasus yang tergolong langka ini.
Kasus ini memang rumit dan pihak kepolisian telah mencoba bertindak profesional dengan mengungkap secara transparan dan independen seperti dijanjikan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. Misalnya dengan membentuk tim khusus gabungan yang dipimpin langsung oleh Wakapolri beranggotakan semua unsur internal Polri. Tim juga melibatkan pihak luar kepolisian seperti Kompolnas dan Komnas HAM.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo meminta publik bersabar menunggu kerja tim gabungan yang akan mengungkap semua fakta di balik peristiwa itu. Imbauan Kapolri ini pasti akan menjadi pegangan publik karena perhatian terhadap kasus ini sangat besar. Akan sangat berisiko jika pihak kepolisian pada proses penyidikan kasus ini ternyata tidak transparan dan independen. Kerja bareng tim khusus gabungan dari internal dan eksternal Polri (Kompolnas dan Komnas HAM) menjadi modal baik untuk memenuhi unsur keterbukaan dan independensi ini.
Namun, tentu tidak serta-merta berbagai komentar dan skenario luar yang beredar di ruang publik seketika langsung berhenti. Media dan netizen akan terus berusaha mengulik dan menyusun rangkaian dan kronologis drama berdarah ini versi mereka sendiri. Mulai soal tanggal kejadian dan waktu penyampaian kepada publik yang berjarak cukup lama. Kemudian upaya mengaitkan sebab-musabab mengapa saling tembak antaranggota Polri bisa terjadi, apa motifnya, dan seterusnya.
Di samping sudah membentuk tim khusus gabungan internal dan eksternal, Polri semestinya juga membentuk gugus tugas khusus dalam manajemen komunikasi. Harus ditunjuk siapa yang menjadi juru bicara khusus agar komunikasi bersumber dari satu pintu. Simpang-siur pemahaman internal Polri dalam merespons kejaran wartawan dan desakan publik akan membuat masalah semakin rumit. Semestinya perlu dilakukan lokalisasi dan kanalisasi informasi sehingga tidak terjadi sumbatan dan ledakan informasi yang semakin sulit dikendalikan.
Jika simpang-siur informasi di internal Polri sulit dicegah, jangan berharap ocehan ruang publik akan berhenti. Mereka akan semakin liar karena ketidakpuasan atas penjelasan Polri. Karena tidak puas, publik akan mencari-cari tahu dari berbagai sumber yang bisa ditelusuri. Artinya, suara di luar dan pernyataan resmi kepolisian bisa berseberangan dan berkebalikan. Di sinilah kepiawaian tim komunikasi kepolisian diuji kembali.
Kasus ini memang rumit dan berat. Tapi, jika komunikasi publiknya berjalan baik, sebagian masalahnya bisa ditangani. Namun, apabila internal Polri tidak solid, situasi akan menjadi semakin buram dan rumit. Padahal, kasus ini adalah pertaruhan citra Polri yang menurut survei hasilnya kurang menggembirakan.
Pengungkapan secara tuntas dan transparan kasus tembak-menembak ini akan mengangkat citra kepolisian sebagai penegak hukum, pengayom masyarakat, dan penjaga ketertiban umum. Jika kasus internal ini gagal diselesaikan, lantas bagaimana nanti dengan kasus-kasus berat lainnya? Yang paling kita takutkan adalah jika kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian sebagai lembaga penegak hukum terus menurun. Akan semakin marak aksi main hakim sendiri, hukum rimba, pengadilan jalanan, dan sebagainya. Kita tidak berharap itu terjadi karena akibatnya bisa fatal. Karena itu, kasus ini adalah momentum pembuktian bahwa Polri benar-benar bekerja profesional, independen, dan presisi.
Baca Juga: koran-sindo.com
Tulisan ini tidak akan membahas kejanggalan demi kejanggalan yang menyeruak tak terbendung di ruang publik. Tapi, lebih mengungkap bagaimana jajaran kepolisian merespons dan menyikapi tingginya perhatian dan keingintahuan masyarakat terhadap kasus yang tergolong langka ini.
Kasus ini memang rumit dan pihak kepolisian telah mencoba bertindak profesional dengan mengungkap secara transparan dan independen seperti dijanjikan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. Misalnya dengan membentuk tim khusus gabungan yang dipimpin langsung oleh Wakapolri beranggotakan semua unsur internal Polri. Tim juga melibatkan pihak luar kepolisian seperti Kompolnas dan Komnas HAM.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo meminta publik bersabar menunggu kerja tim gabungan yang akan mengungkap semua fakta di balik peristiwa itu. Imbauan Kapolri ini pasti akan menjadi pegangan publik karena perhatian terhadap kasus ini sangat besar. Akan sangat berisiko jika pihak kepolisian pada proses penyidikan kasus ini ternyata tidak transparan dan independen. Kerja bareng tim khusus gabungan dari internal dan eksternal Polri (Kompolnas dan Komnas HAM) menjadi modal baik untuk memenuhi unsur keterbukaan dan independensi ini.
Namun, tentu tidak serta-merta berbagai komentar dan skenario luar yang beredar di ruang publik seketika langsung berhenti. Media dan netizen akan terus berusaha mengulik dan menyusun rangkaian dan kronologis drama berdarah ini versi mereka sendiri. Mulai soal tanggal kejadian dan waktu penyampaian kepada publik yang berjarak cukup lama. Kemudian upaya mengaitkan sebab-musabab mengapa saling tembak antaranggota Polri bisa terjadi, apa motifnya, dan seterusnya.
Di samping sudah membentuk tim khusus gabungan internal dan eksternal, Polri semestinya juga membentuk gugus tugas khusus dalam manajemen komunikasi. Harus ditunjuk siapa yang menjadi juru bicara khusus agar komunikasi bersumber dari satu pintu. Simpang-siur pemahaman internal Polri dalam merespons kejaran wartawan dan desakan publik akan membuat masalah semakin rumit. Semestinya perlu dilakukan lokalisasi dan kanalisasi informasi sehingga tidak terjadi sumbatan dan ledakan informasi yang semakin sulit dikendalikan.
Jika simpang-siur informasi di internal Polri sulit dicegah, jangan berharap ocehan ruang publik akan berhenti. Mereka akan semakin liar karena ketidakpuasan atas penjelasan Polri. Karena tidak puas, publik akan mencari-cari tahu dari berbagai sumber yang bisa ditelusuri. Artinya, suara di luar dan pernyataan resmi kepolisian bisa berseberangan dan berkebalikan. Di sinilah kepiawaian tim komunikasi kepolisian diuji kembali.
Kasus ini memang rumit dan berat. Tapi, jika komunikasi publiknya berjalan baik, sebagian masalahnya bisa ditangani. Namun, apabila internal Polri tidak solid, situasi akan menjadi semakin buram dan rumit. Padahal, kasus ini adalah pertaruhan citra Polri yang menurut survei hasilnya kurang menggembirakan.
Pengungkapan secara tuntas dan transparan kasus tembak-menembak ini akan mengangkat citra kepolisian sebagai penegak hukum, pengayom masyarakat, dan penjaga ketertiban umum. Jika kasus internal ini gagal diselesaikan, lantas bagaimana nanti dengan kasus-kasus berat lainnya? Yang paling kita takutkan adalah jika kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian sebagai lembaga penegak hukum terus menurun. Akan semakin marak aksi main hakim sendiri, hukum rimba, pengadilan jalanan, dan sebagainya. Kita tidak berharap itu terjadi karena akibatnya bisa fatal. Karena itu, kasus ini adalah momentum pembuktian bahwa Polri benar-benar bekerja profesional, independen, dan presisi.
Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)