Dewas Lepas Tangan, Giliran KPK Didesak Usut Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keputusan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi ( Dewas KPK ) untuk menggugurkan sidang etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar karena yang bersangkutan sudah mengundurkan diri pada Senin (11/7/2022) dikritik keras para pegiat antikorupsi.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta KPK mengusut dugaan gratifikasi yang dilakukan Lili Pintauli. Meskipun sidang etik terhadap Lili Pintauli dibatalkan, Boyamin menekankan hal tersebut bukan berarti dugaan tindak pidana yang dilakukan Lili tidak bisa diproses. Menurut Bonyamin dugaan unsur pidana berdiri sendiri atau terpisah dari pelanggaran etik.
"Kalau ada dugaan hukum di pidana tidak ada proses batal atau gugur, karena hal terpisah. Pelanggaran kode etik adalah pidana, baik Pasal 36 berkaitan lakukan komunikasi yang sedang jadi pasien KPK atau ketentuan suap atau gratifikasi itu ya itu berdiri sendiri. Jadi pidananya berdiri sendiri dan tidak batal meskipun sidang etik dibatalkan," kata Bonyamin, Senin (11/7/2022).
Ia meminta KPK jangan hanya keras terhadap orang di luar KPK. Menurutnya pengusutan dugaan pidana yang dilakukan Lili Pintauli bisa dilakukan Kejagung atau Polri.
"Kalau KPK tidak bisa, ya bisa Jaksa Agung atau polisi, tapi malu kalau yang tangani Kejagung atau kepolisian, mestinya tetap kembali ke KPK dilakukan proses hukum pidananya," ucap Bonyamin.
Lebih lanjut, Boyamin menduga Lili Pintauli telah melanggar Pasal 36 UU KPK nomor 19 tahun 2019 terkait dugaan gratifikasi dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mendesak Dewas KPK membatalkan penetapan untuk menggugurkan sidang pelanggaran etik Lili Pintauli.
"ICW mendesak agar Dewan Pengawas membatalkan penetapan dan melanjutkan proses sidang etik terhadap Lili Pintauli Siregar," kata Kurnia.
Dewan Pengawas, kata dia, harus melanjutkan pemeriksaan bukti-bukti awal yang telah dimiliki kepada aparat penegak hukum jika ada dugaan kuat adanya gratifikasi yang dianggap suap.
"Dewan Pengawas seharusnya tetap melanjutkan proses sidang pelanggaran etik. Karena dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Lili terjadi saat dirinya menjabat sebagai pimpinan KPK," jelas Kurnia.
Mantan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menganggap keputusan Dewas KPK membatalkan sidang etik Lili Pintauli sebagai keputusan keliru memahami konteks waktu dan status pegawai KPK saat dugaan pelanggaran etik terjadi.
"Sehingga, alasan Dewas KPK yang menyebutkan sidang etik gugur karena Lili mundur sebelum sidang jelas keliru. Karena saat dugaan pelanggaran terjadi, ia masih pimpinan KPK," ungkapnya.
Febri Diansyah menilai sikap Dewas KPK membatalkan sidang etik Lili Pintauli karena yang bersangkutan mengundurkan diri merusak marwah dan wibawa KPK dalam penegakan kode etik.
Ia sudah memastikan tidak satu katapun atau frasa di UU KPK ataupun Peraturan Dewas KPK Nomor 3 dan 4 Tahun 2021 tentang persidangan yang gugur atau penghentian sidang.
"Yang diatur dalam peraturan tersebut adalah sidang tetap dijalankan sekalipun terperiksa tidak hadir. Kenapa tafsir Dewas KPK cenderung memilih yang menguntungkan pelaku," tutur Febri Diansyah.
