Digugat ke MK, Ada 4 Argumentasi Keberatan dalam UU Corona

Jum'at, 19 Juni 2020 - 18:17 WIB
loading...
Digugat ke MK, Ada 4...
Sejumlah pasal dalam UU Nomor 2 Tahun 2020 dipersoalkan dalam uji materi di MK. Beleid mengenai kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Sejumlah pasal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 dipersoalkan dalam uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Beleid mengenai kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi virus Corona (Covid-19) atau populer disebut UU Covid-19 itu ditengarai melanggar UUD 1945.

(Baca juga: DPR Pastikan Libatkan Masyarakat dalam Membahas RUU Cipta Kerja)

Materi yang digugat itu adalah Pasal 1 Ayat (3), Pasal 2 Ayat (1) huruf a angka 1-3, Pasal 3 Ayat (2), Pasal 4 Ayat (1) huruf b, Pasal 4 Ayat (2). Selain itu, Pasal 6, 7, 9, 10, Pasal 27 Ayat 1-3 dan Pasal 29 UU 2/2020.

Kuasa hukum pemohon dari Yappika dan kawan-kawan, Violla Reininda menyatakan, ada empat argumentasi keberatan atas UU tersebut. Pertama, UU a quo tidak mencerminkan dasar hukum pengelolaan keuangan negara yang konstitusional. (Baca juga: Pulihkan Ekonomi, RUU Cipta Kerja Perlu Segera Disahkan)

Berikutnya, ruang aturan lingkup UU ini meluas. Tidak hanya ditujukan untuk menyelesaikan krisis akibat pandemi Corona, tetapi juga krisis ekonomi dan sistem keuangan lainnya yang tidak ada hubungannya pandemi.

"Tidak ada juga batasan waktu masa berlaku UU yang ditujukan untuk status kedaruratan kesehatan masyarakat akibat pandemi corona," kata Violla dalam pernyataannya, Jumat (19/6/2020). (Baca juga: KPK Temukan Konflik Kepentingan di Program Kartu Prakerja)

Ketiga, UU ini menegasikan fungsi dan kewenangan pengawasan DPR, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung, dan publik secara luas serta melegalisasi praktik korupsi lumbung dana penanganan bencana.

"Keempat, UU ini berpotensi menimbulkan penyalahgunaan dan ketidaktepatan dana yang digelontorkan untuk penanganan pandemi Corona," ucapnya.

Pasal 1 Ayat (3) UU 2/2020 misalnya, terdapat kontradiksi ruang lingkup pengaturan bahwa yang dikehendaki adalah upaya luar biasa pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19. Tetapi judul dan ruang lingkup pasal tersebut ditujukan untuk menangani persoalan krisis ekonomi dan stabilitas keuangan yang lebih luas dari perihal penanganan Corona.

"Maka itu perlu untuk membatasi ruang lingkup UU ini hanya untuk penanganan Covid-19 saja. Karena di dalam judul menggunakan frasa dan/atau yang dinilai bersifat alternatif dan kumulatif," terangnya.

Selain itu, perluasan materi itu juga dianggap bertentangan dengan prinsip negara hukum dan prasyarat kegentingan yang memaksa. Menurut dia, ketentuan itu bisa saja dimanfaatkan untuk hal-hal yang berkaitan dengan stabilitas keuangan dan berimplikasi pada bahaya penyalahgunaan keuangan negara.

"Perluasan materi ini akan memberikan keleluasaan bagi pemerintah untuk menjalankan tindakan di luar hal yang tidak berkaitan dengan pandemi Covid sehingga berpotensi sekali untuk membuka kesewenangan penyelenggara negara," jelasnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0793 seconds (0.1#10.140)