Komisi X DPR Minta Kemendikbud Evaluasi Pendidikan Jarak Jauh
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi X DPR meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk melakukan kajian secara menyeluruh dari pelaksanaan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) yang sudah berlangsung selama empat bulan terakhir, menyusul terjadinya pandemi virus Corona (Covid-19).
Anggota Komisi X DPR Ali Zamroni mengatakan, pelaksanaan PJJ dipastikan banyak plus dan minusnya sehingga Kemendikbud harus memiliki kesimpulan dari pelaksanaan PJJ yang sudah berlangsung selama empat bulan terakhir. Ali mengatakan, karena tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan pandemi Covid-19 ini akan berakhir maka pihaknya mendorong Kemendikbud untuk membuat kebijakan komprehensif PJJ yang komprehensif untuk jangka panjang.
"Karena kita tidak tahu sampai kapan pandemi ini akan berakhir. Buatlah kebijakan ini seolah-olah waktunya panjang sehingga kebijakan yang diambil juga sifatnya panjang. Jangan sampai kebijakan kita hanya untuk waktu pendek, misalnya diasumsikan hanya sampai Desember 2020, ini menjadi sesuatu yang merepotkan kita sendiri," ujarnya dalam Rapat Kerja (Raker) secara virtual Komisi X dengan Kemendikbud, Senin (22/6/2020). (Baca juga: Kemendikbud Keluarkan Tiga Kebijakan Hadapi Pandemi Covid-19)
Dikatakan politikus Partai Gerindra ini, PJJ jelas berbeda dengan pembelajaran tatap muka. Pihaknya menemukan banyak keluhan dari masyarakat maupun guru mengenai tantangan yang harus dihadapi dengan sistem PJJ. Misalnya ketersediaan kuota internet. "Juga bagaimana sistem pembelajaran PJJ yang bobotnya sama dengan belajar tatap muka, ini harus jadi review Kemendikbud bagaimana PJJ ini tetap diperpanjang, tapi tidak memberatkan siswa maupun guru sehingga harus ada kebijakan yang sifatnya konkret, dan Kemendikbud bisa mengontrol kebijakan yang diambil," urainya.
Dalam situasi seperti ini, pihaknya juga meminta kemendikbud untuk menciptakan kebijakan yang bisa membuat siswa maupun pengajar di sekolah lebih bersemangat, baik lewat Kemendikbud maupu dinas pendidikan di tiap-tiap daerah. (Baca juga: Panduan Belajar Kemendikbud Belum Menjawab Masalah Pendidikan)
Ali juga melihat dari paparan Kemendikbud sebelumnya bahwa sekolah yang diperbolehkan melakukan pembelajaran tatap muka prosentasenya hanya 6%, sangat kecil dibandingkan daerah yang belum siap mencapai 94%. "Kami mengharapkan ada semacam review pertimbangan dalam rangka membuka pembelajaran tatap muka. Daerah zona hijau ini, apakah daerah-daerah itu bisa menerapkan protokol kesehatan yang baik? Ini persoalan rumit karena mereka untuk bisa belajar tatap muka juga tergantung izin dari pemda dan orangtua maka ini harus ada review kebijakan secara komprehensif," tuturnya.
Anggota Komisi X DPR Ali Zamroni mengatakan, pelaksanaan PJJ dipastikan banyak plus dan minusnya sehingga Kemendikbud harus memiliki kesimpulan dari pelaksanaan PJJ yang sudah berlangsung selama empat bulan terakhir. Ali mengatakan, karena tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan pandemi Covid-19 ini akan berakhir maka pihaknya mendorong Kemendikbud untuk membuat kebijakan komprehensif PJJ yang komprehensif untuk jangka panjang.
"Karena kita tidak tahu sampai kapan pandemi ini akan berakhir. Buatlah kebijakan ini seolah-olah waktunya panjang sehingga kebijakan yang diambil juga sifatnya panjang. Jangan sampai kebijakan kita hanya untuk waktu pendek, misalnya diasumsikan hanya sampai Desember 2020, ini menjadi sesuatu yang merepotkan kita sendiri," ujarnya dalam Rapat Kerja (Raker) secara virtual Komisi X dengan Kemendikbud, Senin (22/6/2020). (Baca juga: Kemendikbud Keluarkan Tiga Kebijakan Hadapi Pandemi Covid-19)
Dikatakan politikus Partai Gerindra ini, PJJ jelas berbeda dengan pembelajaran tatap muka. Pihaknya menemukan banyak keluhan dari masyarakat maupun guru mengenai tantangan yang harus dihadapi dengan sistem PJJ. Misalnya ketersediaan kuota internet. "Juga bagaimana sistem pembelajaran PJJ yang bobotnya sama dengan belajar tatap muka, ini harus jadi review Kemendikbud bagaimana PJJ ini tetap diperpanjang, tapi tidak memberatkan siswa maupun guru sehingga harus ada kebijakan yang sifatnya konkret, dan Kemendikbud bisa mengontrol kebijakan yang diambil," urainya.
Dalam situasi seperti ini, pihaknya juga meminta kemendikbud untuk menciptakan kebijakan yang bisa membuat siswa maupun pengajar di sekolah lebih bersemangat, baik lewat Kemendikbud maupu dinas pendidikan di tiap-tiap daerah. (Baca juga: Panduan Belajar Kemendikbud Belum Menjawab Masalah Pendidikan)
Ali juga melihat dari paparan Kemendikbud sebelumnya bahwa sekolah yang diperbolehkan melakukan pembelajaran tatap muka prosentasenya hanya 6%, sangat kecil dibandingkan daerah yang belum siap mencapai 94%. "Kami mengharapkan ada semacam review pertimbangan dalam rangka membuka pembelajaran tatap muka. Daerah zona hijau ini, apakah daerah-daerah itu bisa menerapkan protokol kesehatan yang baik? Ini persoalan rumit karena mereka untuk bisa belajar tatap muka juga tergantung izin dari pemda dan orangtua maka ini harus ada review kebijakan secara komprehensif," tuturnya.
(cip)