Dalam Bab VI Pemeriksaan Sidang Etik di Peraturan Dewas Nomor 4 Tahun 2021 disebutkan Febri Diansyah tidak terdapat mekanisme penghentian/gugur sebuah sidang etik
Lihat Juga: Gubernur Bengkulu Jadi Tersangka Jelang Pencoblosan, KPK Klaim Tak Ada Kepentingan Politik
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta KPK mengusut dugaan gratifikasi yang dilakukan Lili Pintauli. Meskipun sidang etik terhadap Lili Pintauli dibatalkan, Boyamin menekankan hal tersebut bukan berarti dugaan tindak pidana yang dilakukan Lili tidak bisa diproses. Menurut Bonyamin dugaan unsur pidana berdiri sendiri atau terpisah dari pelanggaran etik.
"Kalau ada dugaan hukum di pidana tidak ada proses batal atau gugur, karena hal terpisah. Pelanggaran kode etik adalah pidana, baik Pasal 36 berkaitan lakukan komunikasi yang sedang jadi pasien KPK atau ketentuan suap atau gratifikasi itu ya itu berdiri sendiri. Jadi pidananya berdiri sendiri dan tidak batal meskipun sidang etik dibatalkan," kata Bonyamin, Senin (11/7/2022).
Ia meminta KPK jangan hanya keras terhadap orang di luar KPK. Menurutnya pengusutan dugaan pidana yang dilakukan Lili Pintauli bisa dilakukan Kejagung atau Polri.
"Kalau KPK tidak bisa, ya bisa Jaksa Agung atau polisi, tapi malu kalau yang tangani Kejagung atau kepolisian, mestinya tetap kembali ke KPK dilakukan proses hukum pidananya," ucap Bonyamin.
Lebih lanjut, Boyamin menduga Lili Pintauli telah melanggar Pasal 36 UU KPK nomor 19 tahun 2019 terkait dugaan gratifikasi dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mendesak Dewas KPK membatalkan penetapan untuk menggugurkan sidang pelanggaran etik Lili Pintauli.
"ICW mendesak agar Dewan Pengawas membatalkan penetapan dan melanjutkan proses sidang etik terhadap Lili Pintauli Siregar," kata Kurnia.
Dewan Pengawas, kata dia, harus melanjutkan pemeriksaan bukti-bukti awal yang telah dimiliki kepada aparat penegak hukum jika ada dugaan kuat adanya gratifikasi yang dianggap suap.
"Dewan Pengawas seharusnya tetap melanjutkan proses sidang pelanggaran etik. Karena dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Lili terjadi saat dirinya menjabat sebagai pimpinan KPK," jelas Kurnia.
Mantan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menganggap keputusan Dewas KPK membatalkan sidang etik Lili Pintauli sebagai keputusan keliru memahami konteks waktu dan status pegawai KPK saat dugaan pelanggaran etik terjadi.
"Sehingga, alasan Dewas KPK yang menyebutkan sidang etik gugur karena Lili mundur sebelum sidang jelas keliru. Karena saat dugaan pelanggaran terjadi, ia masih pimpinan KPK," ungkapnya.
Febri Diansyah menilai sikap Dewas KPK membatalkan sidang etik Lili Pintauli karena yang bersangkutan mengundurkan diri merusak marwah dan wibawa KPK dalam penegakan kode etik.
Ia sudah memastikan tidak satu katapun atau frasa di UU KPK ataupun Peraturan Dewas KPK Nomor 3 dan 4 Tahun 2021 tentang persidangan yang gugur atau penghentian sidang.
"Yang diatur dalam peraturan tersebut adalah sidang tetap dijalankan sekalipun terperiksa tidak hadir. Kenapa tafsir Dewas KPK cenderung memilih yang menguntungkan pelaku," tutur Febri Diansyah.
Dalam Bab VI Pemeriksaan Sidang Etik di Peraturan Dewas Nomor 4 Tahun 2021 disebutkan Febri Diansyah tidak terdapat mekanisme penghentian/gugur sebuah sidang etik
Lihat Juga: Gubernur Bengkulu Jadi Tersangka Jelang Pencoblosan, KPK Klaim Tak Ada Kepentingan Politik
(muh)