70% Temuan Positif Corona Awalnya Dirasakan sebagai Gejala Remeh
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hampir 70% kasus terkonfirmasi positif Covid-19 ditemukan dengan minim keluhan. Dengan kata lain, orang yang akhirnya diketahui terinfeksi virus Corona itu mempersepsikan diri tidak terjangkit karena merasa apa yang dialami tidak masuk dalam radar gejala Covid-19.
”Misalnya, ya saya batuk tapi jarang-jarang, ya panas tapi tidak tinggi-tinggi banget, jadi aku nggak sakit,” kata Juru Bicara Gugus Tugas Nasional Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto dalam diskusi di Media Center Graha BNPB Jakarta, Minggu (21/6/2020).
(Baca: Unik, Imam Shamsi Ali Undang Saksikan Pernikahan Putranya Lewat Zoom)
Menurut Yurianto, keluhan yang minim tersebut tidak boleh dianggap remeh. Sebab dengan menganggap apa yang dialami ringan lalu tidak menahan diri untuk beraktivitas normal alias tidak melakuan isolasi mandiri, seseorang tersebut berpotensi menjadi penyebab penularan, khususnya kepada kelompok yang lebih rentan, bila ternyata memang positif. “Itu yang harus diperhatikan,” tambah Yuri.
Memang, Yuri mengakui bahwa untuk mengonfirmasi seseorang positif atau tidak membutuhkan proses yang tidak sederhana. Uji sampel yang direkomendasikan WHO yaitu pemeriksaan antigen menggunakan real time Polymerase Chain Reaction (PCR) atau Tes Cepat Molekuler (TCM).
(Baca: Rapid Test Harus Bayar, KH Cholil Nafis: Kemana Uang Triliunan Rupiah Itu?)
PCR pun bisa membutuhkan satu sampai tiga specimen yang diambil dari sampel swab. “Ada satu orang dengan tiga spesimen, dengan dua spesimen,” ungkap Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan itu.
Hasil uji spesimen akan diverifikasi untuk memastikan kasus baru atau kasus lanjutan. Dari verifikasi tersebut, kata Yuri kemudian akan diberi nomor registrasi dan dilaporkan ke WHO sekaligus sebagai acuan titik tracing.
Lihat Juga: Deretan Brevet dan Tanda Jasa Komjen Dharma Pongrekun, Sosok yang Sebut Covid-19 Konspirasi
”Misalnya, ya saya batuk tapi jarang-jarang, ya panas tapi tidak tinggi-tinggi banget, jadi aku nggak sakit,” kata Juru Bicara Gugus Tugas Nasional Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto dalam diskusi di Media Center Graha BNPB Jakarta, Minggu (21/6/2020).
(Baca: Unik, Imam Shamsi Ali Undang Saksikan Pernikahan Putranya Lewat Zoom)
Menurut Yurianto, keluhan yang minim tersebut tidak boleh dianggap remeh. Sebab dengan menganggap apa yang dialami ringan lalu tidak menahan diri untuk beraktivitas normal alias tidak melakuan isolasi mandiri, seseorang tersebut berpotensi menjadi penyebab penularan, khususnya kepada kelompok yang lebih rentan, bila ternyata memang positif. “Itu yang harus diperhatikan,” tambah Yuri.
Memang, Yuri mengakui bahwa untuk mengonfirmasi seseorang positif atau tidak membutuhkan proses yang tidak sederhana. Uji sampel yang direkomendasikan WHO yaitu pemeriksaan antigen menggunakan real time Polymerase Chain Reaction (PCR) atau Tes Cepat Molekuler (TCM).
(Baca: Rapid Test Harus Bayar, KH Cholil Nafis: Kemana Uang Triliunan Rupiah Itu?)
PCR pun bisa membutuhkan satu sampai tiga specimen yang diambil dari sampel swab. “Ada satu orang dengan tiga spesimen, dengan dua spesimen,” ungkap Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan itu.
Hasil uji spesimen akan diverifikasi untuk memastikan kasus baru atau kasus lanjutan. Dari verifikasi tersebut, kata Yuri kemudian akan diberi nomor registrasi dan dilaporkan ke WHO sekaligus sebagai acuan titik tracing.
Lihat Juga: Deretan Brevet dan Tanda Jasa Komjen Dharma Pongrekun, Sosok yang Sebut Covid-19 Konspirasi
(muh)