Menanti Jurus LBP bagi Sengkarut Minyak Goreng

Jum'at, 03 Juni 2022 - 16:58 WIB
loading...
A A A
Temuan survei itu juga menunjukkan 1,3% responden mengaku harga minyak goreng sangat terjangkau, 23,3% responden merasa harga minyak goreng terjangkau, 53,8% mengaku harga minyak goreng kurang terjangkau, 19,0% responden mengaku harga minyak goreng sangat tidak terjangkau, dan 2,6% responden tidak tahu/tidak jawab.

Menanti Kiprah Luhut
Jengkel terhadap persoalan minyak goreng yang tidak kunjung tuntas, tidak lama setelah mencabut larangan ekspor crude palm oil dan berbagai produk turunan, Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) untuk menuntaskan persoalan itu.

Pro dan kontra pun bermunculan menanggapi keputusan Presiden untuk menugaskan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi untuk menuntaskan persoalan minyak goreng. Mengemban penugasan dari Presiden untuk mengatasi persoalan-persoalan di luar lingkup bidang maritim dan investasi memang bukan hal baru bagi LBP. Mulai 2014 hingga sekarang LBP tercatat pernah mengemban kurang lebih 10 jabatan di pemerintahan, baik jabatan itu bersifat definitif, adhoc, maupun ad interim.

Mengapa LBP begitu sangat dipercaya oleh Presiden untuk mengemban berbagai tugas strategis? Terlepas dari sikap sinis sejumlah pihak terhadap hal itu, realitas di lapangan menunjukkan LBP mampu menyelesaikan tugas-tugas penting dan tidak mudah yang diamanatkan oleh Presiden. Terakhir, sebagai koordinator pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat mikro darurat di Pulau Jawa dan Bali, dia mampu menangani pandemi di Pulau Jawa dan Bali. Penanganan pandemi di Indonesia pun menuai pujian dari dunia internasional.

Sulit dimungkiri, penunjukan LBP oleh Presiden untuk mengemban berbagai tugas penting tersebut boleh jadi didasarkan pada pertimbangan kapasitasnya, terutama kapasitas dalam melakukan koordinasi sekaligus memastikan pelaksanaan eksekusi di lapangan agar implementasi sebuah kebijakan dapat berjalan efektif. Kalau ditelaah lebih jauh, penunjukan LBP oleh Presiden untuk mengatasi berbagai persoalan di luar bidang maritim dan investasi juga menunjukkan ketidakmampuan dari menteri-menteri teknis di bidang terkait.

Gebrakan perdana untuk mengatasi masalah minyak goreng langsung diperlihatkan oleh LBP melalui rencana untuk melakukan audit terhadap perusahaan-perusahaan minyak mentah sawit. Audit ini akan menjadi kali pertama dilakukan oleh pemerintah sepanjang sejarah. Audit terhadap perusahaan-perusahaan minyak sawit mentah itu akan meliputi pengecekan luas lahan perkebunan, surat izin usaha, hak guna usaha, hak pengelolaan lahan, dan juga lokasi kantor pusat perusahaan-perusahaan itu apakah di dalam negeri atau di luar negeri untuk mengoptimalkan penerimaan negara melalui pajak.

Selain itu, untuk menindaklanjuti pencabutan larangan ekspor crude palm oil dan berbagai produk turunan, pemerintah juga akan mencabut subsidi minyak goreng curah mulai akhir Mei lalu. Kebijakan itu akan diganti dengan menerapkan kembali DMO dan DPO minyak goreng curah. Kebijakan ini diambil atas evaluasi kondisi di lapangan. Saat ini pemerintah menyubsidi minyak goreng curah agar harga diperoleh masyarakat di pasaran diharapkan sebesar Rp14.000 per liter. Akan tetapi, kondisi di lapangan menunjukkan harga minyak goreng curah di pasaran lebih tinggi dari itu.

Hal yang membedakan kebijakan DMO dan DPO kali ini dengan kebijakan serupa beberapa bulan lalu adalah mekanisme validasi terhadap DMO dan DPO dari perusahaan-perusahaan eksportir akan dilakukan dengan berbasiskan pada data sistem informasi minyak goreng curah.

Sistem informasi minyak goreng curah merupakan platform bagi pengawasan distribusi minyak goreng curah bersubsidi yang akan digunakan sebagai bahan dasar pertimbangan pelaksanaan pemberian persetujuan ekspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan begitu, pemerintah berharap ke depan persetujuan dan pengajuan ekspor dilakukan secara otomatis melalui sebuah sistem terintegrasi sehingga tata kelola ekspor dapat menjadi jauh lebih baik.

Selain menerapkan kebijakan DMO dan DPO minyak goreng terhadap perusahaan-perusahaan eksportir, pemerintah juga mulai merancang transisi dari program minyak goreng curah rakyat menuju minyak goreng kemasan dengan harga eceran tertinggi Rp14.000 per liter agar dapat dijangkau oleh masyarakat. Namun,untuk menuju arah sana, pemerintah harus cermat dalam melakukan penghitungan komponen biaya secara akurat agar dapat berjalan baik di lapangan. Bagi para perusahaan eksportir yang berpartisipasi dalam program ini juga bisa diberikan insentif-insentif tertentu.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1081 seconds (0.1#10.140)