Din Syamsuddin: Lawan Pengoyak Kedaulatan Negara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Koalisi Masyarakat Penegak Kedaulatan (KMPK) menyatakan kedaulatan itu sentral, vital, dan merupakan ruh dari sebuah negara. Namun, menilai kedaulatan itu sekarang sedang digoyang.
Ketua Dewan Pengarah KMPK Din Syamsuddin menagatakan kedaulatan negara goyah dan teruntuhkan oleh penyimpangan dari nilai dasar, yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Bangsa ini mengalami deviasi, distorsi, dan disorientasi nilai-nilai dasar dalam kehidupan nasional.
“Yang kita hadapi adalah lawan dari penegak, mungkin perusak, mungkin pengoyak, mungkin pelabrak,” ujarnya dalam diskusi daring Menggugat UU Nomor 2 Tahun 2020 : Penetapan APBN Inkonstitusional, Pro Korporasi dan Berpotensi Abai Rakyat Jelata, Jumat (26/6/2020).
(Baca: Din Syamsuddin Minta Jokowi Hentikan Pembahasan RUU HIP)
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu mengungkapkan Bangsa Indonesia telah mengalami penegakan kedaulatan berkali-kali dan bertahap-tahap. Pertama, pada 28 Oktober 1928 itu merupakan penegakan kedaulatan budaya. Pada 17 Agustus 1945 itu penegakan kedaulatan politik.
Ada satu yang terlupakan, Deklarasi dari Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja pada 13 Desember 1957. Djuanda menyatakan NKRI ini terdiri tanah dan laut. Itu bentuk kedaulatan teritorial.
“Tiada negara tanpa kedaulatan. Tegak kedaulatan, tegak negara. Jika kedaulatan runtuh, runtuh pula negara itu," ucap Din Syamsuddin.
(Baca: Din Syamsuddin: Kebebasan Berpendapat Itu Hak Manusia)
Salah satu, langkah penegakan yang dilakukan KMPK adalah menggugat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penanganan Covid-19. Sekarang sudah menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020.
UU itu, menurut Din, telah menegasikan eksistensi lembaga-lembaga negara yang konstitusional, khususnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dia menerangkan sejak dulu rancangan anggaran pendapatan belanja negara (APBN) diajukan pemerintah ke DPR dan dibahas bersama-sama. Sebab DPR memiliki fungsi budgeting. “
Ini menghargai lembaga perwakilan sebagai wakil rakyat sehingga rakyat menampiilkan haknya dalam penganggaran melalui DPR. Sekarang denagn dalih ada kedaruratan Covid-19, kemudian fungsi itu diambil oleh pemeruntah, sebenarnya permintaan saja melanggar etika berkonstitusi,” ujar Din.
Lihat Juga: Sekum Muhammadiyah Abdul Mu'ti Kunjungi Masjid Agung Paris, Bahas Tantangan Umat Islam di Prancis
Ketua Dewan Pengarah KMPK Din Syamsuddin menagatakan kedaulatan negara goyah dan teruntuhkan oleh penyimpangan dari nilai dasar, yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Bangsa ini mengalami deviasi, distorsi, dan disorientasi nilai-nilai dasar dalam kehidupan nasional.
“Yang kita hadapi adalah lawan dari penegak, mungkin perusak, mungkin pengoyak, mungkin pelabrak,” ujarnya dalam diskusi daring Menggugat UU Nomor 2 Tahun 2020 : Penetapan APBN Inkonstitusional, Pro Korporasi dan Berpotensi Abai Rakyat Jelata, Jumat (26/6/2020).
(Baca: Din Syamsuddin Minta Jokowi Hentikan Pembahasan RUU HIP)
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu mengungkapkan Bangsa Indonesia telah mengalami penegakan kedaulatan berkali-kali dan bertahap-tahap. Pertama, pada 28 Oktober 1928 itu merupakan penegakan kedaulatan budaya. Pada 17 Agustus 1945 itu penegakan kedaulatan politik.
Ada satu yang terlupakan, Deklarasi dari Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja pada 13 Desember 1957. Djuanda menyatakan NKRI ini terdiri tanah dan laut. Itu bentuk kedaulatan teritorial.
“Tiada negara tanpa kedaulatan. Tegak kedaulatan, tegak negara. Jika kedaulatan runtuh, runtuh pula negara itu," ucap Din Syamsuddin.
(Baca: Din Syamsuddin: Kebebasan Berpendapat Itu Hak Manusia)
Salah satu, langkah penegakan yang dilakukan KMPK adalah menggugat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penanganan Covid-19. Sekarang sudah menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020.
UU itu, menurut Din, telah menegasikan eksistensi lembaga-lembaga negara yang konstitusional, khususnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dia menerangkan sejak dulu rancangan anggaran pendapatan belanja negara (APBN) diajukan pemerintah ke DPR dan dibahas bersama-sama. Sebab DPR memiliki fungsi budgeting. “
Ini menghargai lembaga perwakilan sebagai wakil rakyat sehingga rakyat menampiilkan haknya dalam penganggaran melalui DPR. Sekarang denagn dalih ada kedaruratan Covid-19, kemudian fungsi itu diambil oleh pemeruntah, sebenarnya permintaan saja melanggar etika berkonstitusi,” ujar Din.
Lihat Juga: Sekum Muhammadiyah Abdul Mu'ti Kunjungi Masjid Agung Paris, Bahas Tantangan Umat Islam di Prancis
(muh)