Membaca Ulang Keberhasilan Kepemimpinan Kapolri Listyo Sigit Prabowo

Sabtu, 30 April 2022 - 12:00 WIB
loading...
Membaca Ulang Keberhasilan...
Koordinator Jaringan Aktivis Nusantara, Romadhon JASN. Foto/SINDOnews
A A A
Romadhon JASN
Koordinator Jaringan Aktivis Nusantara

BARU-BARU ini Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei tentang Persepsi Publik Terhadap Kinerja Instansi Penegak Hukum dalam Pemberantasan Korupsi, Kamis (28/4/2022) lalu. Hasilnya, tingkat kepuasan dan kepercayaan Polri naik mencapai angka 72%. Itu artinya kinerja institusi Polri sangat memuaskan publik.

Hasil survei juga menyebutkan setidaknya ada dua alasan mengapa tingkat kepercayaan dan kepuasan publik tinggi terhadap Polri. Pertama, Polri dinilai berhasil dalam memberantas kejahatan narkoba. Angkanya sebanyak 66%. Publik merasa puas terhadap kinerja institusi kepolisian dalam hal mengungkap dan memberantas tindak pidana kejahatan narkoba sehingga publik memberikan apresiasi terhadap Polri.

Kedua, institusi Polri juga dinilai berhasil dalam hal penangkapan pelaku teror atau terorisme. Hal itu terlihat dari banyaknya pelaku teror dan jaringannya yang berhasil diungkap dan dibongkar Densus 88 Antiteror Polri. Dua keberhasilan Polri itu sangat menonjol sehingga approval rating Polri naik dan meningkat 72%. Pun meningkatnya kepercayaaan dan kepuasan publik terhadap institusi Polri tentu tak lepas dari semangat dan komitmen serta kerja kolektif jajaran Polri di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Karena itu, wajar apabila publik mengapresiasi dan menaruh harapan serta kepercayaan kepada Polri. Karena sejak kepemimpinan Sigit, institusi Polri banyak melakukan lompatan imajinal termasuk juga upaya reformasi dalam rangka mengembalikan citra dan marwah institusi Polri yang selama ini acap dipersepsikan paradoks. Ikhtiar Sigit menghapus stigma negatif yang melekat pada institusi Polri berbuah manis.

Pasalnya, mantan Kabareskrim itu tak tanggung dalam melakukan pelbagai terobosan dan upaya reformasi Polri dengan melakukan pembenahan dimulai dari internal Polri seperti menghapus budaya buruk perilaku oknum polisi semisal budaya suap dan perilaku buruk lainnya. Alhasil, institusi Polri tidak lagi dipandang sebagai institusi "buruk rupa" meski stigma negatif itu sebenarnya disebabkan perilaku buruk oknum. Sebaliknya Polri menjelma menjadi institusi terbuka terutama dalam hal melayani kepentingan publik.

Tak hanya itu, bila ditelisik secara komprehensif sebenarnya banyak sekali prestasi dan keberhasilan kinerja Kapolri yang terbilang menonjol selain prestasi penangkapan pelaku teror dan pemberantasan kejahatan narkoba. Satu hal misalnya, Polri saat ini menjadi institusi yang paling terbuka dengan kritik. Dalam perspektif penulis, kritik di era kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo dipandang sebagai masukan dan ekspresi kebebasan dalam demokrasi yang dijamin konstitusi.

Buktinya, Sigit menggelar lomba orasi yang melibatkan kelompok aktivis mahasiswa. Selain itu, digelar festival lomba mural yang melibatkan masyarakat. Artinya, bagi Listyo Sigit Prabowo siapa pun boleh mengkritik mengekspresikan kegelisannya atau pun mengungkapkan pendapatnya. Karena itu, ketika kritik bertubi-tubi bahkan hinaan "membanjiri" institusi Polri, justru Listyo Sigit tak merespons dan tak meladani.

Sebaliknya, mantan Kapolda Banten itu memilih fokus bekerja membenahi dan melakukan upaya perbaikan serta penyempurnaan institusi Polri. Alhasil, Listyo Sigit Prabowo berhasil melakukan setapak perubahan. Satu tahun kepemimpinannya telah menghadirkan transformasi perubahan fundamental yang sulit dijangkau nalar. Jika dirinci capaian keberhasilan program Polri Presisi secara umum sudah di atas 90%.

Karena itu, hemat penulis tidak berlebihan bila banyak pihak yang merasa optimis terkait masa depan institusi Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Fakta di lapangan menunjukkan wajah Polri saat ini tampil humanis, terbuka, akuntabel, dan mudah sekali diawasi oleh masyarakat. Memang di sisi lain, juga terdapat sejumlah persoalan yang sempat disorot publik. Misalnya terkait penanganan kasus yang melibatkan orang-orang yang notabeni bagian dari rezim penguasa. Ada kesan tebang pilih dalam penanganan kasus itu.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1400 seconds (0.1#10.140)