Peneliti BRIN: Tidak Ada Larangan Pengusaha Jadi Pejabat Publik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) , Wasisto Raharjo Jati mengatakan hingga saat ini tidak ada larangan bagi pengusaha atau teknokrat untuk menduduki jabatan sebagai pejabat publik. Teknokrat yang menjadi pejabat publik tidak terjadi di Indonesia saja.
Menurut Wasisto, di beberapa negara maju juga ada pejabat publik yang merintis kariernya dari seorang pengusaha. Meski tidak ada aturan yang melarang, lanjut Wasisto, ketika seorang teknokrat menjadi pejabat publik, dia harus melepaskan kepentingan bisnis yang selama ini membesarkannya.
"Tujuannya agar tidak ada benturan kepentingan termasuk kepentingan bisnis ketika teknokrat tersebut menjabat sebagai pejabat publik," kata Wasisto pada Sabtu (14/5/2022).
Wasisto melihat seluruh teknokrat yang saat ini menjadi pejabat publik, sudah melepaskan jabatan dan kepentingannya. Tujuan pelepasan ini agar ada pembatasan diskresi kekuasaan.
Sebab pejabat publik memiliki kekuatan dibidang tertentu. Termasuk dalam membuat regulasi. Jadi ketika pengusaha menjadi pejabat publik, yang dikhwatirkan ada potensi benturan kepentingan dengan usahanya.
"Kalau diskresinya meluas dan melebar yang dikhwatirkan adalah favoritisme. Jika favoritisme sampai terjadi maka akan pejabat tersebut berpotensi untuk tidak netral. Namun indikasi pejabat itu tidak netral sampai saat ini belum terlihat," ungkap Wasisto.
Saat ini beberapa pengusaha seperti Joko Widodo, Airlangga Hartarto, Erick Thohir, Bahlil Lahadalia dan Sandiaga Salahuddin Uno, sudah menjadi pejabat publik. Meski sudah menjadi pejabat publik, Wasisto menilai regulasi yang dikeluarkan oleh para pejabat tersebut masih cukup baik dan tak berpotensi terjadi benturan kepentingan dengan bisnisnya yang selama ini mereka geluti.
Bahkan Wasisto juga belum melihat para teknokrat yang menjadi pejabat publik tersebut telah menguntungkan relasi bisnisnya. Sebab saat ini regulasi dan aturan yang mengatur pejabat publik di Indonesia sudah sangat ketat.
Selain itu latar belakang atau bidang bisnis yang mereka geluti selama ini berbeda dengan jabatan publik yang mereka emban. Karena tidak linier, Wasisto masih menilai teknokrat yang saat ini menjabat sebagai birokrat belum menunjukan benturan kepentingan dengan bisnis atau relasi bisnis yang ada saat ini.
Sehingga tidak ada hubungan mutualisme antara jabatan yang saat ini mereka emban dengan dengan profesi yang dahulu digeluti.
"Apalagi Presiden Jokowi menginginkan adanya teknokrat di kementerian lembaga. Sehingga adanya presepsi penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi atau relasi bisnisnya tidak berdasar. Menurut saya itu hanya pemikiran pribadi segelintir orang. Mereka hanya berpikir politis tanpa melihat keseluruhan regulasi yang sudah dibuat pejabat tersebut. Orang yang menyatakan teknokrat memanfaatkan jabatannya itu cenderung tendensius tanpa dasar yang kuat," ucap Wasisto.
Menurut Wasisto, di beberapa negara maju juga ada pejabat publik yang merintis kariernya dari seorang pengusaha. Meski tidak ada aturan yang melarang, lanjut Wasisto, ketika seorang teknokrat menjadi pejabat publik, dia harus melepaskan kepentingan bisnis yang selama ini membesarkannya.
"Tujuannya agar tidak ada benturan kepentingan termasuk kepentingan bisnis ketika teknokrat tersebut menjabat sebagai pejabat publik," kata Wasisto pada Sabtu (14/5/2022).
Wasisto melihat seluruh teknokrat yang saat ini menjadi pejabat publik, sudah melepaskan jabatan dan kepentingannya. Tujuan pelepasan ini agar ada pembatasan diskresi kekuasaan.
Sebab pejabat publik memiliki kekuatan dibidang tertentu. Termasuk dalam membuat regulasi. Jadi ketika pengusaha menjadi pejabat publik, yang dikhwatirkan ada potensi benturan kepentingan dengan usahanya.
"Kalau diskresinya meluas dan melebar yang dikhwatirkan adalah favoritisme. Jika favoritisme sampai terjadi maka akan pejabat tersebut berpotensi untuk tidak netral. Namun indikasi pejabat itu tidak netral sampai saat ini belum terlihat," ungkap Wasisto.
Saat ini beberapa pengusaha seperti Joko Widodo, Airlangga Hartarto, Erick Thohir, Bahlil Lahadalia dan Sandiaga Salahuddin Uno, sudah menjadi pejabat publik. Meski sudah menjadi pejabat publik, Wasisto menilai regulasi yang dikeluarkan oleh para pejabat tersebut masih cukup baik dan tak berpotensi terjadi benturan kepentingan dengan bisnisnya yang selama ini mereka geluti.
Bahkan Wasisto juga belum melihat para teknokrat yang menjadi pejabat publik tersebut telah menguntungkan relasi bisnisnya. Sebab saat ini regulasi dan aturan yang mengatur pejabat publik di Indonesia sudah sangat ketat.
Selain itu latar belakang atau bidang bisnis yang mereka geluti selama ini berbeda dengan jabatan publik yang mereka emban. Karena tidak linier, Wasisto masih menilai teknokrat yang saat ini menjabat sebagai birokrat belum menunjukan benturan kepentingan dengan bisnis atau relasi bisnis yang ada saat ini.
Sehingga tidak ada hubungan mutualisme antara jabatan yang saat ini mereka emban dengan dengan profesi yang dahulu digeluti.
"Apalagi Presiden Jokowi menginginkan adanya teknokrat di kementerian lembaga. Sehingga adanya presepsi penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi atau relasi bisnisnya tidak berdasar. Menurut saya itu hanya pemikiran pribadi segelintir orang. Mereka hanya berpikir politis tanpa melihat keseluruhan regulasi yang sudah dibuat pejabat tersebut. Orang yang menyatakan teknokrat memanfaatkan jabatannya itu cenderung tendensius tanpa dasar yang kuat," ucap Wasisto.
(hab)