Pemerintah Hapus dan Reformulasi 14 Isu Kontroversial RUU KUHP, Ini Rinciannya

Kamis, 26 Mei 2022 - 07:25 WIB
loading...
Pemerintah Hapus dan Reformulasi 14 Isu Kontroversial RUU KUHP, Ini Rinciannya
Pemerintah menghapus, mereformulasi, dan memperhalus bahasa 14 isu kontroversi dalam RUU KUHP. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Setelah terhenti pada akhir periode DPR 2014-2019, Komisi III DPR dan pemerintah kembali membahas Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RUU KUHP ). Sebanyak 14 isu kontroversial masih menjadi pembahasan utama sebagai tindak lanjut langkah pemerintah menghapus, mereformulasi, dan memperhalus bahasanya.

"Kami hapus menyesuaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), lalu ada yang tetap, tapi ada yang melakukan reformulasi namun tidak menghilangkan substansi, kita melakukan penghalusan terhadap bahasa yang ada," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej dalam Rapat kerja (Raker) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (25/5/2022).

Lalu apa saja yang 14 isu kontroversial yang dibahas DPR dan pemerintah? berikut ini rinciannya.

Baca juga: DPR Minta Ketentuan LGBT Diperjelas, Wamenkumham: RUU KUHP Netral terhadap Gender

1. Pasal 2 mengenai the living law, pemerintah memberikan penjelasan dan tidak mengubah norma. Bahwa dengan hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana adalah hukum pidana adat.

Kewajiban adat setempat diutamakan, jika tindak pidana yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2):
a. berlaku dalam tempat hukum
b. tidak diatur dalam RUU KUHP
c. sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD NRI 1945, hak asasi manusia, dan azas hukum umum yang diakui masyarakat.

Pemenuhan kewajiban adat setempat dianggap sebanding dengan pidana denda kategori II dan dapat dikenakan pidana pengganti untuk pidana denda jika kewajiban adat setempat tidak dipenuhi atau tidka dijalani oleh terpidana. Pidana pengganti dapat berupa pidana ganti kerugian.

2. Pasal 100 tentang Pidana Mati. Berbeda dengan KUHP yang menempatkan pidana mati sebagai salah satu pidana pokok, RUU KUHP menempatkan pidana mati sebagai pidana yang paling terakhir dijatuhkan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana. Pidana mati selalu diancamkan secara alternatif dengan pidana penjara waktu tertentu (paling lama 20 tahun) dan pidana penjara seumur hidup.

Baca juga: RUU KUHP: Kumpul Kebo Tak Bisa Diadukan Kepala Desa

Pidana mati dapat dijatuhkan dnegan masa percobaan selama 10 tahun dengan memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 100 ayat (1). Mekanisme pemberian masa percobaan diatur dalam Pasal 100 dan 101.

3. Pasal 218 tentang penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden (wapres). Ada perubahan dari delik yang biasa menjadi delik aduan, jadi sama sekali tidak membangkitkan pasal yang dimatikan oleh MK yakni delik biasa, sementara yang ada dalam RUU KUHP adalah delik aduan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1613 seconds (0.1#10.140)