Mendobrak Batasan dalam Membaca Karya Sastra

Minggu, 26 Juni 2022 - 16:25 WIB
loading...
A A A
Misalnya, seorang tokoh dalam cerpen tengah kelaparan dan tidak memiliki uang untuk membeli makanan. Ia lalu memutuskan untuk mencuri. Dalam benak kebanyakan pembaca, bisa jadi mereka berharap si tokoh ditangkap, lalu dihukum. Akan tetapi, penulis bisa menciptakan takdir lain yang mungkin dianggap tidak ideal. Penulis bisa membuat si pemilik toko memaafkan si pencuri, dan malah memberinya sejumlah uang dan makanan, juga menawari pekerjaan agar tidak perlu mencuri lagi.

Begitu pula sebaliknya. Yang sejak awal baik-baik saja, lancar menghadapai konflik, tetapi dapat berakhir malang. Ya, seperti Saman, juga pasangan pengacara tua itu. Lantas, apa yang bisa kita simpulkan dari penjabaran di atas? Ini bergantung pada seberapa lebar kita membuka pintu probabilitas dalam pikiran kita.

Membaca sebuah karya sastra memang sepantasnya tidak dibarengi dengan harapan muluk soal akhir yang bahagia. Perlu diingat bahwa penulisnya bisa melakukan apa pun terhadap karakter-karakter rekaannya, bahkan hal-hal yang tidak tidak pernah kita pikirkan bisa terjadi. Berharap lebih hanya akan membuat kita gemas tak keruan.

Dunia what if ini tidak terbatas. Ia terus berkembang selayaknya kemampuan manusia menghadapi hidup. Yang selalu menetapkan limit, mungkin akan sulit menyesuaikan diri dengan perubahan. Mereka mungkin akan meronta jika melihat hal-hal yang tidak pada tempatnya. Memang, limit atau batasan tetap harus dipakai agar kita tidak berakhir terjebak dalam situasi merugikan. Namun, terkadang kita harus meletakkan pikiran sejenak agar hati bisa bekerja, agar hati bisa merasa, betapa mahaluas semesta ini. Maka, membacalah dengan bijak.
(hdr)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2321 seconds (0.1#10.140)