LBH Nilai UU PSDN Punya Potensi Ancaman
loading...
A
A
A
JAKARTA - Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (UU PSDN) masih menjadi sorotan. Direktur LBH Semarang Eti Oktaviani menilai UU PSDN berpotensi membuat konflik horizontal seperti zaman Presiden Soeharto.
Hal tersebut disampaikan Eti Oktaviani dalam FGD yang diselenggarakan LBH Semarang dengan Imparsial bertema 'Darurat Militerisasi Sipil: Telaah Kritis Pembentukan Komponen Cadangan Melalui UU Nomor 23 Tahun 2019 Tentang PSDN', Kamis (19/5/2022).
"Ada beberapa ancaman dalam UU PSDN ini yakni tidak adanya definisi yang jelas. Selain itu, UU PSDN mengatur tentang banyak hal, tidak hanya komponen cadangan tetapi juga komponen pendukung, sarana dan prasarana lainnya yang disebut sebagai sumberdaya nasional yang dipersiapkan untuk pertahanan negara," ujar Eti dalam keterangannya, Jumat (20/5/2022).
Kemudian, lanjut Eti, luasnya cakupan pengaturan dalam UU PSDN ini berpotensi digunakan secara serampangan oleh mereka yang memiliki kepentingan. Pengaturan terkait penyiapan sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana tidak diatur dengan jelas siapa yang berwenang, UU hanya mengatur tentang penetapannya.
"Karena kewenangannya yang sangat luas maka sangat berpotensi disalahgunakan. Batasan dan indikator kapan presiden dapat mengerahkan Komcad juga tidak ada," ucapnya.
Sementara itu, Dosen FHK Unika Sugyopranoto Donny Danardono menilai UU PSDN ini bermasalah sehingga harus direvisi secara total. Menurutnya, UU ini dibahas secara senyap oleh DPR dan pemerintah.
"Secara substansi, hak untuk anti-perang atau anti-kekerasan harus dihormati. Komcad secara internasional adalah sarana tempur secara sukarela, artinya kalau suka bisa ikut tetapi kalau tidak suka boleh tidak ikut, bukan paksaan dan bukan tipu muslihat," ujar Donny.
"Tetapi UU ini mengatur mobilisasi yang membuat orang tidak bisa memilih dan hilang sifat sukarela tersebut. Dan lebih aneh lagi ada pasal 66 ayat 1 mengatur tentang pidana bagi mereka yang tidak ikut mobilisasi," tambahnya.
Hal tersebut disampaikan Eti Oktaviani dalam FGD yang diselenggarakan LBH Semarang dengan Imparsial bertema 'Darurat Militerisasi Sipil: Telaah Kritis Pembentukan Komponen Cadangan Melalui UU Nomor 23 Tahun 2019 Tentang PSDN', Kamis (19/5/2022).
"Ada beberapa ancaman dalam UU PSDN ini yakni tidak adanya definisi yang jelas. Selain itu, UU PSDN mengatur tentang banyak hal, tidak hanya komponen cadangan tetapi juga komponen pendukung, sarana dan prasarana lainnya yang disebut sebagai sumberdaya nasional yang dipersiapkan untuk pertahanan negara," ujar Eti dalam keterangannya, Jumat (20/5/2022).
Kemudian, lanjut Eti, luasnya cakupan pengaturan dalam UU PSDN ini berpotensi digunakan secara serampangan oleh mereka yang memiliki kepentingan. Pengaturan terkait penyiapan sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana tidak diatur dengan jelas siapa yang berwenang, UU hanya mengatur tentang penetapannya.
"Karena kewenangannya yang sangat luas maka sangat berpotensi disalahgunakan. Batasan dan indikator kapan presiden dapat mengerahkan Komcad juga tidak ada," ucapnya.
Sementara itu, Dosen FHK Unika Sugyopranoto Donny Danardono menilai UU PSDN ini bermasalah sehingga harus direvisi secara total. Menurutnya, UU ini dibahas secara senyap oleh DPR dan pemerintah.
"Secara substansi, hak untuk anti-perang atau anti-kekerasan harus dihormati. Komcad secara internasional adalah sarana tempur secara sukarela, artinya kalau suka bisa ikut tetapi kalau tidak suka boleh tidak ikut, bukan paksaan dan bukan tipu muslihat," ujar Donny.
"Tetapi UU ini mengatur mobilisasi yang membuat orang tidak bisa memilih dan hilang sifat sukarela tersebut. Dan lebih aneh lagi ada pasal 66 ayat 1 mengatur tentang pidana bagi mereka yang tidak ikut mobilisasi," tambahnya.