6 Tahun Berstatus Tersangka, KPK Akhirnya Jebloskan Eks Dirjen Kementan ke Penjara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) akhirnya menahan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Hasanuddin Ibrahim (HI). Hasanuddin Ibrahim dijebloskan ke penjara setelah enam tahun berkeliaran bebas dengan status tersangka KPK.
Hasanuddin Ibrahim merupakan tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengadaan fasilitas sarana budidaya dalam Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) di Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan Tahun Anggaran 2013. Dia ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, hari ini.
"Untuk kepentingan penyidikan, dilakukan upaya paksa penahanan oleh tim penyidik untuk 20 hari ke depan terhadap tersangka HI," kata Deputi Penindakan KPK, Karyoto saat menggelar konpers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (20/5/2022).
Baca Juga: Kasus Korupsi Pupuk, Eks Pejabat Kementan Divonis 6 Tahun Penjara
Hasanuddin ditahan selama 20 hari ke depan untuk masa penahanan pertamanya, terhitung mulai hari ini, 20 Mei sampai dengan 8 Juni 2022. Hasanuddin Ibrahim ditahan Rumah Tahanan (Rutan) belakang pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Sekadar informasi, KPK telah menetapkan mantan Dirjen Hortikultura Kementan, Hasanuddin Ibrahim sebagai tersangka sejak Februari 2016. Namun demikian, KPK baru melakukan proses penahanan terhadap Hasanuddin Ibrahim pada hari ini, atau tepatnya, setelah enam tahun melenggang bebas.
Baca Juga: Kasus Hortikultura, KPK Panggil Tiga Saksi
Hasanuddin ditetapkan sebagai tersangka bersama-sama dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satuan Kerja Ditjen Hortikultura, Eko Mardiyanto (EM) dan seorang pihak swasta, Sutrisno (SUT). Total, ada tiga tersangka dalam kasus ini.
Ketiga tersangka tersebut diduga telah memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun korporasi yang dapat merugikan keuangan negara terkait pengadaan OPT. Adapun, nilai kontrak pengadaan OPT tersebut sekira Rp18 miliar. Sementara kerugian negara akibat perbuatan tiga tersangka tersebut berjumlah Rp10 miliar.
Akibat perbuatannya, mereka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Hasanuddin Ibrahim merupakan tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengadaan fasilitas sarana budidaya dalam Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) di Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan Tahun Anggaran 2013. Dia ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, hari ini.
"Untuk kepentingan penyidikan, dilakukan upaya paksa penahanan oleh tim penyidik untuk 20 hari ke depan terhadap tersangka HI," kata Deputi Penindakan KPK, Karyoto saat menggelar konpers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (20/5/2022).
Baca Juga: Kasus Korupsi Pupuk, Eks Pejabat Kementan Divonis 6 Tahun Penjara
Hasanuddin ditahan selama 20 hari ke depan untuk masa penahanan pertamanya, terhitung mulai hari ini, 20 Mei sampai dengan 8 Juni 2022. Hasanuddin Ibrahim ditahan Rumah Tahanan (Rutan) belakang pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Sekadar informasi, KPK telah menetapkan mantan Dirjen Hortikultura Kementan, Hasanuddin Ibrahim sebagai tersangka sejak Februari 2016. Namun demikian, KPK baru melakukan proses penahanan terhadap Hasanuddin Ibrahim pada hari ini, atau tepatnya, setelah enam tahun melenggang bebas.
Baca Juga: Kasus Hortikultura, KPK Panggil Tiga Saksi
Hasanuddin ditetapkan sebagai tersangka bersama-sama dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satuan Kerja Ditjen Hortikultura, Eko Mardiyanto (EM) dan seorang pihak swasta, Sutrisno (SUT). Total, ada tiga tersangka dalam kasus ini.
Ketiga tersangka tersebut diduga telah memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun korporasi yang dapat merugikan keuangan negara terkait pengadaan OPT. Adapun, nilai kontrak pengadaan OPT tersebut sekira Rp18 miliar. Sementara kerugian negara akibat perbuatan tiga tersangka tersebut berjumlah Rp10 miliar.
Akibat perbuatannya, mereka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
(cip)