Kebijakan Jokowi Larang Ekspor Minyak Goreng Sejalan dengan Aspirasi DPR
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) yang melarang ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) serta produk minyak goreng dinilai sudah sejalan dengan aspirasi Komisi VI DPR. Adapun keran ekspor itu ditutup mulai Kamis 28 April 2022.
Kebijakan Presiden Jokowi itu dianggap sudah sesuai dengan kesimpulan rapat kerja (raker) antara Komisi VI DPR dengan Menteri Perdagangan pada 17 Maret 2022. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal selaku pemimpin rapat saat itu mengungkapkan bahwa Komisi VI DPR sudah merekomendasikan Kementerian Perdagangan untuk menghentikan ekspor CPO jika harga kewajaran tidak tercapai seperti yang tercantum pada poin kedua kesimpulan rapat.
“Di dalam kesimpulan rapat poin kedua disebutkan, bahwa Komisi VI DPR RI meminta Kementerian Perdagangan, ketika kewajaran harga tidak tercapai, maka pemerintah harus mengeluarkan pengaturan untuk menghentikan ekspor minyak kelapa sawit,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (23/4/2022).
Dia menambahkan, Komisi VI DPR sudah mewanti-wanti pemerintah apabila kebijakan di level para menteri tidak juga berhasil, maka meminta untuk diberlakukan pelarangan ekspor sebagai shock therapy. “Kita bersyukur, dengan demikian kebijakan presiden itu sudah sejalan dengan aspirasi Komisi VI yang pernah mengusulkan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng demi menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau di dalam negeri," imbuhnya.
Kendati demikian, dia meminta kebijakan pelarangan ekspor CPO dan turunannya itu jangan sampai justru merugikan pihak petani sawit yang selama ini menggantungkan hidupnya dari komoditas itu. “Untuk itulah kami meminta agar para petani sawit dilindungi. Mengingat hal ini juga menyangkut mata pencaharian petani sawit di Indonesia yang jumlahnya signifikan,” ujar politikus Partai Gerindra ini.
Selain itu, dia berharap pelarangan ekspor ini menjadi shock therapy bagi kalangan korporasi sawit. Sehingga mereka punya sikap nasionalisme tinggi ketika rakyat membutuhkan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri.
"Kita berharapnya kan korporasi-korporasi sawit mau berkontribusi untuk rakyat. Ternyata susah sekali. Hal itu karena mekanisme pengelolaan sawit di Indonesia ini lemah di sisi peran pemerintah untuk mengatur mereka," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa pelarangan ekspor CPO dan turunannya ini sementara saja agar tidak pula mematikan korporasi sawit di dalam negeri. Apalagi ekspor minyak goreng ini merupakan ekspor andalan yang menurutnya harus dijaga.
“Yang kita mau lihat, apakah saat ini korporasi sawit dan migor mau berkorban untuk rakyat. Kalau tidak mau, lebih baik dinasionalisasi saja perusahaannya,” pungkasnya.
Sekadar diketahui sebelumnya, Presiden Jokowi melarang ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) serta produk minyak goreng per Kamis 28 April 2022. Menurut Jokowi, larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng ini akan diberlakukan hingga batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Kebijakan ini diputuskannya saat rapat terbatas terkait pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya terkait ketersediaan minyak goreng di dalam negeri.
Kebijakan Presiden Jokowi itu dianggap sudah sesuai dengan kesimpulan rapat kerja (raker) antara Komisi VI DPR dengan Menteri Perdagangan pada 17 Maret 2022. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal selaku pemimpin rapat saat itu mengungkapkan bahwa Komisi VI DPR sudah merekomendasikan Kementerian Perdagangan untuk menghentikan ekspor CPO jika harga kewajaran tidak tercapai seperti yang tercantum pada poin kedua kesimpulan rapat.
“Di dalam kesimpulan rapat poin kedua disebutkan, bahwa Komisi VI DPR RI meminta Kementerian Perdagangan, ketika kewajaran harga tidak tercapai, maka pemerintah harus mengeluarkan pengaturan untuk menghentikan ekspor minyak kelapa sawit,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (23/4/2022).
Dia menambahkan, Komisi VI DPR sudah mewanti-wanti pemerintah apabila kebijakan di level para menteri tidak juga berhasil, maka meminta untuk diberlakukan pelarangan ekspor sebagai shock therapy. “Kita bersyukur, dengan demikian kebijakan presiden itu sudah sejalan dengan aspirasi Komisi VI yang pernah mengusulkan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng demi menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau di dalam negeri," imbuhnya.
Kendati demikian, dia meminta kebijakan pelarangan ekspor CPO dan turunannya itu jangan sampai justru merugikan pihak petani sawit yang selama ini menggantungkan hidupnya dari komoditas itu. “Untuk itulah kami meminta agar para petani sawit dilindungi. Mengingat hal ini juga menyangkut mata pencaharian petani sawit di Indonesia yang jumlahnya signifikan,” ujar politikus Partai Gerindra ini.
Selain itu, dia berharap pelarangan ekspor ini menjadi shock therapy bagi kalangan korporasi sawit. Sehingga mereka punya sikap nasionalisme tinggi ketika rakyat membutuhkan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri.
"Kita berharapnya kan korporasi-korporasi sawit mau berkontribusi untuk rakyat. Ternyata susah sekali. Hal itu karena mekanisme pengelolaan sawit di Indonesia ini lemah di sisi peran pemerintah untuk mengatur mereka," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa pelarangan ekspor CPO dan turunannya ini sementara saja agar tidak pula mematikan korporasi sawit di dalam negeri. Apalagi ekspor minyak goreng ini merupakan ekspor andalan yang menurutnya harus dijaga.
“Yang kita mau lihat, apakah saat ini korporasi sawit dan migor mau berkorban untuk rakyat. Kalau tidak mau, lebih baik dinasionalisasi saja perusahaannya,” pungkasnya.
Sekadar diketahui sebelumnya, Presiden Jokowi melarang ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) serta produk minyak goreng per Kamis 28 April 2022. Menurut Jokowi, larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng ini akan diberlakukan hingga batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Kebijakan ini diputuskannya saat rapat terbatas terkait pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya terkait ketersediaan minyak goreng di dalam negeri.
(rca)