Pendidikan Tinggi dan Ketimpangan Pembangunan
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Semangat melangkah menuju gerbang pendidikan tinggi pascalulus dari bangku SMA/SMK membawa lebih dari satu juta orang peserta mengikuti ujian seleksi masuk perguruan tinggi negeri.
Para lulusan SMA berebut mendaftar ke perguruan tinggi, masuk ke sistem baru dan menatap dunia baru menggapai masa depan. Mereka memilih perguruan tinggi sebagai tempat untuk menggapai cita-cita dan meneruskan karirnya hingga mendapatkan pekerjaan ideal pasca mengenyam pendidikan tinggi.
Apalagi saat ini tak dapat dimungkiri bahwa persaingan ketat di pasar tenaga kerja menuntut kualitas lulusan yang lebih baik, lebih tangguh.
Universitas Brawijaya (UB) tercatat menjadi salah satu perguruan tinggi negeri yang banyak diminati Pendaftar Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2022. Berdasarkan data Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT), jumlah peminat UB mencapai 40.094 siswa dari seluruh Indonesia.
Untuk jalur SNMPTN tahun 2022 Universitas Negeri Semarang (Unnes) mencatat sebagai PT dengan pendaftar tertinggi, sebanyak42.325. Di mana fakultas favorit di antaranya adalah ilmu hukum, kesehatan masyarakat, psikologi, dan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).
Perguruan tinggi merupakan institusi pendidikan tinggi yang kerap diyakini sebagai penghasil kaum intelektual muda yang cerdas, kreatif dan kompetitif. Bahkan tak sedikit tuntutan kebutuhan tenaga kerja dewasa ini, baik pada badan pemerintah maupun swasta, menggunakan standar sarjana untuk menduduki jabatan strategis.
Artinya, seseorang dengan predikat sarjana sebagai bukti telah mengenyam pendidikan tinggi, mendapat status sosial yang lebih tinggi di mata masyarakat, karena dipandang memiliki konsep pemikiran yang lebih baik, lebih rasional, lebih runtut, dibandingkan dengan orang yang tidak atau belum mengenyam pendidikan tinggi.
Pendidikan dan Ketersedia Lapangan Kerja
Salah satu isu penting dalam ketenagakerjaan – di samping keadaan angkatan kerja (economically active population) dan struktur ketenagakerjaan – adalah isu pengangguran.
Dari sisi ekonomi, pengangguran merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia. Ketersediaan lapangan kerja yang relatif terbatas, tidak mampu menyerap para pencari kerja yang senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Artinya, pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut tingkat pengangguran di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, termasuk penggangguran dari lulusan Perguruan Tinggi (PT), terlebih di masa pandemi dalam beberapa tahun terakhir yang berdampak pada semua aspek kehidupan dan berimbas pada kenaikan angka pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK).
Data BPS mencatat bahwa pengangguran usia 20-24 tahun meningkat 3,36% dari 17,66% pada Februari 2020 menjadi 14,3% pada Februari 2021. Sementara pengangguran usia 25-29 tahun meningkat 2,26% poin dari 7,01% di Februari 2020 menjadi 9,27% di Februari 2021.
Selanjutnya, tingkat pengangguran penduduk usia 30-34 tahun sebesar 4,94%, usia 35-39 tahun 3,74%, usia 40-44 tahun 3,55%, dan usia 44-49 mencapai 3,27%.
Tingginya angka pengangguran di Indonesia tak lepas dari tanggung jawab yang diemban Pendidikan Tinggi (PT) atau lembaga kampus untuk menjawab permasalahan tersebut. Permasalah klasik berupa pengangguran mutlak menjadikan PT perlu segera bertindak cepat dengan memberikan wawasan lulusannya untuk mampu berwirausaha.
Harapannya lulusan tersebut tak lagi menjadi pencari kerja, namun dapat berkontribusi sebagai pencipta lapangan kerja. Sejatinya, para lulusan perguruan tinggi yang berpendidikan sangat diperlukan dalam bidang apapun untuk membentuk lapangan pekerjaan.
Secara umum, pendidikan merupakan faktor penting dalam investasi Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan juga diharapkan dapat menjadi solusi bagi permasalahan Indonesia yang tak kunjung usai yakni ketimpangan antar wilayah di Indonesia.
Selama ini dianggap bahwa salah satu penyebab ketimpangan antarwilayah di Indonesia adalah karena kualitas SDM yang masih belum merata. Oleh sebab itu, persoalan ketimpangan sosial bisa diatasi dengan cara meningkatkan kualitas penduduk di suatu negara secara merata.
Sejumlah upaya untuk mengatasi ketimpangan sosial tersebut salah satunya adalah dengan memperbaiki kualitas pendidikan. Dalam kasus ini, tentu perguruan tinggi merupakan faktor kunci dalam perbaikan kualitas SDM yang ada. Pada saatnya, SDM yang berkualitas harus mampu menjadi manusia pembelajar/terus belajar, serta adaptif dalam menghadapi dinamika dunia kerja yang cepat dan deras.
