Pembatasan Peserta Kampanye Pilkada Berpotensi Munculkan Masalah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pilkada 2020 yang digelar di masa pandemi virus Corona (Covid-19) memaksa Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat format kampanye yang sesuai protokol kesehatan. Salah satunya membatasi jumlah peserta kampanye.
Dalam Peraturan KPU (PKPU) yang telah disusun, kampanye dialogis maksimal hanya boleh dihadiri 20 orang. Adapun peserta kampanye yang lain bisa menyaksikan kegiatan secara virtual melalui tayangan di posko-posko pemenangan.
Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil menganggap pembatasan itu nantinya memunculkan potensi persoalan.
"Karena memang larangan kampanye itu tidak ada d UU Pilkada, maupun Perppu," ujar Fadli kepada SINDOnews, Rabu (24/6/2020).( )
Selain tak diatur dalam UU Pilkada dan Perppu, kata dia, pembatasan kampanye juga berpotensi menghilangkan hak peserta dalam berkampanye secara intens. Terlebih, pembatasan ini nantinya akan dikeluhkan oleh calon yang non petahana.
Untuk itu, kata dia, perlu ada payung hukum yang mengatur secara jelas tentang sanksi pembatasan tersebut. Meski nantinya jika ada payung hukum pun tak menjamin akan dipatuhi peserta pilkada.
"Tantangannya adalah soal penegakan hukum, sejauh mana akan konsisten," ujarnya
Dalam Peraturan KPU (PKPU) yang telah disusun, kampanye dialogis maksimal hanya boleh dihadiri 20 orang. Adapun peserta kampanye yang lain bisa menyaksikan kegiatan secara virtual melalui tayangan di posko-posko pemenangan.
Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil menganggap pembatasan itu nantinya memunculkan potensi persoalan.
"Karena memang larangan kampanye itu tidak ada d UU Pilkada, maupun Perppu," ujar Fadli kepada SINDOnews, Rabu (24/6/2020).( )
Selain tak diatur dalam UU Pilkada dan Perppu, kata dia, pembatasan kampanye juga berpotensi menghilangkan hak peserta dalam berkampanye secara intens. Terlebih, pembatasan ini nantinya akan dikeluhkan oleh calon yang non petahana.
Untuk itu, kata dia, perlu ada payung hukum yang mengatur secara jelas tentang sanksi pembatasan tersebut. Meski nantinya jika ada payung hukum pun tak menjamin akan dipatuhi peserta pilkada.
"Tantangannya adalah soal penegakan hukum, sejauh mana akan konsisten," ujarnya
(dam)