Kasus Korupsi Pupuk, Eks Pejabat Kementan Divonis 6 Tahun Penjara

Senin, 03 Desember 2018 - 22:53 WIB
Kasus Korupsi Pupuk, Eks Pejabat Kementan Divonis 6 Tahun Penjara
Kasus Korupsi Pupuk, Eks Pejabat Kementan Divonis 6 Tahun Penjara
A A A
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis terdakwa mantan pejabat Kementerian Pertanian (Kementan) Eko Mardianto dengan pidana selama 6 tahun penjara.

Dalam persidangan berbeda, majelis hakim yang dipimpin Emilia Subagdja dengan komposisi yang sama juga memvonis terdakwa Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahanan (HNW) Sutrisno dengan pidana penjara selama 7 tahun.

Majelis menilai, Eko Mardianto selaku Pejabat Pembuat Komitmen Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan tahun 2013 dan Sutrisno terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan perbuatan korupsi berupa rekayasa pengadaan fasilitas sarana budi daya guna mendukung pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dalam rangka belanja berang fisik lainnya untuk diserahkan ke pemerintah daerah, di lingkungan Ditjen Hortikultura tahun anggaran 2012-2013.

Eko dan Sutrisno terbukti melakukan perbuatan bersama empat pihak lainnya secara melawan hukum mengatur agar pengadaan pupuk michrohirza/cendawan penyubur akar diarahkan spesifikasinya ke merek Rhizagold.

Di Indonesia pupuk tersebut dipasok dan disuplai Sutrisno. Dalam pengadaan pupuk tersebut dilakukan penunjukan langsung disertai penggelembungan berat dan harga. Dari berat awal 50.000 kg dengan anggaran Rp3,7 miliar menjadi 255.000 kg dengan nilai lebih Rp18 miliar.

Akibatnya negara mengalami kerugian sebesar Rp12.947.841.604. Perbuatan Eko dan Sutrisno bersama-sama dengan Hasanuddin Ibrahim selaku Dirjen Hortikultura Kementan, Direktur Utama PT Karya Muda Jaya bernama Subhan, Direktur Utama PT Karya Muda Jaya Ahmad Yani, dan Nasser Ibrahim selaku adik kandung Hasanuddin Ibrahim.

Majelis memastikan, dalam proyek ini Eko memperkaya diri Rp1,05 miliar dan Sutrisno memperkaya diri lebih Rp7,302 miliar. Keduanya juga memperkaya Ahmad Yani Rp1,7 miliar, Subhan Rp195 juta, PT HNW Rp2 miliar, Nasser Rp200 juta, dan CV Danama Surya Lestari Rp500 juta.

"Mengadili, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Eko Mardianto dengan pidana penjara selama 6 tahun penjara dan pidana denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. ... Mengadili, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Sutrisno dengan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda Rp300 juta subsider kurungan selama 4 bulan," tegas hakim Emilia saat membacakan amar putusan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/12/2018).

Hakim Emilia menggariskan, terhadap Eko dan Sutrisno juga dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti dari hasil keuntungan yang didapatkan keduanya. Eko diwajibkan membayar uang pengganti Rp1,05 miliar setelah satu bulan putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Jika belum membayarkan maka harta bendanya disita jaksa untuk dilelang guna menutupi kekurangan tersebut. Kalau tidak mencukupi dan tidak dibayarkan maka Eko dipidana dengan penjara selama 4 bulan.

Sedangkan untuk Sutrisno, tutur hakim Emilia, maka harus membayar lebih Rp7,302 miliar setelah satu bulan putusan inkracht, dengan dikurangi hasil lelang dari dua aset yang sebelumnya disita KPK.

Pertama, satu bidang tanah dan bangunan di perumahan Greenhill Residence, Jalan Bukit Kamboja II No 31, Karangploso, Malang, Jawa Timur. Kedua, satu unit rumah susun di Jalan Cipto Mangun Kusumo, Surakarta atau dikenal dengan apartemen Solo Paragon di Lantai 1 Kavling 11 tipe silver seluas 29,51 meter persegi.

"Jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Dalam hal terdakwa Sutrisno tidak memili harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka terdakwa dipidana selama 7 bulan,"‎ ujar hakim Emilia.

Anggota majelis hakim Ansyori Saifudin menuturkan, majelis mempertimbangkan hal-hal memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan putusan terhada Eko dan Sutrisno. Pertimbangan meringankan bagi keduanya yakni bersikap sopan selama persidangan dan memiliki tanggungan keluarga.

Ihwal memberatkan bagi Eko Mardianto dan Sutrisno ada tiga. Pertama, perbuatan keduanya tidak mendukung program pemerintah yang sedang gencar memberantas korupsi. "Terdakwa (Eko dan Sutrisno) tidak mengakui perbuatan. Terdakwa menikmati uang hasil perbuatan," tegas hakim Ansyori.

Atas putusan majelis hakim, Eko dan Sutrisno serta tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mengaku masih pikir-pikir selama satu pekan apakah menerima putusan atau mengajukan banding.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 3.2940 seconds (0.1#10.140)