Transformasi Pendidikan Tinggi
Indonesia tanpa lelah masih terus berupaya membuat kemajuan dalam membangun infrastruktur dan meningkatkan konektivitas antarwilayah. Perkembangan teknologi, pergeseran sektor ekonomi, menuntut adanya inovasi yang kuat dan berkelanjutan. Situasi ini tentu perlu didukung oleh SDM yang berkualitas sekaligus perguruan tinggi yang dikelola dengan baik dan terstandar.
Up-skillingbagi SDM di sektor industri maupun jasa, bahkan di sektor pertanian, seharusnya bisa dilakukan di perguruan tinggi yang menyebar hampir di setiap provinsi di Indonesia. Perguruan Tinggi juga bisa memberikan pendampingan, bahkan membantu secara langsung pemerintah daerah, di dalam mendesain kebijakan maupun penyusunan rencana pembangunan, termasuk didalam implementasi kebijakan pembangunan yang dilakukan.
Pendidikan harus selalu dapat menjalankan fungsi nyatanya atau fungsi manifestasinya dengan membantu memecahkan problematika yang di hadapi masyarakat maupun pemerintah daerah. Melalui pendekatan tersebut, diharapkan Perguruan tinggi akan menjadigame changerdalam menghadapi tantangan pembangunan yang semakin berat ditengah perubahan yang tidak bisa dihindari saat ini.
Demi mewujudkannya, maka Perguruan Tinggi perlu melakukan transformasi kelembagaan yang lebih kompleks dari sekadar pengembangan organisasi (organization development). Sebagai lembaga yang dibangun dari komunitas akademik yang bersifat kolegial, terbuka serta menjunjung tinggiacademic valueuntuk mencerdaskan bangsa, maka perubahan fundamental untuk dapat menghasilkan norma akademik, sosial, ekonomi dan kebersamaan merupakan kata kunci dalam transformasi sebuah perguruan tinggi.
Transformasi kelembagaan ini mencakup penyelarasan atau perancangan ulang dari strategi, struktur, sistem,stakeholders relation, staff, skills (competence),style of leadership, danshared value. Upaya transformasi kelembagaan ini diharapkan dapat merevitalisasi peran perguruan tinggi agar mampu berperan secara optimal dalam mewujudkanacademic excellence for education,for industrial relevance, for contribution for new knowledge,danfor environment. Semoga.
Lihat Juga: Menlu RI dan Papua Nugini Kunjungi SD di Perbatasan Wutung yang Direnovasi Pemerintah Indonesia
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Semangat melangkah menuju gerbang pendidikan tinggi pascalulus dari bangku SMA/SMK membawa lebih dari satu juta orang peserta mengikuti ujian seleksi masuk perguruan tinggi negeri.
Para lulusan SMA berebut mendaftar ke perguruan tinggi, masuk ke sistem baru dan menatap dunia baru menggapai masa depan. Mereka memilih perguruan tinggi sebagai tempat untuk menggapai cita-cita dan meneruskan karirnya hingga mendapatkan pekerjaan ideal pasca mengenyam pendidikan tinggi.
Apalagi saat ini tak dapat dimungkiri bahwa persaingan ketat di pasar tenaga kerja menuntut kualitas lulusan yang lebih baik, lebih tangguh.
Universitas Brawijaya (UB) tercatat menjadi salah satu perguruan tinggi negeri yang banyak diminati Pendaftar Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2022. Berdasarkan data Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT), jumlah peminat UB mencapai 40.094 siswa dari seluruh Indonesia.
Untuk jalur SNMPTN tahun 2022 Universitas Negeri Semarang (Unnes) mencatat sebagai PT dengan pendaftar tertinggi, sebanyak42.325. Di mana fakultas favorit di antaranya adalah ilmu hukum, kesehatan masyarakat, psikologi, dan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).
Perguruan tinggi merupakan institusi pendidikan tinggi yang kerap diyakini sebagai penghasil kaum intelektual muda yang cerdas, kreatif dan kompetitif. Bahkan tak sedikit tuntutan kebutuhan tenaga kerja dewasa ini, baik pada badan pemerintah maupun swasta, menggunakan standar sarjana untuk menduduki jabatan strategis.
Artinya, seseorang dengan predikat sarjana sebagai bukti telah mengenyam pendidikan tinggi, mendapat status sosial yang lebih tinggi di mata masyarakat, karena dipandang memiliki konsep pemikiran yang lebih baik, lebih rasional, lebih runtut, dibandingkan dengan orang yang tidak atau belum mengenyam pendidikan tinggi.
Pendidikan dan Ketersedia Lapangan Kerja
Salah satu isu penting dalam ketenagakerjaan – di samping keadaan angkatan kerja (economically active population) dan struktur ketenagakerjaan – adalah isu pengangguran.
