Misi Damai dan Upaya Pengurai Masalah Pangan-Energi
loading...
A
A
A
Memanasnya kondisi geopolitik itu juga membuat Ukraina tidak bisa mengekspor produk biji-bijian, seperti gandum yang menjadi sumber bahan pangan di sejumlah negara. Sementara Rusia menghasilkan sekitar 10.503.000 barel per hari dan menyumbang 10% dari produksi minyak global. Ukraina dan Rusia adalah negara-negara eksportir biji-bijian, seperti gandum hingga sereal ke berbagai negara. Bahan baku itu menjadi sumber bahan pangan untuk diolah menjadi berbagai macam makanan bagi sejumlah negara.
Dalam peperangan antara kedua negara, Rusia memblokade arus lalu lintas perdagangan Ukraina yang melintasi Laut Hitam dan Laut Azov. Jika bahan baku pangan itu tidak bisa diekspor, maka persediaan akan berkurang yang memicu kenaikan harga bahan pangan mentah dan jadi karena tidak bisa mengimbangi permintaan. Kenaikan harga bahan pangan berpotensi menimbulkan krisis dan bisa merembet hingga menimbulkan gejolak sosial dan politik.
Maka dari itu, dalam kunjungan ke Ukraina, Presiden Jokowi berupaya memastikan ekspor gandum itu benar-benar bisa kembali normal. Jokowi mengungkapkan, ada 22 juta ton gandum yang tidak bisa keluar dari Ukraina. Ditambah ada 55 juta hasil panen ke depan dari petani. Jalur untuk gandum keluar hanya dari Pelabuhan di Odessa.
Di sisi lain, ranjau laut yang dipasang oleh Angkatan Laut Rusia jumlahnya sangat banyak sehingga membahayakan lalu lintas perdagangan melalui perairan. Menteri Luar Negeri Retno L Marsudi menyatakan bila jalur tidak dibuka, maka distribusi hasil panen gandum di Ukraina juga tidak bisa dijual, petani akan mengalami demoralisasi. Oleh sebab itu, konflik masalah availaibiliy (ketersediaan) kalau sudah tidak mau tanam isunya adalah scarcity (kelangkaan).
Setelah pertemuan dengan Jokowi, Presiden Zelensky menyampaikan, Ukraina akan melakukan langkah yang memungkinkan untuk membuka blokade Rusia, sehingga dapat meneruskan adanya ekspor gandum. “Dan saya sangat menyampaikan terima kasih atas dukungan presiden atas kemerdekaan serta kedaulatan serta integritas teritorial Ukraina," tambahnya.
Kemudian, Jokowi mengungkap ada beberapa poin pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, di Istana Kremlin, pada Kamis (30/6). Pertama, menurut Jokowi, Putin akan menjamin keamanan pasokan pangan dan pupuk dari Rusia ke berbagai negara sehingga tidak menimbulkan krisis pangan. Dalam pertemuan itu, kedua pemimpin berdiskusi mengenai pangan dan pupuk yang terhambat akibat perang. Kondisi ini menjadi persoalan kemanusiaan. Akibatnya, ratusan orang terdampak dengan terganggunya rantai pasok pangan dan pupuk. Terutama di negara-negara berkembang.
“Saya sangat menghargai Presiden Putin yang tadi menyampaikan bahwa memberikan jaminan keamanan untuk pasokan pangan dan pupuk baik dari Rusia dan juga Ukraina. Ini sebuah berita yang baik," ujar Jokowi.
Kedua, demi kemanusiaan, Putin mendukung upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan reintegrasi komoditas pangan dan pupuk Rusia serta komoditas pangan Ukraina agar masuk lagi dalam rantai pasok dunia. "Dan khusus untuk jalur ekspor produk pangan Ukraina, terutama melalui jalur laut, tadi sekali lagi Presiden Putin sudah memberikan jaminannya," ungkap Jokowi.
Menanggapi hal itu, Presiden Putin menekankan, Rusia akan tetap menjadi salah satu produsen dan eksportir makanan utama dunia. Rusia telah memasok produk pertanian ke 161 negara. “Kami siap sepenuhnya memenuhi permintaan produsen pertanian di Indonesia dan negara-negara sahabat lainnya untuk pupuk nitrogen, fosfor dan kalium serta bahan baku untuk produksi mereka. Pangsa pupuk mineral Rusia di pasar dunia mencapai 11% dan melebihi 20% dalam beberapa varietas. Tahun lalu, kami mengirim 37 juta ton produk ini ke luar negeri,” kata Putin.
