Densus 88 Tangkap 24 Pendukung MIT dan ISIS, Pengamat Intelijen Soroti Pendanaan Teroris

Selasa, 17 Mei 2022 - 06:16 WIB
loading...
Densus 88 Tangkap 24 Pendukung MIT dan ISIS, Pengamat Intelijen Soroti Pendanaan Teroris
Densus 88 Antiteror Polri menangkap 24 terduga teroris di sejumlah provinsi. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Densus 88 Antiteror Polri menangkap 24 terduga teroris di tiga provinsi pada Sabtu, 14 Mei 2022. Mereka merupakan pendukung kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) dan ISIS.

”22 orang ditangkap di Sulawesi Tengah, satu orang ditangkap di Bekasi, dan satu orang Kalimantan Timur. Meskipun pihak Polri belum dapat menjelaskan secara rinci 22 teroris yang tertangkap tetapi kita harus apresiasi keberhasilan Densus 88 tersebut,” ujar pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati, Selasa (17/5/2022).

Menurut Nuning, panggilan akrab Susaningtyas Kertopati, hal yang terpenting dalam penanggulangan masalah terorisme adalah pendanaan terorisme. Berbagai kajian akan hal ini sudah banyak tetapi tidak mudah dilaksanakan. Dalam buku Terrorist Criminal Enterprises: Fianancing Terrorism Through Organized Crime, terorisme telah memanfaatkan institusi–institusi finansial untuk melakukan pencucian uang (money laundering) dengan menggunakan metode pemindahan uang yang kompleks dan melampaui batas negara untuk kepentingan pendanaan terorisme.



”Perspektif ini mengantarkan kita bahwa pendanaan terorisme merupakan masalah global yang tidak hanya mengancam keamanan, namun juga menghambat stabilitas, transparansi dan efisiensi sistem financial,” kata Nuning.

Pendanaan terorisme (The Financing of Terrorism) menurut United Nations International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism 1999 yakni, dana adalah semua aset atau benda bergerak atau tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh dengan cara apa pun dan dalam bentuk apa pun, termasuk dalam format digital atau elektronik, alat bukti kepemilikan, atau keterkaitan dengan semua aset atau benda tersebut, termasuk tetapi tidak terbatas pada kredit bank, cek perjalanan, cek yang dikeluarkan oleh bank, perintah pengiriman uang, saham, sekuritas, obligasi, bank draf, dan surat pengakuan utang untuk kegiatan terorisme.

”Kegiatan terorisme yang dimaksud adalah tidak terbatas pada upaya mulai dari pengorganisasian, perencanaan, rekruitmen, keperluan pengembangan dan pembelian senjata, komunikasi, pengumpulan data intelijen, mobilisasi, doktrinasi, sampai dengan tahap pelaksanaan aksi terorisme,” ucapnya.

Mantan anggota Komisi I DPR ini menegaskan, upaya penanganan pendanaan terorisme ini meliputi beberapa hal. Di Amerika Serikat serta negara-negara Eropa Barat lainnya memiliki Executive Order (EO) yang memberikan kewenangan kepada negara-negara tersebut untuk membekukan aset-aset milik badan-badan yang secara finansial mendukung organisasi-organisasi teroris yang teridentifikasi pada Foreign Terrorist Organization (FTO)

”Indonesia sendiri telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism dalam UU No 6 Tahun 2006. Dengan ini, maka Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat dalam melakukan langkah hukum memberantas pendanaan terorisme, khususnya yang bersifat lintas negara,” paparnya.

Selain itu, terdapat UU No 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme yang menempatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai garda terdepan.

”Dalam UU tersebut, pendanaan terorisme adalah segala perbuatan dalam rangka menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris,” ujarnya.

Ketua DPP Partai Perindo Bidang Hankam, Intelijen dan Siber ini menambahkan, persoalan pendanaan terorisme dapat dilaksanakan dengan cepat dan tepat (velox et exactus) bila para pihak bukan hanya serius tetapi juga memahami dinamika alur pendanaan tersebut.

”Karenanya pihak aparat dan intelijen harus memiliki pengetahuan cukup mumpuni bidang ekonomi yang berkelindan dalam aktivitas terorisme. Iman aparat dalam penggalangan juga harus kuat, agar justru tak mudah digalang balik oleh kelompok teroris,” kata Nuning.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1784 seconds (0.1#10.140)