Dari sisi ekonomi, pengangguran merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia. Ketersediaan lapangan kerja yang relatif terbatas, tidak mampu menyerap para pencari kerja yang senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Artinya, pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut tingkat pengangguran di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, termasuk penggangguran dari lulusan Perguruan Tinggi (PT), terlebih di masa pandemi dalam beberapa tahun terakhir yang berdampak pada semua aspek kehidupan dan berimbas pada kenaikan angka pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK).
Data BPS mencatat bahwa pengangguran usia 20-24 tahun meningkat 3,36% dari 17,66% pada Februari 2020 menjadi 14,3% pada Februari 2021. Sementara pengangguran usia 25-29 tahun meningkat 2,26% poin dari 7,01% di Februari 2020 menjadi 9,27% di Februari 2021.
Selanjutnya, tingkat pengangguran penduduk usia 30-34 tahun sebesar 4,94%, usia 35-39 tahun 3,74%, usia 40-44 tahun 3,55%, dan usia 44-49 mencapai 3,27%.
Tingginya angka pengangguran di Indonesia tak lepas dari tanggung jawab yang diemban Pendidikan Tinggi (PT) atau lembaga kampus untuk menjawab permasalahan tersebut. Permasalah klasik berupa pengangguran mutlak menjadikan PT perlu segera bertindak cepat dengan memberikan wawasan lulusannya untuk mampu berwirausaha.
Harapannya lulusan tersebut tak lagi menjadi pencari kerja, namun dapat berkontribusi sebagai pencipta lapangan kerja. Sejatinya, para lulusan perguruan tinggi yang berpendidikan sangat diperlukan dalam bidang apapun untuk membentuk lapangan pekerjaan.
Secara umum, pendidikan merupakan faktor penting dalam investasi Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan juga diharapkan dapat menjadi solusi bagi permasalahan Indonesia yang tak kunjung usai yakni ketimpangan antar wilayah di Indonesia.
Selama ini dianggap bahwa salah satu penyebab ketimpangan antarwilayah di Indonesia adalah karena kualitas SDM yang masih belum merata. Oleh sebab itu, persoalan ketimpangan sosial bisa diatasi dengan cara meningkatkan kualitas penduduk di suatu negara secara merata.
Sejumlah upaya untuk mengatasi ketimpangan sosial tersebut salah satunya adalah dengan memperbaiki kualitas pendidikan. Dalam kasus ini, tentu perguruan tinggi merupakan faktor kunci dalam perbaikan kualitas SDM yang ada. Pada saatnya, SDM yang berkualitas harus mampu menjadi manusia pembelajar/terus belajar, serta adaptif dalam menghadapi dinamika dunia kerja yang cepat dan deras.
Transformasi Pendidikan Tinggi
Indonesia tanpa lelah masih terus berupaya membuat kemajuan dalam membangun infrastruktur dan meningkatkan konektivitas antarwilayah. Perkembangan teknologi, pergeseran sektor ekonomi, menuntut adanya inovasi yang kuat dan berkelanjutan. Situasi ini tentu perlu didukung oleh SDM yang berkualitas sekaligus perguruan tinggi yang dikelola dengan baik dan terstandar.
Up-skillingbagi SDM di sektor industri maupun jasa, bahkan di sektor pertanian, seharusnya bisa dilakukan di perguruan tinggi yang menyebar hampir di setiap provinsi di Indonesia. Perguruan Tinggi juga bisa memberikan pendampingan, bahkan membantu secara langsung pemerintah daerah, di dalam mendesain kebijakan maupun penyusunan rencana pembangunan, termasuk didalam implementasi kebijakan pembangunan yang dilakukan.
Pendidikan harus selalu dapat menjalankan fungsi nyatanya atau fungsi manifestasinya dengan membantu memecahkan problematika yang di hadapi masyarakat maupun pemerintah daerah. Melalui pendekatan tersebut, diharapkan Perguruan tinggi akan menjadigame changerdalam menghadapi tantangan pembangunan yang semakin berat ditengah perubahan yang tidak bisa dihindari saat ini.
Demi mewujudkannya, maka Perguruan Tinggi perlu melakukan transformasi kelembagaan yang lebih kompleks dari sekadar pengembangan organisasi (organization development). Sebagai lembaga yang dibangun dari komunitas akademik yang bersifat kolegial, terbuka serta menjunjung tinggiacademic valueuntuk mencerdaskan bangsa, maka perubahan fundamental untuk dapat menghasilkan norma akademik, sosial, ekonomi dan kebersamaan merupakan kata kunci dalam transformasi sebuah perguruan tinggi.
Transformasi kelembagaan ini mencakup penyelarasan atau perancangan ulang dari strategi, struktur, sistem,stakeholders relation, staff, skills (competence),style of leadership, danshared value. Upaya transformasi kelembagaan ini diharapkan dapat merevitalisasi peran perguruan tinggi agar mampu berperan secara optimal dalam mewujudkanacademic excellence for education,for industrial relevance, for contribution for new knowledge,danfor environment. Semoga.
Lihat Juga: Menlu RI dan Papua Nugini Kunjungi SD di Perbatasan Wutung yang Direnovasi Pemerintah Indonesia
(ynt)