Rusia bermaksud untuk terus memenuhi pasokan makanan, pupuk, sumber daya energi, dan barang-barang penting lainnya. Dalam konteks ini Putin menganggap penting untuk memulihkan rantai pasokan yang terganggu, akibat sanksi yang mereka terima.
Dalam peperangan antara kedua negara, Rusia memblokade arus lalu lintas perdagangan Ukraina yang melintasi Laut Hitam dan Laut Azov. Jika bahan baku pangan itu tidak bisa diekspor, maka persediaan akan berkurang yang memicu kenaikan harga bahan pangan mentah dan jadi karena tidak bisa mengimbangi permintaan. Kenaikan harga bahan pangan berpotensi menimbulkan krisis dan bisa merembet hingga menimbulkan gejolak sosial dan politik.
Maka dari itu, dalam kunjungan ke Ukraina, Presiden Jokowi berupaya memastikan ekspor gandum itu benar-benar bisa kembali normal. Jokowi mengungkapkan, ada 22 juta ton gandum yang tidak bisa keluar dari Ukraina. Ditambah ada 55 juta hasil panen ke depan dari petani. Jalur untuk gandum keluar hanya dari Pelabuhan di Odessa.
Di sisi lain, ranjau laut yang dipasang oleh Angkatan Laut Rusia jumlahnya sangat banyak sehingga membahayakan lalu lintas perdagangan melalui perairan. Menteri Luar Negeri Retno L Marsudi menyatakan bila jalur tidak dibuka, maka distribusi hasil panen gandum di Ukraina juga tidak bisa dijual, petani akan mengalami demoralisasi. Oleh sebab itu, konflik masalah availaibiliy (ketersediaan) kalau sudah tidak mau tanam isunya adalah scarcity (kelangkaan).
Setelah pertemuan dengan Jokowi, Presiden Zelensky menyampaikan, Ukraina akan melakukan langkah yang memungkinkan untuk membuka blokade Rusia, sehingga dapat meneruskan adanya ekspor gandum. “Dan saya sangat menyampaikan terima kasih atas dukungan presiden atas kemerdekaan serta kedaulatan serta integritas teritorial Ukraina," tambahnya.
Kemudian, Jokowi mengungkap ada beberapa poin pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, di Istana Kremlin, pada Kamis (30/6). Pertama, menurut Jokowi, Putin akan menjamin keamanan pasokan pangan dan pupuk dari Rusia ke berbagai negara sehingga tidak menimbulkan krisis pangan. Dalam pertemuan itu, kedua pemimpin berdiskusi mengenai pangan dan pupuk yang terhambat akibat perang. Kondisi ini menjadi persoalan kemanusiaan. Akibatnya, ratusan orang terdampak dengan terganggunya rantai pasok pangan dan pupuk. Terutama di negara-negara berkembang.
“Saya sangat menghargai Presiden Putin yang tadi menyampaikan bahwa memberikan jaminan keamanan untuk pasokan pangan dan pupuk baik dari Rusia dan juga Ukraina. Ini sebuah berita yang baik," ujar Jokowi.
Kedua, demi kemanusiaan, Putin mendukung upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan reintegrasi komoditas pangan dan pupuk Rusia serta komoditas pangan Ukraina agar masuk lagi dalam rantai pasok dunia. "Dan khusus untuk jalur ekspor produk pangan Ukraina, terutama melalui jalur laut, tadi sekali lagi Presiden Putin sudah memberikan jaminannya," ungkap Jokowi.
Menanggapi hal itu, Presiden Putin menekankan, Rusia akan tetap menjadi salah satu produsen dan eksportir makanan utama dunia. Rusia telah memasok produk pertanian ke 161 negara. “Kami siap sepenuhnya memenuhi permintaan produsen pertanian di Indonesia dan negara-negara sahabat lainnya untuk pupuk nitrogen, fosfor dan kalium serta bahan baku untuk produksi mereka. Pangsa pupuk mineral Rusia di pasar dunia mencapai 11% dan melebihi 20% dalam beberapa varietas. Tahun lalu, kami mengirim 37 juta ton produk ini ke luar negeri,” kata Putin.
Rusia bermaksud untuk terus memenuhi pasokan makanan, pupuk, sumber daya energi, dan barang-barang penting lainnya. Dalam konteks ini Putin menganggap penting untuk memulihkan rantai pasokan yang terganggu, akibat sanksi yang mereka terima.