Misi Damai dan Upaya Pengurai Masalah Pangan-Energi

Kamis, 07 Juli 2022 - 15:59 WIB
loading...
Misi Damai dan Upaya Pengurai Masalah Pangan-Energi
Addin Jauharudin (Foto: Ist)
A A A
Addin Jauharudin
Bendahara Umum PP GP Ansor

KUNJUNGAN Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke mandala konflik untuk menemui Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin merupakan langkah konkret yang membawa misi perdamaian sekaligus upaya menyelesaikan masalah global terkait krisis pangan dan energi.

Kita patut mengapresiasi misi damai yang dilakukan beberapa hari yang lalu tersebut. Pertemuan Jokowi dengan Presiden Zelensky dan Presiden Putin menorehkan sejarah baru. Dalam kaca mata global, kunjungan Jokowi sebagai salah satu pemimpin negara di Kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara, menunjukkan independensi Asia. Jokowi meluruskan bahwa Indonesia tidak berpihak ke mana pun atau bertahan sebagai negara nonblok.

Sekilas mengulas, Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada 1955 merupakan proses awal lahirnya Gerakan Non-Blok (GNB). KAA ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendalami masalah-masalah dunia waktu itu dan berupaya menformulasikan kebijakan bersama negara-negara baru tersebut pada tatanan hubungan internasional. KAA menyepakati Dasasila Bandung yang dirumuskan sebagai prinsip-prinsip dasar bagi penyelenggaraan hubungan dan kerja sama antara bangsa-bangsa. Tujuan utama GNB semula difokuskan pada upaya dukungan bagi hak menentukan nasib sendiri, kemerdekaan nasional, kedaulatan,dan integritas nasional negara-negara anggota.

Tujuan penting lainnya adalah penentangan terhadap apartheid; tidak memihak pada pakta militer multilateral; perjuangan menentang segala bentuk dan manifestasi imperialisme; perjuangan menentang kolonialisme, neo-kolonialisme, rasisme, pendudukan, dan dominasi asing; perlucutan senjata; tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain dan hidup berdampingan secara damai; penolakan terhadap penggunaan atau ancaman kekuatan dalam hubungan internasional; pembangunan ekonomi-sosial dan restrukturisasi sistem perekonomian internasional; serta kerja sama internasional berdasarkan persamaan hak. Sejak pertengahan 1970-an, isu-isu ekonomi mulai menjadi perhatian utama negara-negara anggota GNB.

Maka, kini Indonesia mengembalikan marwah GNB sebagai gerakan perdamaian dunia. Sebab bila bicara pandangan negara-negara Eropa, mereka akan fokus terhadap sudut pandang Amerika Serikat sebagai komandan dari NATO. Di luar itu, negara lain hanya berkutat membicarakan siapa negara yang diuntungkan dan dirugikan dalam pertikaian ini. Notabene banyak negara memojokkan Rusia dan menganggap Ukraina adalah korban yang banyak dirugikan—tidak fokus mencari jalan keluar penyelesaian masalah. Jokowi menegaskan, Indonesia siap menjadi jembatan komunikasi antara Presiden Zelensky dengan Presiden Putin.

Dalam pertemuan dengan Presiden Zelensky (29/6), Jokowi menegaskan, kunjungan ini dilakukan sebagai manifestasi kepedulian Indonesia terhadap situasi di Ukraina. “Posisi Indonesia mengenai pentingnya penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah. Meskipun masih sangat sulit dicapai, Indonesia berharap pentingnya penyelesaian damai dan spirit perdamaian tidak boleh pernah luntur. Dalam kaitan ini, saya menawarkan diri untuk membawa pesan dari Presiden Zelensky untuk Presiden Putin yang akan saya kunjungi segera,” demikian ujar Jokowi.

Menyisir solusi krisis pangan dan energi
Tak hanya itu, Jokowi tak hanya menjadi salah satu upaya menciptakan keseimbangan dunia setelah adanya prediksi dari Bank Dunia akan munculnya negara-negara gagal (the failed states) hal ini dalam kaitan mencegah krisis pangan dunia

Sebagai Presiden G20 Indonesia, Jokowi tak hanya berupaya meretas jalan perdamaian, melainkan mencoba menyisir kekusutan kondisi global dari dampak konflik, mulai dari ancaman krisis pangan, energi, inflasi, dan sebagainya. Menurut perkiraan European Parliament pada pertengahan Juni 2022, secara agregat penghentian pasokan energi fosil dari Rusia dapat menyebabkan output sektor manufaktur dan jasa-jasa negara-negara OECD akan berkurang antara 2,75 %-3 %.

Embargo pasokan gas dari Rusia diasumsikan akan menaikkan harga gas global sebesar 50%. Sementara harga gas yang lebih tinggi akan menaikkan harga pupuk hingga 25%. Sedangkan meningkatnya permintaan pasokan energi diperkirakan akan meluas ke pasar minyak, dengan asumsi harga minyak dunia akan naik 10%. Hal ini akan membuat pertumbuhan ekonomi negara-negara OECD terkontraksi hingga lebih dari minus 1,25%, pada 2023 sedangkan pertumbuhan ekonomi dunia akan terkontraksi sekitar 0,4% pada tahun depan. Padahal pertumbuhan ekonomi sudah menurun karena pandemi Covid-19 yang sudah lebih dari dua tahun.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1788 seconds (0.1#10.140)